Jumat, 20 Mei 2011

Ketimpangan Sosial dan Pancasila

blog.man5marabahan.co.cc
Ketimpangan yang terjadi akibat tidak meratanya pembangunan telah menimbulkan berbagai bentuk protes dalam masyarakat. Mulai protes berupa pernyataan tertulis atau pernyataan terbuka seperti yang sedang marak akhir-akhir ini dalam bentuk sorotan tajam terhadap pemborosan anggaran yang dilakukan oleh lembaga legislatif, hingga aksi-aksi destruktif misalnya pencurian, perampokan, dan sebagainya. Tidak jarang pula kita jumpai kasus-kasus semisal anak SD yang gantung diri karena tidak memiliki seragam baru atau siswi SMP yang menjual dirinya demi mengikuti gaya hidup teman-temannya yang hedonis. 

Padahal Pancasila sebagai sebuah cita-cita mendambakan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan yang tercantum pada sila kelima. Maka kini kita bertanya-tanya, apakah gerangan yang terjadi pada Pancasila? Pancasila sering diagung-agungkan sebagai sebuah sistem nilai ideal bagi masyarakat Indonesia. Namun kenyataannya hingga saat ini dimanakah letak keadilan?

Keadilan 
Salah satu cerita klasik tentang keadilan adalah Robin Hood. Kisah ini menceritakan tentang seorang bangsawan yang pada akhirnya mendedikasikan dirinya menjadi seorang yang mencuri dari mereka yang kaya dan dibagikan kepada mereka yang miskin. Adilkah? 

Deddy Mizwar dalam sinetronnya Para Pencari Tuhan membuat sebuah anekdot lain dari kisah ini. Diceritakan seorang yang berusaha menjadi Robin Hood dengan mencuri dari orang yang kaya dan dibagikan kepada mereka yang miskin. Namun ternyata mereka yang dirampok kaya adalah karena hasil jerih payah usaha mereka sendiri. Di satu sisi mereka yang dibagikan hasil rampokan tersebut miskin karena tidak mau berusaha. Lalu dimana letak keadilan dari Robin Hood ini? 

Ada berbagai macam bentuk keadilan. Keadilan Substantif misalnya yang mendefinisikan keadilan sebagai suatu keadaan sama rasa sama rata. Jika ini yang dijadikan acuan, maka Robin Hood merupakan seorang pahlawan. Keadilan semacam ini biasanya dianut oleh negara-negara komunis sosialis dimana pemerintah mencoba untuk melakukan pembatasan kepada masyarakatnya untuk kaya dengan memeratakan pendapatan. 

Lain halnya dengan Keadilan Prosedural, keadilan ini mendefinisikan keadilan sebagai keadaan yang memberikan kesempatan yang sama pada tiap individu. Sehingga keadilan tidak harus dicapai dalam kondisi dimana semua orang menjadi kaya atau miskin. Tetapi hak dari tiap-tiap individu untuk menjadi kaya atau miskin tergantung dari usaha mereka sendiri. Keadilan semacam ini biasanya dianut oleh negara-negara kapitalis liberalis. 

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 
Pada masa orde baru, pemerintah berusaha mengejawantahkan Pancasila sebagai tatanan nilai ke dalam butir-butir perilaku yang kemudian biasa dikenal sebagai Butir-Butir Pancasila atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Meski prakteknya ini menjadi sebuah bentuk indoktrinasi tanpa kompromi bagi penguasa saat itu, tetapi jika kita mau jujur apa yang tercantum dalam butir-butir tersebut bukanlah suatu hal yang salah. Butir-butir tersebut lahir dari pemikiran para cendekiawan-cendekiawan masa itu. Hanya saja cara penyampaiannya yang tidak tepat dan adanya pemanfaatan yang tidak sesuai pada tempatnya membuatnya menjadi melenceng dari maksud yang sebebarnya. 

Dalam butir-butir sila kelima disebutkan beberapa poin antara lain adalah Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. Poin ini menjelaskan sebuah bentuk keadilan yang berbeda dengan konsep keadilan substantif maupun porsedural. Individu boleh saja kaya tetapi di atas haknya untuk menjadi kaya tersebut ada sebuah kewajiban lain yaitu untuk menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar. Kekayaan tidak berarti kita boleh melakukan segala sesuatunya karena itu hak, tetapi kita harus juga menjaga perasaan agar tidak terjadi kesenjangan sosial seperti yang terjadi saat ini. Dalam perilaku nyata yaitu kita tidak boleh menggunakan kekayaan kita untuk hal-hal yang bersifat pemborosan terlebih di saat masyarakat di sekitar kita masih banyak yang miskin. 

Lebih dari itu kita juga dituntut untuk dapat melakukan pemberdayaan terhadap orang lain agar mereka dapat merasakan kekayaan atas hasil usaha mereka seperti yang tercantum dalam butir Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. Kita tidak hanya sebatas memberi ikan kepada mereka yang kurang beruntung tetapi juga mengajari bagaimana mereka memancing agar dapat merasakan hidup makmur. 

Jika ini benar-benar diterapkan oleh seluruh lapisan masyarakat mulai dari pejabat hingga rakyat biasa saya yakin ketimpangan sosial yang terjadi tidak akan separah ini. Ini hanyalah sebuah contoh bagaimana Pancasila sebagai suatu sistem nilai menjawab tantangan-tantangan masa kini. Masih banyak hal yang dapat kita gali dari Pancasila. 

Pasca Reformasi muncul sikap anti Pancasila karena pada masa orde baru seringkali Pancasila dijadikan alat melanggenggkan kekuasaan. Namun yang justru terjadi kekacauan semakin merajalela pada semua tingkatan masyarakat. Maka sudah saatnya kita kembali pada Pancasila, produk asli Indonesia daripada sibuk berdebat mana yang lebih baik antara liberalis kapitalis maupun sosialis komunis. Pancasila sebagai nilai yang kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari demi mencapai terwujudnya Pancasila sebagai gambaran ideal masyarakat Indonesia.

0 comments: