Minggu, 29 Januari 2012

Muslim dan Anjing

Beberapa waktu yang lalu saya mendengar (atau lebih tepatnya membaca) tentang adanya pembantaian anjing di suatu daerah di Yogyakarta. Sebenarnya hal tersebut merupakan suatu yang jamak terjadi. Sudah menjadi rahasia umum dimana sering terjadi pembunuhan atau pembantaian terhadap anjing-anjing yang biasanya tidak sengaja lewat di suatu perkampungan muslim.
manusia lawan anjing (bountylist.deviantart.com)


Pada akhirnya hal tersebut menjadi suatu bentuk sentimen anti-muslim dimana seolah-olah orang Islam sangat sadis terhadap anjing. Padahal fenomena ini terjadi bukan sebagai bagian budaya Islam. Lalu bagaimana sebenarnya Islam sendiri memandang anjing dan bagaimana kita sebagai muslim harus menyikapinya?

Anjing dalam Islam
Satu hal yang selalu diasosiasikan terhadap anjing dalam agama Islam adalah sifatnya yang haram. Anjing seringkali disejajarkan dengan babi dimana disebutkan bahwa anjing haram untuk dimakan. Meski demikian anjing sendiri tidak seperti babi yang disebutkan secara gamblang dalam al qur'an tetapi hanya dimaktub dalam hadis. Hadis itu sendiri pun tidak menyebutkan anjing secara langsung melainkan disebutkan secara implisit sebagai bagian dari hewan yang bertaring.
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim no. 1934)
Tetapi perlu diingat secara jelas bahwa sifat haram dari anjing hanya muncul dalam kasus untuk dimakan. Bukan berarti keberadaan anjing sendiri menjadi sesuatu yang haram. Jika tidak untuk dimakan, maka anjing sama seperti hewan lainnya yang tidak memiliki sifat apapun.

Hal lain yang selalu diasosiasikan terhadap anjing adalah najis. Anjing memang memiliki najis, namun itu hanya sebatas air liurnya saja dan bukan seluruh bagian dari tubuhnya. Najis sendiri adalah suatu kotoran yang harus dibersihkan jika ingin bersembahyang dalam ajaran Islam.

Sama seperti keharamannya, perihal tentang kenajisan air liur anjing tidak disebutkan langsung dalam al quran tetapi melalui sebuah hadis. Hadis tersebut menceritakan bagaimana sebuah bejana berisi air yang jika telah terkena air liur anjing harus dibersihkan terlebih dahulu. Dari hadis tersebut maka disimpulkan bahwa air liur anjing sifatnya najis.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila seekor anjing minum dari wadah milik kalian, maka cucilah 7 kali. (HR Bukhari 172, Muslim 279, 90).
Meski demikian hendaklah tidak perlu berlebihan dalam menyikapi kenajisan tersebut. najis memang sesuatu yang kotor namun hal tersebut dapat disucikan. Sama halnya dengan tinja misalnya yang bersifat najis. Meskipun tinja najis, bukan berarti kita lantas menahan buang air seumur hidup untuk menghindari najis. Begitu pula dengan air liur anjing yang bersifat najis, yang perlu kita lakukan hanyalah membersihkannya.

Muslim memelihara Anjing
Banyak orang beranggapan bahwa seorang muslim tidak sepantasnya memelihara anjing. Hal ini disebabkan adanya hadis yang menyebutkan bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing. Keberadaan malaikat sendiri bukan sesuatu hal yang mutlak (malaikat harus ada), namun dipercaya bahwa keberadaan mereka dapat membantu mendoakan kita kepada Allah SWT.
Rasulullah bersabda: “ Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing (2), juga tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar (patung)” [Hadits sahih Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah]
Namun sebenarnya bukan berarti seorang muslim tidak boleh memelihara anjing. Memelihara anjing untuk berburu dan menjaga rumah misalnya adalah sesuatu yang jamak dilakukan di semua negara termasuk di jazirah arab dengan mayoritas muslim di dalamnya.

Rasulullah sendiri sebenarnya memperbolehkan sahabat untuk memelihara anjing untuk keperluan-keperluan tertentu semisal menjaga ladang dan berburu. Namun ada konsekuensi tertentu ketika kita memelihara anjing untuk keperluan diluar yang telah disebutkan yaitu berkurangnya pahala.
“Barangsiapa memanfaatkan anjing, bukan untuk maksud menjaga hewan ternak atau bukan maksud dilatih sebagai anjing untuk berburu, maka setiap hari pahala amalannya berkurang sebesar dua qiroth.” (HR. Bukhari no. 5480 dan Muslim no. 1574)
Lalu bagaimana dengan keberadaan anjing untuk menjaga rumah? Sebagian ulama berpendapat hal tersebut dibolehkan sedangkan sebagian lain berpendapat tidak boleh. Namun demikian keberadaan anjing di rumah sudah barang pasti menjauhkan keberadaan malaikat dan bahaya akan najisnya yang berkeliaran menjadi tanggung jawab tersendiri yang barang pasti bukan suatu hal yang mudah.

