Sabtu, 25 Juli 2009

jangan berjanji bila tidak mau menepati


Pagi ini saya cukup kaget ketika membaca judul berita headline di SKH Kedaulatan Rakyat (25/7/2009) yang menyatakan bahwa pemerintah menghentikan BLT mulai tahun depan. Sebenarnya saya pribadi kurang setuju dengan keberadaan BLT itu sendiri karena menurut saya itu kurang tepat.

Namun bukan itu yang membuat saya kaget, akan tetapi saya kembali teringat janji salah satu capres kita (yang tampaknya akan menjadi presiden untuk 5tahun ke depan) dengan slogan LANJUTKAN-nya dia berjanji akan melanjutkan program pro rakyat (BLT, PNPM, dsb) jika terpilih kelak. Akan tetapi baru saja KPU mengumumkan hasil perhitungannya dan belum pelantikan akan tetapi indikasi kebohongan sudah mulai tampak.

Saya sendiri tidak tahu apakah meengingkari janji adalah memang tipikal dari para politisi ataukah itu semua hanya dilakukan oleh oknum-oknum politisi tertentu. Saya sendiri selalu berpikiran positif bahwa itu semua hanya dilakukan oknum-oknum tertentu yang jumlahnya tidak banyak.

Akan tetapi memang janji politisi adalah sesuatu yang telah dianggap sebagai sampah oleh masyarakat. Itulah sebabnya angka golput dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan hingga mencapai 40% pada pemilu legislatif kemarin.

Bagi saya sendiri janji adalah sesuatu yang diperlukan untuk menunjukkan kesungguhan seseorang terhadap suatu hal. Janji juga merupakan sebuah kontrak moral yang pertanggungjawabannya akan dimintai dalam dunia sosial dan religius. Saya sendiri sangat setuju bahwa para politisi seharusnya berjanji. Bahkan jika para politisi tersebut tidak berhasil mewujudkan janjinya akan tetapi mereka telah berusaha saya akan tetap menghargai mereka.

Akan tetapi ketika mereka mengingkari janji tanpa berusaha maka saat itulah saya akan berkata bahwa mereka adalah sampah. Jika memang mereka tidak memiliki kesungguhan atau niat bersungguh-sungguh dalam melakukan apa yang mereka janjikan maka sebaiknya tidak usah berjanji saja. Karena janji bukan hanya berada di mulut, akan tetapi janji berdampak juga pada kehidupan sosial dan religius. Maka janganlah berjanji jika memang tidak ada niatan untuk ditepati.

Indonesia Kids choice awards: eksploitasi anak?


Beberapa hari yang lalu saya menyaksikan sebuah acara yang bernama Indonesia Kids choice awards di sebuah televisi swasta. Seperti namanya, ketika pertama kalinya acara ini diadakan (kalau tidak salah pada tahun 2008) dalam promosinya, ini adalah sebuah acara sebagai wadah anak kecil untuk menunjukkan ekpresinya dalam dunia entertainment. Bahkan penyelennggaraannya pun tidak jauh-jauh dari hari anak nasional sehingga terkesan acara ini adalah sebuah bentuk hadiah dari televisi swasta tersebut yang bekerjasama dengan nickelodeon. Sekilas tampaknya memang acara ini didedikasikan untuk anak-anak. Akan tetapi benarkah demikian?

Acara ini dikemas dalam bentuk sebuah acara penghargaan dimana artis-artis atau musisi-musisi serta orang lain dalam dunia entertainment akan diberi penghargaan oleh anak-anak sesuai pilihan mereka. Bahkan anak-anak pun diberi kesempatan untuk ikut memilih melalui poling SMS sebelum hari pelaksanaan. Sampai disini tidak ada yang aneh dalam semua itu.

