kami bukan orang buta kawan. Sungguh kami bisa melihat semuanya. Bahkan mungkin justru pandangan kami lebih luas daripada kalian. Jika manusia dianugerahi dua mata di depan, maka kami bisa melihat dari semua mata manusia.
Kami bukan manusia antisosial yang tidak paham nilai dan norma di masyarakat. Bahkan kami sesungguhnya sangat memahaminya. Karena tiap hari kami bergerumul dengan itu semua. Kami juga bukanlah manusia pelangar batas yang menganggap peraturan hanya sebagai sampah penghias kertas ataupun sarana memperoleh nafkah. Kami taati peraturan. Tapi bagi kami tidak ada hitam dan putih.
Kami tidak berbeda dengan kalian? Itu mungkin saja. Tetapi kalian memiliki sesuatu yang kami inginkan. Kalian hanya memiliki dua mata, itu yang kami inginkan dari kalian. Kalian bisa membedakan mana kiri dan mana kanan denngan kedua mata tersebut. Sedangkan kami, mata kami lebih dari 360 derajat. Kiri di mata kami bisa menjadi kanan dari mata kami lainnya. Sehingga jangan heran jika suatu saat nanti kami cebok dengan tangan kanan dan makan dengan tangan kiri. Toh saat ini hal itu juga sudah wajar bahkan dikalangan masyarakat umum yang berpikiran maju.
Kawanku, jika kalian berpikir apa yang kami alami itu menyenangkan, maka pikirkanlah lagi. Memiliki banyak mata bukan hanya berarti bisa melihat dari segala sudut, akan tetapi kau juga bisa melihat duburmu disaat kau sedang makan. Dan itu sungguh bukan sesuatu yang menyenangkan.
Terkadang jika kita tahu bahwa sapi kita akan mati maka kita tidak akan repot-repot mencarikannya rumput. Tetapi darimana kita meminum susu jika semua sapi tidak kita beri rumput karena semua sapi pasti akan mati sedangkan jumlah kuda liar tidak cukup untuk memberi kita semua susu?
Itulah yang terjadi pada kami. Kami menjadi terlalu malas untuk mencari rumput karena tahu sapi pasti akan mati. Padahal banyak keasyikan yang bisa kami dapatkan dari mencari rumput. Keasyikan yang kami anggap itu hanya sebagai sebuah fenomena bodoh yang biasa saja hingga kami enggan menyentuhnya.
Mungkin kalian berpikir bahwa kami orang yang begitu tenang dan tidak mudah tersulut, mungkin hal itu benar. Atau mungkin juga salah. Bukan kami pandai mengendalikan emosi, tapi mungkin lebih tepatnya emosi kami hilang ditelan kumpulan saraf yang berkumpul dalam rongga kepala.
Jika Einstein penemu teori relativitas, maka kami adalah penganutnya. Kami bukan orang-orang yang mempelajari materi, sungguh. Bahkan apa yang kami pelajari sangat jauh dari materi. Melainkan suatu abstrak yang sulit didefinisikan. Tetapi relativitas kami resapi dalam menjalankan setiap detak jantung kami hingga meresap ke neuron-neuron kami.
Dalam hukum relativitas kami, kami berusaha untuk terus melihat bahwa tidak ada hitam dan putih. Mata kami melihat semuanya putih jika bahkan itu hitam. Karena kami yakin hitam dan putih tergantung dari mata mana yang melihatnya.
Saking terbiasa melihat putih, kini kami buta warna. Kami tidak bisa lagi membedakan mana yang benar dan salah. Semua kami anggap putih dengan teori relativitas. KAmi terlalu yakin bahwa semua warna pastilah memilki unsur putih sehingga bahkan hitam pun kami biarkan saja. Untungnya beberapa dari kami menyadari dan menamainya sebagai nihil-isme.
Bermain permainan tanpa hadiah mungkin terlihat bodoh bagi kami karena tidak memberikan apa-apa. Tetapi sesungguhnya kami bisa mendapatkan sesuatu dari proses permainan tersebut. Berbeda dengan kalian yang akan langsung bermain tanpa berpikir panjang karena mata kalian hanya dua. Itulah yang kami iri dari kalian.
0 comments:
Posting Komentar