Keadaan Lapangan
Obat kuat sebenarnya telah lama dikenal dalam budaya Indonesia. Jika kita telisik lebih dalam, sejak zaman dahulu sudah ada makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh masyarakat karena khasiatnya menambah vitalitas atau kejantanan. Misalnya saja berbagai jenis jamu-jamuan dan makanan-makanan yang tidak biasa (misal darah ular, tongseng biawak, sate kelelawar, dsb). Makanan dan minuman tersebut tetap dikonsumsi oleh masyarakat meskipun terkesan aneh dan tidak normal karena dipercaya khasiatnya akan hal tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia sejak awal memang cukup menaruh perhatian tersendiri terhadap masalah ini.
Namun akhir-akhir ini fenomena ini makin menguat dengan bentuk yang berbeda. Kini muncul toko-toko yang menjual obat-obatan semacam ini yang berasal dari luar negeri (terutama dari China). Toko-toko semacam ini meskipun bukan hanya menjual produk obat kuat dan obat-obatan semacamnya yang berkaitan dengan masalah seksual, namun obat kuat tetap menjadi jualan utama mereka dan penjualan obat ini relatif stabil dalam pasar.
Laki-laki dan Obat Kuat
Jika kita cermati lebih mendalam, mereka yang mengkonsumsi obat-obatan tersebut rata-rata merupakan laki-laki. Hal ini senada juga diungkapkan para pedagang obat tersebut. Padahal meskipun jarang dijumpai namun obat semacam ini yang diperuntukkan perempuan sebenarnya juga ada (misalnya Somadryl). Akan tetapi penggunaan obat kuat untuk pria (misal Viagra) jauh lebih populer.
Menjadi suatu fenomena tersendiri mengapa laki-laki terkesan lebih memiliki ketertarikan terhadap hal semacam ini. Padahal secara biologis tentu laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki ketertarikan terhadap hubungan seksual.
Secara peran gender sendiri dalam masyarakat Jawa, laki-laki menduduki posisi yang harus serba bisa. Sejak kecil laki-laki dididik untuk tidak mengeluh namun harus bisa melakukan apa saja serta menunjukkan bahwa dirinya superior. Laki-laki yang mudah mengeluh dan tidak superior akan dianggap sebagai banci dan kurang bisa menjalankan perannya dengan baik.
Dibalik itu laki-laki juga dituntut untuk harus bisa memberikan segala sesuatunya untuk perempuan. Mungkin tanggung jawab inilah yang kemudian ditafsirkan oleh laki-laki untuk bisa memuaskan dan membuat istrinya kagum akan kehebatannya.
Tentu bagi mereka yang merasa superior dalam hal seksual atau memang superior tidak masalah. Namun bagi mereka yang mungkin merasa kurang (tidak percaya diri) atau tidak mampu akan membutuhkan sebuah bantuan yaitu berupa obat-obatan, jamu, dsb.
Obat Kuat secara Medis
Secara medis menurut Gerard Paat dalam http://ipb.ac.id, apa yang biasa disebut obat kuat ini sebenarnya adalah obat yang merangsang produksi hormon. Hormon inilah yang membuat laki-laki menjadi semakin meningkat gairah seksnya. Namun ternyata gairah seks untuk perempuan tidak dipengaruhi oleh hormonnya sendiri melainkan oleh hormon laki-laki.
Ini menjelaskan mengapa kebanyakan obat kuat diciptakan untuk laki-laki. Sedangkan apa yang selama ini dianggap sebagai obat kuat untuk perempuan sebenarnya bukan seperti obat kuat pada laki-laki. Somadryl misalnya, sebenarnya obat tersebut merupakan obat pengurang rasa nyeri. Sedangkan obat-obatan yang biasa dijual untuk dikonsumsi perempuan dalam hal ini biasanya sebatas obat perangsang.
Viagra sendiri diciptakan untuk mereka yang mengalami disfungsi ereksi. Gangguan ini sebenarnya bias disebabkan faktor fisik maupun psikologis. Secara fisik, penyakit-penyakit seperti diabetes, prostat, dsb ternyata dapat menjadi penyebab gangguan ini. Sedangkan secara psikologis gangguan ini dapat disebabkan oleh stres, depresi, ketidak harmonisan, dsb.
Konsumsi Meningkat?
Masih ada satu bagian yang belum terjawab. Pertanyaannya adalah ketika toko-toko penjual obat semacam ini semakin marak, tentu hal tersebut berkorelasi dengan kebutuhan masayrakat yang semakin meningkat.
Ada dua kemungkinan jawaban dari pertanyaan ini. Pertama, bahwa sebenarnya konsumen tidak meningkat hanya saja masyarakat yang sebelumnya menggunakan pendekatan tradisional (jamu, makanan ekstrim, dsb) beralih ke pendekatan yang lebih modern yaitu obat-obatan sehingga penjualan obat semakin meningkat. Kedua, karena perhatian atau konsumsi masyarakat semakin meningkat akan hal ini.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fenomena ini bisa jadi akibat dari menurunnya kemampuan laki-laki dan perempuan untuk bisa bergairah. Penurunan ini bisa disebabkan oleh konsumsi makanan atau pola hidup masyarakat modern yang semakin jauh dari kesehatan.
Pola hidup masyarakat modern yang tidak sehat menyebabkan makin maraknya penderita penyakit-penyakit diabetes, prostat, dsb yang seperti kita ketahui penyakit seperti ini jarang diderita oleh masyarakat Indonesia.
Semakin kompleksnya masyarakat modern juga menimbulkan berbagai macam penyakit psikologis semacam depresi, stress, dsb yang memang dalam masyarakat pedesaan atau masyarakat yang relative sederhana gangguan semacam ini jarang ditemukan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya penyakit-penyakit semacam ini baik fisik maupun psikologis turut berpengaruh pada timbulnya gangguan disfungsi ereksi sehingga kebutuhan akan obat kuat meningkat seiring meningkatnya penyakit-penyakit semacam ini.
Maraknya film porno yang seolah-olah nyata tersebut juga makin menambah beban bagi laki-laki. Dimana dalam film semacam itu biasanya digambarkan bagaimana bisa berhubungan seksual dalam jangka waktu yang lama (bahkan hingga hitungan jam) padahal itu semua hanya rekayasa.
Hubungan seksual yang juga merupakan ruang privat tentu tidak akan sembaranga dibicarakan dengan orang lain apalagi hal ini menyangkut tentang harga diri. Sehingga masyarakat mencari rujukan pada sumber-sumber lain (internet dan video porno misalnya).
Gambaran hubungan seksual yang dilebih-lebihkan tersebut tertanam dalam masyarakat sehingga mereka berpikir bahwa mereka juga harus bisa minimal seperti apa yang mereka lihat tersebut padahal itu semua hanya rekayasa dan pada kenyataannya tidak demikian.
Laki-laki yang merasa mempunyai tanggung jawab lebih tersebut maka akan melakukan cara-cara tersendiri untuk tetap bisa menunjukkan superioritasnya. Salah satunya dengan meggunakan obat kuat, obat perangsang, atau semacamnya. Hal ini menjelaskan mengapa di masyarakat modern khususnya di perkotaan terjadi fenomena munculnya toko-toko semacam ini.
*) ditulis sebagai tugas kelompok prasyarat UTS mata kuliah Psikologi Gender bersama Zadok, Insan R. Adiwibowo, dan Firdaus A.K.
0 comments:
Posting Komentar