Namun ketika dalam pelaksanaannya saya menemukan beberapa hal yang cukup aneh. Pertanyaan pertama yang terlintas dibenak saya adalah apa manfaat acara tersebut bagi anak-anak itu sendiri? Okelah memang mereka (para juara) dipilih oleh anak-anak, lantas kenapa? Tetap saja mereka yang dipilih adalah para penyanyi yang menyanyikan lagu-lagu tentang cinta, selingkuh, dsb yang menurut saya itu jauh sekali dari apa yang seharusnya dikonsumsi oleh anak-anak. Tetap saja artis-artis yang mereke pilih adalah artis-artis dewasa yang seringkali memakai baju minim dalam penampilannya dan tentu saja menurut saya itu tidak selayaknya dikonsumsi anak-anak.

Bahkan dalam acara tersebut ditampilkan pula artis-artis dan penyanyi serta bintang tamu lainnya yang menurut saya penampilannya (secara fisik misalnya berpakaian) jauh dari apa yang layak dikonsumsi anak-anak. Bahkan ketika Luna Maya tampil bersama Ariel Peterpan dalam panggung tiba-tiba anak-anak serentak berteriak, “Cium..cium..” (biasanya sih hal seperti ini memang telah diatur oleh petugas di studio). Astaghfirullah, mau jadi apa generasi penerus kita?

Maka dari hal itu kita dapat mempertanyakan suatu hal: Siapakah yang sebenarnya diuntungkan dengan adanya acara ini? Menurut saya tentu saja yang paling diuntungkan adalah artis-artis dan para musisi yang mendapat penghargaan tersebut karena tentu saja hal ini akan menaikkan rating mereka. Pihak lain adalah penyelenggara acara tersebut karena mereka dapat menjual suatu tontonan yang cukup jarang diadakan (dengan embel-embel didedikasikan untuk anak-anak). Sementara anak-anak sendiri apa keuntungan mereka?

Seharusnya jika memang acara ini didedikasikan untuk anak-anak, mungkin jenis penghargaannya berupa penghargaan bagi penyanyii cilik, acara televisi yang bermanfaat bagi anak-anak, lagu-lagu untuk anak-anak, dsb yang tentunya dengan adanya penghargaan tersebut maka mereka yang berkecimpung dalam dunia entertainment akan lebih terdorong untuk memberikan kontribusi mereka pada dunia anak.

Contoh kecil saja misalnya penghargaan yang diberikan kepada penyanyi anak-anak tentunya akan mendorong tumbuhnya penyanyi-penyanyi lagu anak-anak yang kini telah mulai menghilang dan bukan hanya sekedar penyanyi dewasa yang bertubuh mini (lihat saja dalam acara AFI Junior dsb, meskipun penyanyinya adalah anak-anak akan tetapi lagu-lagu yang dinyanyikan jauh dari apa yang seharusnya dikonsumsi anak-anak).

Memang mungkin sudah saatnya bagi dunia entertainment untuk mulai memikirkan tentang dunia anak-anak. Jangan hanya berfokus pada mengambil keuntungan, meskipun dunia anak mungkin bukan industry yang menjanjikan, tetapi anak-anak kita sebagai generasi penerus tentunya perlu kita didik dan salah satunya adalah dari dunia entertainment. Marilah kita bersama-sama berkontribusi nyata demi generasi penerus bangsa ini.

Selasa, 21 Juli 2009

prahara dua jendral

Siapa yang tidak kenal dengan Susilo Bambang Yudhoyono? Jendral bintang empat ini setelah mengakhiri karir militernya berhasil menjadi orang nomer satu di Indonesia. Bukan hanya itu, dalam pilpres tahun 2009 ini pun beliau diperkirakan akan menang telak dari lawan-lawan politiknya dalam pilpres satu putaran (untuk kepastiannya mari kita tunggu hasil dari KPU). Dengan jabatannya sebagai Presiden RI dimana memegang komando tertinggi militer tentunya jendral yang satu ini tentu sangat besar pengaruhnya di Indonesia bukan hanya dalam bidang militer, namun mencakup seluruh aspek kehidupan yang ada.