Itu berarti dalam Islam memelihara anjing untuk menjaga ladang dan berburu diperbolehkan selama anjing tersebut tidak berada di dalam rumah. Oleh karena itu sebaiknya jika ingin memelihara anjing untuk keperluan tersebut maka perlu dibuatkan tempat tersendiri.

Membunuh Anjing
Lalu bagaimana dengan hukum membunuh anjing seperti yang jamak terjadi di beberapa kampung muslim? Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa anjing sendiri sama seperti hewan-hewan lainnya kecuali dagingnya yang haram, air liurnya yang najis, dan keberadaannya di rumah yang mengganggu malaikat. Meski demikian pembunuhan terhadap anjing tidak dibenarkan.

Anjing memang salah satu hewan yang boleh dibunuh bahkan di tanah suci sekalipun namun sebatas jika anjing tersebut mengganggu dan membahayakan manusia. Jika bukan dari kedua hal tersebut maka tentunya haram membunuh makhluk Allah SWT dengan sia-sia.
"Lima jenis hewan yang harus dibunuh, baik di tanah haram maupun di tanah biasa, yaitu : ular, kalajengking, tikus, anjing buas dan burung rajawali" (H.R. Abu Daud)
Namun sekali lagi pembunuhan terhadap anjing bukanlah sesuatu hal yang dibenarkan kecuali ada alasan tertentu semisal membahayakan manusia. Perlu diingat juga tentang sebuah riwayat yang menceritakan bagaimana seorang wanita masuk neraka hanya karena membunuh kucing. Maka sudah tentu membunuh makhluk Allah SWT merupakan suatu dosa besar termasuk di dalamnya adalah membunuh anjing.

Ketakutan Berlebihan
Sebagai seorang muslim yang tumbuh besar di lingkungan muslim juga, saya menyadari betapa seringnya anjing dibicarakan dalam Islam bahkan dalam taraf tertentu saya menilainya sebagai sesuatu yang berlebihan. Anjing seringkali disamakan dengan babi, muslim-muslim ditanamkan tentang pentingnya isu anjing secara berlebihan sehingga dalam alam bawah sadar tertanamkan akan bahayanya anjing sebagai penyebab terhalangnya barokah dari Allah SWT.

Penanaman yang berlebihan hingga merasuk alam bawah sadar ini pada akhirnya menimbulkan suatu ketakutan atau kebencian terhadap anjing itu sendiri. Dalam istilah psikologis hal ini mungkin bisa disebut sebagai phobia.

Bagi sebagian orang mungkin akan menyangkal hal tersebut, namun gejala nyatanya tampak dalam perilaku sehari-hari muslim ketika berhadapan dengan anjing. Bahkan phobia ini seringkali dimanfaatkan oleh tentara-tentara AS dalam melakukan teror psikologis terhadap tahanan muslim, caranya dengan menghadirkan anjing di dekat mereka.

Keberadaan anjing sendiri pada akhirnya menimbulkan keresahan dan ketakutan yang berlebihan bahkan jika anjing tersebut tidak melakukan sesuatu apapun. Ketakutan ini sering diasosiasikan dengan ketakutan karena terkena najis dari air liurnya dan juga karena kebuasan anjing tersebut. Padahal tidak semua anjing buas dan membahayakan manusia.

Ketakutan inilah yang menurut pendapat saya mengarahkan berbagai pembantaian dan pembunuhan anjing atas nama agama. Pembunuhan dibenarkan atas dasar membahayakan manusia padahal belum tentu demikian yang terjadi.

Introspeksi
Maka perlu menjadi introspeksi diri kita sendiri dalam menghadapi anjing. Anjing tidak berbeda dengan makhluk Allah SWT lainnya. Kita boleh saja membelai atau memeluk hewan tersebut. Anjing tidak akan menjadi haram selama kita tidak memakannya dan jika pun karena suatu hal kita terkena liurnya maka tinggal dibersihkan saja.