Namun kita tentunya tidak dapat menutup mata bahwa ada satu jendral lagi yang memiliki pengaruh cukup besar pada Negara ini pada saat ini. Meskipun beliau hanya jendral bintang tiga yang diberhentikan bersamaan dengan lengsernya orde baru, tetapi kemunculannya kembali ke dalam kancah politik ternyata cukup menyedot perhatian masyarakat. Meskipun beliau tidak menduduki jabatan apapun dalam kemiliteran saat ini, namun sebagian masyarakat percaya bahwa banyak anggota TNI maupun purnawirawan yang bersedia berada di bawah komando beliau bila diinginkan. Bahkan sebagiann masyarakat percaya bahwa jika beliau menginginkan sebuah kudeta, maka pastilah terjadi. Jendral itu bernama Prabowo Subianto.

Kedua Jendral ini memiliki karakteristik yang bisa dikatakan cukup bertolak belakang satu sama lainnya. Dimana SBY terkenal dengan sifatnya yang charming, lembut, dsb maka Prabowo Subianto justru tampil dengan sifatnya yang keras, blak-blakan, dsb.

Cita-cita serta visi misi yang dibawa pun tampaknya berbeda seratus delapan puluh derajat. Ketika SBY muncul dengan angin perubahan pasca reformasi, Prabowo Subianto justru muncul dengan harapan akan kejayaan masa lalu dan kembali kepada kodrat kita yang seharusnya. Selain itu tentunya masih banyak hal yang berbeda diantara kedua jendral tersebut.

Mengapa saya membanding-bandingkan kedua jendral tersebut? Saya rasa tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat rivalitas yang cukup kuat diantara keduanya. Bahkan bisa dibilang satu dengan lain pun mengakui posisi masing-masing dan berebut pengaruh dalam militer.

Lihat saja ketika SBY dalam kampanye bercerita tentang kinerja tim suksesnya yang semi intelejen pun itu dilakukan dengan alas an untuk menyaingi Prabowo. Ini bukti bahwa secara tidak langsung beliau (SBY) mengakui kemampuan Prabowo dalam hal intelejen dan militer.

Hal lainnya adalah ketika pidato kenegaraan SBY pasca bom Marriot kedua yang oleh sebagian masyarakat ditafsirkan sebagai tuduhan terhadap rival politiknya (saya juga tidak tahu bagaimana sebenarnya maksud dari pidato tersebut, marilah kita berpikir positif saja dalm hal ini) maka tokoh yang secara tidak lanngsung dituduh adalah Prabowo Subianto, padahal jujur saja bahwa rival politik SBY bukan hanya Prabowo Subianto. Beliau juga bukan satu-satunya jendral yang berkecimpung dalam bidang politik (sebut saja Wiranto dsb).

Intinya adalah pasca kemunculan kembali Prabowo Subianto dalam kancah politik negeri ini yang justru membawa hal yang cukup bertolak belakang dengan Susilo Bambanng Yudhoyono maka akan membawa warna baru dalam NKRI minimal untuk lima tahun mendatang. Saya tidak akan membanding-bandingkan mana yang lebih baik diantara keduanya karena bagi saya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing dan memiliki pengikut masing-masing. Hanya saja pengaruh Prabowo Subianto dalam militer dan politik serta rivalitas mereka berdua tampaknya akan cukup membuat prahara politik di NKRI antara kedua Jendral ini cukup menarik. Semoga mereka dapat memberikan pengaruh positif dalam kemajuan NKRI. Maju terus NKRI!!!

Blogged with the Flock Browser

Sabtu, 18 Juli 2009

Bom Marriot dan SBY

Ada sesuatu yang berbeda dari pidato SBY menanggapi kejadian bom di dua hotel di kawasan Mega Kuningan kemarin. Ntah memang ada hubungannya atau tidak, beliau membawa isu politik ke dalam kasus ini. Meskipun secara langsung beliau jangan berspekulasi tanpa ada bukti yang jelas, namun beliau justru membahas hal ini cukup serius. Bahkan beliau menunjukkan beberapa data intelejen yang didapatnya.

Ketika beliau membahas isu tentang ABS di jajaran TNI Polri yang justru niatnya diredam malah menjadi semakin meluas beredar. Sama halnya dengan isu pihak-pihak yang tidak suka tersebut justru malah diekspos dan secara tidak langsung ada kemungkinan diindikasikan adanya keterlibatan terhadap kejadian ini. Mungkin lebih bijaksana jika isu ini tidak dibahas dalam pidato tersebut karena dapat memanaskan kembali suasana politik yang makin mendingin pasca pilpres.

Sebenarnya jika SBY tidak membahas hal ini maka tuduhan akan langsung dialamatkan kepada komplotan Dr. Azhari (tidak termasuk di dalamnya Ayu Azhari dan Rahma Azhari) dan Noordin M. Top. Tentu saja yang akan ikut kena getahnya lagi-lagi adalah Islam. Akan tetapi dengan diangkatnya isu ini dalam pidato beliau maka perhatiann kita beralih pada pihak-pihak yang tidak suka kepada SBY. Tentu saja secara tidak langsung diangkatnya isu ini cukup menguntungkan Islam karena tidak dijadikan kambing hitam lagi dalam kasus ini (meskipun sebenarnya Islam tidak pernah memiliki kaitan apapun terhadap terorisme, namun pendapat masyarakat yang ada saat ini cukup memojokan dunia Islam).

Tentu saja kita juga harus mencari tahu lebih dalam lagi apakah gerakan anti-SBY ini adalah rasa tidak suka secara SBY personal atau tidak suka kepada Presiden RI. Jika SBY sebagai Presiden RI maka yang akan dituduh adalah pihak-pihak yang tidak suka kepada NKRI misalnya gerakan separatis, pihak asing, dsb. Sedangkan jika yang dimaksud SBY disini adalah secara personal maka tuduhan tersebut bisa saja dialamatkan salah satunya adalah kepada rival politik SBY. Jika memang demikian maka tentunya itu sangat berbahaya.

Apapun yang terjadi kejadian ini cukup mennganggu terhaadap stabilitas di Indonesia dari berbagai bidang. Apalagi setelah sebelumnya juga terjadi beberapa kejadian penyerangan di Papua oleh pihak yang sampai saat ini belum dapat dipastikan. Dengan adanya serangan bom dari pihak yang juga belum dapat dipastikan tersebut tentunya juga menambah stabilitas pemerintahan yang ada. Marilah kita berpikir postif dan jangan terpecah belah. Anggap saja ini ulah dari pihak-pihak di luar NKRI dan janngan terlalu mempolitisir kasus ini. Semoga kebenaran segera ditegakkan. Wallahu a’lam.

Kamis, 09 Juli 2009

nasib oposisi

Pilpres belum berakhir, namun hasil dari quickcount beberapa lembaga survey telah menunjukkan bahwa pilpres hanya akan satu putaran. Bahkan joke bahwa SBY dipasangkan dengan sandal jepit pun tetap akan menang kini mulai banyak dipercaya. Saya tidak akan membahas banyak mengenai pemilu tetapi bagaimana nasib Negara ini ke depannya.

Seperti telah diketahui bahwa pada pilpres 2009 ini SBY berhasil membangun sebuah koalisi raksasa yang terdiri dari partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, PKB, serta beberapa partai nol koma lainnya yang jika ditotal semuanya berjumlah lebih dari 50% dari kursi di legislatif.

Belum lagi melihat hasil pilpres kemarin dimana Jusuf Kalla yang merupakan representasi partai Golkar meengalami kekalahan telak. Ini menunjukkan adanya perpecahan yang sangat besar dalam tubuh partai Golkar sendiri sehingga komitmen Partai Golkar yang telah dibangun sebelumnya oleh PDIP untuk bersama-sama menjadi oposisi makin dipertanyakan. Apalagi melihat sejarah partai Golkar yang selama ini selalu menempel pada pihak penguasa serta sikap dari sebagian petinggi partai Golkar yang dari jauh-jauh hari telah menunjukkan dukungannya kepada SBY. Maka tidak heran jika nantinya dalam perjalanannya Golkar justru merapat pada Demokrat.