Ingatlah cerita tentang bagaimana seorang pelacur dengan dosanya yang menumpuk bisa masuk surga karena memberi minum seekor anjing. Ingat juga bagaimana seorang wanita masuk neraka karena membunuh seekor kucing. Pada akhirnya itu semua menunjukkan bahwa bukan makhluk itu, tetapi perbuatan kita terhadap makhluk tersebut yang mengantarkan kita kepada surga atau neraka.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (99:7-8) 


Jumat, 27 Januari 2012

Kebebasan

Saya percaya bahwa setiap orang berhak memilih jalan hidupnya sendiri. Bahwa setiap orang berhak melangkah atau tidak melangkah sesuai kehendak hatinya. Bahwa ini adalah hidupnya, bukan hidupku, hidupmu, atau hidup mereka. Semua berhak memilih, bahkan jika itu berarti memilih hidup dalam kehinaan dan kesengsaraan.
Tidak ada paksaan dalam beragama (2:256)

Saya percaya bahwa tidak ada orang yang dapat memaksa orang lain untuk berbuat sesuatu yang tidak mereka kehendaki. Bahwa manusia memiliki kehendak atas dirinya sendiri. Bahwa pemaksaan, apapun bentuknya, tidak akan pernah memberikan kebaikan untuk selamanya. Bahwa manusia memiliki kekuatan dan keinginan untuk memberontak atas pemaksaan yang terjadi. Apa yang dapat silakukan oleh orang lain untuk kita hanyalah sekedar memberi informasi dan menasehati, selebihnya merupakan pilihan kita sendiri.
Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu580, dan supaya mereka bertakwa. (7:164)

Tetapi saya juga percaya bahwa setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Bahwa segalanya selalu seimbang, ada kebebasan ada pula tanggung jawab. Bahwa kita tidak sendiri di dunia ini. Bahwa kita harus mempertanggungjawabkan pilihan kita. Dan bahwa Tuhan maha Adil.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (99:7-8) 

Kamis, 26 Januari 2012

Sama Saja

Sebenarnya, kita sama buruknya dengan orang lain di luar sana. Kecuali kita mau melakukan sesuatu yang berbeda.

we're all the same (magicviper.deviantart.com)

Sabtu, 21 Januari 2012

Semua Orang Boleh Hidup, tetapi Tidak Semua Bisa Diterima

Kemarin ada berita cukup fenomenal yaitu seorang waria yang mendaftarkan dirinya sebagai anggota Komnas HAM. Tujuannya tidak lain adalah untuk memperjuangkan nasib kaumnya agar diterima oleh masyarakat. Bagaimanapun juga perjuangan waria, gay, lesbi, dan semacamnya dewasa ini cukup gencar.

Saya pribadi bukanlah orang yang setuju terhadap hal tersebut. Namun bukan berati saya tidak menghormati mereka. Terlepas dari apapun tindakan mereka bagaimanapun juga kita tetap tidak boleh menghakimi, menyakiti, ataupun merusak apa yang menjadi milik mereka.

Namuns ekali lagi saya tegaskan bukan berarti saya setuju. Karena bagi saya setuju itu adalah dimana kita mendapatkan bahwa saudara/ orang tua/ anak atau orang terdekat kita berbuat demikian dan kita justru senang atas tindakannya itu. Dan bagaimanapun juga saya tidak pernah setuju terhadap perbuatan tersebut.

Teman saya pernah berkata mereka hanyalah orang yang berbeda dan kita harus menanggapinya dengan wajar. Ibarat kata ada orang yang suka apel, ada orang yang suka jeruk, dan sebagainya. Namun bagaimanapun juga mereka adalah orang yang suka buah Khuldi, buah yang dilarang oleh Tuhan dan jelas itu bukan tindakan yang dibenarkan.

Sebagian berkilah bahwa mereka memang diciptakan dengan masalah tersebut. lalu kembali kepada keimanan kita apakah kita akan percaya begitu saja bahwa Tuhan kita yang Maha Adil menciptakan suatu makhluk yang pasti akan dimasukkan ke dalam neraka tanpa adanya daya dan kuasa untuk menolak? Tentu tidak.

Lalu apakah salah jika masyarakat menolak kehadiran mereka? Tentu tidak. Kembali kepada analogi buah-buahan seandainya kita ke supermarket apakah kita harus membeli semua buah-buahan yang ada disana atau kita boleh memilih sebatas apa yang kita inginkan? Begitu juga suatu masyarakat pada akhirnya memiliki hak untuk memilih anggotanya.

Untuk hidup setiap manusia memiliki haknya. Akan tetapi untuk diterima pada suatu kelompok atau masyarakat, maka ada kewajiban terlebih dahulu yang harus dijunjung dan dipenuhi sebelum memperoleh haknya.

Meteor FPI Menghantam Waria (cotzart.deviantart.com)

Kamis, 19 Januari 2012

Negeri Anak Manja

"Fasilitas..fasilitas..fasilitas..", pintaku

Negeri ini terlalu kaya dan makmur, bahkan tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Hidup dalam lautan kolam susu. Maka tidak aneh jika di dalamnya dipenuhi oleh anak-anak manja, bukan karena ingin tetapi karena terbiasa.

Maka fasilitas menjadi segala-galanya. Mulai dari wakil hingga rakyat itu sendiri beramai-ramai menuntut fasilitas. Seolah dengan adanya fasilitas maka terjaminlah kinerja dan moralitas. Seolah dengan fasilitas manusia paling busuk sekalipun bisa menjadi Nabi.

Jikalau karpet merah terhampar di trotoar kita dan bus pun dilengkapi dengan tempat tidur, akankah kita meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke kendaraan umum?

Semua hanya omong kosong tanpa adanya tekad keras untuk berubah . . . dan berkorban.

Dan Ia Masih Tetap Semangat (lmpx3478.deviantart.com)

Rabu, 18 Januari 2012

Saya Tidak Pernah Benar-Benar memahami para Revolusioner

Konon revolusi adalah suatu harga mati atas perubahan. Pemberontakan, gerakan radikal semua seolah menjadi syarat mutlak akan adanya perubahan. Saya bukan orang yang anti perubahan. Hanya saja bagaimana perubahan itu terjadi menjadi catatan tersendiri yang harus diperhatikan.

Revolusioner, seolah selalu dan harus ditandai dengan adanya gerakan radikal yang sifatnya merusak. Seolah sebuah pembangunan harus dimulai dengan perusakan. Tidak dapatkah kita berubah tanpa merugikan orang lain?

Semua itu biasanya disebut sebagai pengorbanan, harga yang harus dibayar untuk perubahan. Lucunya kenapa harus orang lain yang berkorban? Jika ledakan bisa mengubah segalanya kenapa tidak ledakkan rumah kita sendiri? Jika kematian bisa mengubah segalanya kenapa tidak kita bunuh saja saudara-saudara kita, teman-teman kita, atau bahkan diri kita sendiri?

Kenapa harus selalu orang lain. Jika pun ada bagian dari diri kita yang mati, apakah memang dari awal kita menghendakinya atau keterpaksaan? Jika kita yang harus berkorban, bisakah kita bersikap biasa sebagaimana kita bersikap terhadap orang lain menjadi korban?

Sejarah mencatat berbagai macam revolusi, dan kebanyakan yang menjadi topik adalah revolusi dengan kekerasa. Meski mengatasnamakan rakyat, pada akhirnya itu semua hanya menjadi omong kosong pertarungan antara elit. Usaha untuk menjatuhkan rezim yang berkuasa dengan rezim lainnya, dan bagaimanapun juga rakyat hanya menjadi alat. Padahal rakyatlah yang selalu harus berkorban.

Lalu sejauh mana revolusi membuat perubahan? Sejauh mana pula korban harus jatuh dalam revolusi?

Pray for Revolution (denull.deviantart.com)

Jumat, 13 Januari 2012

Naik Sedikit

Orang busuk dimana pun selalu ada tidak terbatas pada komunitas-komunitas tertentu, begitu pula orang baik.

Waktu SMA teman-teman mengajarkan bahwa anggaran proposal harus sedikit dinaikkan. Hal itu dikarenakan  sekolah biasaya tidak akan memberikan dana tersebut secara penuh. Sehingga anggaran dalam proposal dinaikkan sedikit tetapi anggaran nyata memang kurang dari itu. Kalau pun ada kelebihan, tinggal tingkatkan sedikit kualitasnya dari perencanaan semula.

Lain lagi ketika kuliah, beramai-ramai membuat proposal pada pos-pos anggaran yang dimungkinkan bisa menghasilkan. Berusaha menyerap dana sebesar mungkin untuk program-program organisasi, sedangkan program yang menjadi sumber dana dikerjakan sekenanya saja dan sehemat mungkin. Agar nanti sisanya dapat digunakan untuk program lain yang sulit mendapatkan dana.

Kini ketika sudah menjadi pejabat, anggaran naik dikit karena sudah kebiasaan. Kalopun ada sisa anggap saja sebagai bonus, toh negara tidak memiliki pos pengembalian anggaran. Sama saja bukan?

gambar: adjie76.deviantart.com