Sedangkan partai yang sudah dapat dipastikan akan menjadi opossi adalah PDIP melihat dari sikapnya selama 5 tahun pemerintahan yang lalu pasti juga akan melakukan hal yang sama, dan Partai Gerindra dimana sejak jauh-jauh hari salah satu tokoh utama partai tersebut, yaitu Prabowo Subianto telah menyatakan anti terhadap kubu Cikeas. Sedangkan Hanura sendiri masih dipertanyakan sejauh mana Wiranto akan mengambil sikap dalam pemerintahan ke depan. Namun kemungkinan sikap Hanura tidak akan jauh berbeda dari nasib Golkar dalam mengambil posisi.

Ini tentunya akan berpengaruh banyak dalam jalannya pemerintah ke depan dimana kemungkinan tiap kebijakan pemerintah akan lebih mudah disetujui oleh legislatif. Permasalahannya adalah ketika legislatif dipenuhi oleh partai pendukung pemerintah ditakutkan oleh sebagian pihak bahwa nantinya legislative hanya akan menjadi tukang stempel terhadap segala kebijakan pemerintah dan kurang bisa melaksanakan tugasnya sebagai pengkritisi kebijakan pemerintah. Dan melihat kenyataan yang terjadi selama ini memang begitulah kenyataannya.

Ini tentunya akan sangat berbhaya ketika eksekutif memiliki kekuasaan penuh terhadap NKRI tanpa adanya legislatif yang menyeimbangkannya. Bukan hal yang mustahil akan muncul neo orde baru (sudah pake baru masih neo?) dimana Presiden memliki kewenangan penuh. Apalagi sebagian pihak juga menilai tindakan SBY akhir-akhir ini terkesan terlalu jumawa dan mulai menunjukkan sikap otoriternya.

Jadi melihat realita dan beberapa prediksi yang ada, kemungkinan besar DPR nantinya kurang optimal dalam mengkritisi setiap kebijakan pemerintah mengingat jumlah oposisi yang sedikit yang tentunya akan kalah suara.

Meskipun pihak oposisi di dalam lembaga legislatif melemah, namun saya melihat semakin menguatnya oposisi dalam masyarakat kita yang vokal. Jika kita cermati, menjelang pilpres kemarin masyarakat kita yang sering vokal terhadap keadaan bangsa (para penngamat dsb) banyak yang murtad dari yang sebelumnya mendukung SBY menjadi berbalik arah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tulisan dan tayangan yang mengkritik kebijakan pemerintah. Sebagian masyarakat inilah yang memiliki potensi untuk menjadi pihak oposisi nantinya.

Meskipun jumlah mereka relatif cukup sedikit dibanding jumlah masyartakat Indonesia secara keseluruhan yang mayoritas mendukung SBY, namun posisi mereeka cukup strategis dalam membentuk opini publik. Sebab sebagian dari orang-orang yang murtad tersebut adalah figur publik. Sebagai sebuah contoh lihatlah para pengamat politik (diluar tim sukses SBY) yang mengatakan bahwa kemenangan SBY lebih karena pencitraannya, secara tidak langsung mereka mengatakan bahwa kualitas SBY tidak sebagus pencitraannya.

Selain itu ada lagi golongan oposisi yang selama ini terlupakan. Mereka adalah golongan putih yang dalam pileg kemarin mencapai angka 40%. Jadi bisa dikatakan bahwa pendukung SBY yang riil hanyalah 60% dari 60% sisanya setelah jumlah seluruh penduduk dikurangi angka golput yaitu sekitar 36%. Tentu saja mereka yang Golput adalah mereka yang kecewa terhadap pemerintahan selama ini. Maka dapat dikatakan angka riil para pendukung pemerintah sebenarnya hanya berkisar 36% atau tidak lebih dari 40%.

Dengan bertambah banyaknya pihka anti SBY di kalangan figur masyarakat kita tentunya mereka berpengaruh besar dalam menggerakkan massa anti pemerintah yang jumlahnya banyak. Jadi secara umum, menurut ke depan pemerintah akan lebih banyak dikritisi langsung oleh masyarakat dibandingkan oleh lembaga legislatif. Jadi pemerintah jangan jumawa dahulu, bisa jadi jika mereka membuat kesalahan fatal tidak hanya dikritisi oleh legislatif, namun bisa jadi lanngsung digulingkan oleh rakyatnya. Berhati-hatilah.

Blogged with the Flock Browser

Sedikit Mengenal Minyak di Indonesia

Bahan Bakar Minyak sudah menjadi bagian utama dari kehidupan manusia modern saat ini. Betapa tidak karena listrik, kendaraan, dan sebagainya sangat bergantung dengan benda yang satu ini. Sehingga tidak heran ketika harga benda ini sedikit berubah pun berpengaruh cukup banyak terhadap perekonomian modern.

Di Indonesia sendiri, selama ini kita mengenal bahwa negara ini merupakan salah satu penghasil minyak dunia. Negara ini pernah (dan masih?) bergabung dengan organisasi negara pedagang minyak dunia yang disebut OPEC. Namun konon katanya kita juga merupakan salah satu negara pengimpor minyak terbesar di dunia (nah lo??). Kita juga seringkali mengenal istilah subsidi BBM. Konon katanya sih BBM di negara kita telah disubsidi pemerintah. Untuk itu marik kita bahas sedikit dari permasalahan minyak di negeri kita ini.

Negara Pengekspor Minyak

Apakah benar negara kita merupakan salah satu pengekspor minyak? Jawabannya adalah iya. Lalu apakah negara kita juga negara pengimpor minyak? Jawabannya juga iya. Bagaimana bisa?

Kandungan minyak di Indonesia adalah salah satu dari jenis minyak yang terbaik di dunia. Tetapi apa yang beredar di masyarakat bukanlah minyak dari negara kita sendiri. Pemerintah menggunakan sistem ekspor-impor. Minyak kita (yang konon katanya lebih bagus dan tentunya lebih mahal itu) dijual ke luar negeri. Kemudian pemerintah membeli minyak lain yang lebih murah untuk digunakan di dalam negeri. Tentu saja harapannya itu semua demi alasan ekonomi.

Akan tetapi meskipun harga di atas kertas antara minyak yang kita jual dan kita beli terdapat selisih harga, namun setelah dikenai biaya lain-lain (transportasi dsb) ternyata justru biaya beli kita lebih mahal dari harga minyak yang kita jual. Anggap lah harga minyak kita 1000. Lalu kita beli minyak lain yang harganya 800. Namun pada kenyataannya harga minyak terseut setelah dihitung dengan ongkos jerigen dan sebagainya justru 1100. Oleh karena itu kini sebagian pihak mempertanyakan alasan kebijakan pemerintah dalam ekspor-impor minyak karena dalam prakteknya justru kita terus merugi. Mungkin sudah saatnya pemerintah meninjau ulang kebijakan ekspor-impor tersebut.

Subsidi BBM

Apa yang terbayang dalam kepala kita ketika mendengar istilah subsidi BBM? Pemerintah mengalokasikan sebagian pendapatannya dari sector pajak atau apapunlah untuk memberikan subsidi pada masyarakat. Oleh karena itu wajar jika akhir-akhir ini pemerintah menghapuskan subsidi BBM (malah justru mengambil untung dari BBM penjualannya) karena dianggap memanjakan rakyatnya, terutama golongan menengah ke atas.

Sebenarnya itu tidak bisa dibilang benar, namun disebut salah juga tidak tepat. Apa yang disebut subsidi BBM yang sebenarnya adalah selisih harga minyak di dalam negeri dengan harga minyak dunia.

Pada awalnya Negara kita memproduksi minyak jauh lebih banyak dari konsumsi masyarakat. Selisih ini tentunya memberikan keuntungan dan keuntungan inilah yang digunakan sebagai apa yang biasa kita sebut sebagai “subsidi”. Sehingga menurut saya mungkin istilah subsidi kurang tepat digunakan karena yang terjadi bukanlah subsidi melainkan kita menikmati hasil kekayaan alam kita sendiri. Jadi istilah penghapusan subsidi demi kemandirian bangsa saya rasa juga kuranglah tepat.

Mengapa kita harus mengikuti harga orang lain untuk barang kita sendiri? Pertanyaan itulah yang seringkali ditanyakan oleh para ekonom radikal dan menuduh pemerintah yang mulai dimasuki paham neo liberal. Ini juga yang menjadi dasar beberapa pihak yang mengatakan bahwa kenaikan harga minyak dunia seharusnya tidak perlu diikuti dengan kenaikan harga minyak dalam negeri. Karena logikanya meskipun pengeluaran kita untuk membeli minyak bertambah akan tetapi dengan kenaikan harga tersebut tentunya pemasukan kita juga bertambah dari hasil penjualan minyak. Dengan asas menikmati hasil kekayaan alam sendiri tentunya tidaklah tepat penghapusan subsidi BBM oleh pemerintah.

Kembali pada masalah produksi dan konsumsi. Namun dalam perjalanannya selisih jumlah produksi dengan jumlah konsumsi yang kian lama makin berkurang (bahkan pada sekitar tahun 2004 bisa dibilang “defisit” dalam arti jumlah konsumsi lebih banyak daripada jumlah produksi). Hal ini disebabkan oleh perkembangan zaman dan selain itu faktor utamanya adalah sudah tuanya sumur-sumur minyak kita sehingga kapasitas produksinya menurun.

Oleh karena itu kini pemerintah sedang giat-giatnya mengurangi konsumsi minyak kita melalui konversi energi. Selain itu juga telah dimulai usaha-usaha pembukaan sumur-sumur minyak baru di Indonesia.

Minyak Dikuasai Asing

Salah satu isu yang paling sering dibahas di Negara ini adalah pengelolaan sumber daya alam Indonesia oleh asing. Tentunya dalam hal ini kita akan membahas tentang minyak.

Seperti telah diketahui dan menjadi rahasia umum bahwa memang banyak sumur-sumur minyak kita dikuasai asing. Hal ini dikarenakan biaya pengeboran minyak bukanlah suatu hal yang murah, dan pemerintah tidak mau ambil resiko dalam hal ini. Bayangkan saja, biaya untuk pengeboran awal saja sekitar 25-30juta dolar amerika. Dan itu juga belum lagi resiko bahwa tempat tersebut ternyata tidak ada kandungan minyaknya. Karena katanya bisnis minyak adalah bisnis yang untung-untungan. Tidak ada jaminan pasti suatu temapat ada sumber minyaknya atau tidak. Belum lagi biaya tenaga ahli dan peralatan yang sangat mahal.

Oleh sebab itulah pemerrintah lebih memilih bekerjasama dengan para investor dikarenakan resikonya yang terlalu besar untuk ditanggung sendiri. Dalam hal ini mengapa investor asing adalah karena bisnis minyak adalah bisnis dengan resiko tinggi yang kurang diminati oleh investor dalam negeri sehingga tidak heran jika yang lebih banyak berkecimpung dalam bisnis ini adalah investor asing.

Penutup

Sebagai penutup seperti sebelumnya, saya akan mengutip sepenggal dari konstitusi negara kita. Dalam hal ini adalah pasal 33 UUD 1945.

BAB XIV
KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Mari kita tengok kembali apakah pemerintah telah melakukan apa yang diamanatkan dalam konstitusi dasar Negara kita. Apakah minyak sebagai salah satu cabang produksi penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak telah dikuasai oleh pemerintah sesuai amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 2 ataukah justru dikuasai swasta dan pihak asing sesuai harapan paham neo liberal? Apakah sumber daya alam yang ada sudah digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat ataukah pemerintah lebih menyukai penghapusan subsidi? Apakah pemerintah lebih menurut pada UUD 1945 ataukah lebih menuruti consensus Washington?

Siapapun presidennya, semoga permasalahan ini mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Mari berharap demi kejayaan NKRI. NKRI Jayamahe!!!
Blogged with the Flock Browser