Senin, 22 Juni 2009

neo liberal dan UUD 45: mengapa dipermasalahkan?


Saya bukanlah seorang ahli ekonom, bukan juga negarawan. Saya hanyalah seorang ekonom instan dan nasionalis musiman. Tetapi saya mencoba untuk memahami apa itu neo liberal dan mengapa isu ini layak diperbincangkan

neoliberal dan sejarahnya


Dalam sebuah artikel yang ditulis di Revrisond Baswir (Tim Ahli Studi Ekonomi Kerakyatan UGM) dalam SKH Kedaulatan Rakyat (maaf saya lupa tanggalnya) telah dijelaskan bagaimana sejarah neoliberal itu sendiri. Namun sayangnya saya tidak berhasil menemukan artikel tersebut sehingga mohon maaf saya tidak dapat mengutipkan secara utuh namun saya akan berusaha menjelaskan seingat saya.
Ekonomi Neo Liberal sendiri lahir setelah faham ekonomi Liberal yang digagas Adam Smith dimana ekonomi tergantung sepenuhnya pada pasar dan pemerintah sama sekali tidak boleh campur tangan ternyata gagal. Kegagalan tersebut terbukti dengan adanya krisis dunia pada tahun 1940. Saat itu masayarakat mulai menyadari bahwa sistem ekonomi Liberal bukanlah yang terbaik.
Pada saat itulah muncul sistem ekonomi neo liberal yang memasukkan peran pemerintah dalam perekonomian namun hanya terbatas sebagai regulator saja (membuat dan menjalankan peraturan). Namun saat itu sistem ekonomi neo liberal sendiri kalah bersaing dengan konsep negara kesejahteraan sebagaimana digagas oleh John Maynard Keynes. Dalam konsep negara kesejahteraan, peranan negara dalam bidang ekonomi tidak dibatasi hanya sebagai pembuat peraturan, tetapi diperluas sehingga meliputi pula kewenangan untuk melakukan intervensi fiskal, khususnya untuk menggerakkan sektor riil dan menciptakan lapangan kerja.
Jadi dapat disimpulkan dalam bahasa mudahnya bahwa sistem ekonomi neo liberal adalah pandangan dimana pemerintah hanya boleh campur tangan dalam hal regulasi dan perekonomian sepenuhnya diserahkan pada pasar.

UUD 1945


Hal yang berbeda terdapat dalam UUD 1945. Sistem perekonomian yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 inilah yang seringkali disebut sebagai sistem ekonomi kerakyatan. Meskipunn seringkali berbagai pihak sering menafsirkannya berbeda (seperti halnya penafsiran sistem ekonomi neo liberal).
Dalam UUD 1945 pasal 33 tertulis:
BAB XIV
KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Perhatikan bagian yang saya garis bawahi. Hal ini tentu menunjukkan peran pemerintah sebagai pelaku dan penguasa sektor ekonomi tertentu dan tentunya itu bertentangan dengan faham neo-liberal dimana seharusnya pemerintah hanya boleh campur tangan dalam bentuk regulasi dan kegiatan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada pasar. Inilah yang menyebabkan paham neo liberal seharusnya tidak dapat diterima di Indonesia karena konstiitusi kita telah mengamanatkan pandangan yang berbeda terhadap peran pemerintah dalam bidang ekonomi.

teori dan kenyataan


Dalam prakteknya, pembentukan BUMN adalah salah satu upaya perwujudan dari apa yang telah diamanatkan dalam konstitusi kita. BUMN merupakan bentuk penguaaan pemerintah terhadap sektor-sektor ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Akan tetapi sejak masa orde baru penyelewengan terhadap konstitusi ini mulai nampak. Misalnya saja adalah sengan memberikan pengelolaan sumber daya alam kita kepada swasta (pasar). Ini tentu mencederai pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dimana seharusnya hal tersebut dikuasai oleh negara dan digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat.
Indikasi penyelewengan lainnya adalah privatisasi 10 BUMN pada zaman Megawati dan 44 BUMN pada zaman SBY-JK. Apapun alasannya (misal: Megawati untuk membayar hutang, SBY-JK untuk efisiensi) tentunya hal itu merupakan suatu indikasi adanya pengalihan kegiatan ekonomi yang sebelumnya dikuasai oleh pemerintah ke tangan swasta. perlu dicermati yang dimaksud swasta (pasar) bukan berarti orang asing yang kaya raya, akan tetapi bisa saja orang dalam negeri bahkan orang miskin. Inilah yang seringkali oleh para ekonom radikal semisal Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli sebagai indikasi masuknya neoliberal dalam pemerintahan kita.

penyangkalan


Maraknya isu neo liberal dalam pilpres kali ini tentunya menimbulkan banyak penyangkalan. Akan tetapi salah persepsi kita dalam memahami masalah ini seringkali menciptakan penyangkalan yang tidak masuk akal.
Misalnya saja menyangkal dengan alasan kehidupan pelaku neo liberal yang jauh dari kemewahan, mendukung sistem syariah, pemberian BLT, perekonomian yang mandiri, dan PNPM mandiri serta berbagai program kebijakan yang berpihak kepada rakyat bawah.
Padahal inti dari permasalahan ini adalah pada sejauh mana Pemerintah dan Swasta turut campur tangan dalam perekonomian. Jika sektor-sektor penting dikuasai oleh swasta, meskipun swasta tersebut adalah dalam negeri atau bahkan orang miskin, tetap saja itu merupakan pencederaan terhadap konstitusi kita dan indikasi adanya praktek neo liberal. Apa artinya hidup sederhana tetapi semua sektor perekonomian dikuasai oleh swasta?
Seringkali kita mengidentikan ekonomi neo liberal dengan orang-orang hedonis yang kaya raya dan asing (meskipun mungkin pada prakteknya demikian) namun pada dasarnya hal itu merupakan pemahaman yanng salah yang menyebabkan kita terjerumus dalam kesesatan.
Semoga pemimpin kita nantinya adalah yang terbaik bagi bangsa ini. NKRI Berdikari!!!



tambahan: bagi orang-orang yang lebih berkompeten dalam bidang hukum dan ekonomi (atau yang berkaitan) sangat dinantikan kritikan dan masukan. Kritikan seperti apapun tidak akan saya anggap itu sebagai sesuatu yang tidak santun.

Minggu, 21 Juni 2009

mereka yang menghilang


kemana mereka?
kini sudah tak tampak rimbanya

mereka bergerak dengan diam
dan mereka jauh lebih banyak
daripada kita yang berbicara

mereka tidak banyak berkata
dan mereka berhasil

mereka adalah pemenang sejati
bukan biru yang mengaku pemenang

mereka bukan merah, kuning, biru, ataupun warna lain
mereka adalah putih

mereka jauh diatas biru yang hanya 20
mereka adalah putih yang 40
dan mereka lakukan dengan diam

kini ketika pelangi berpendar menjadi 3 warna
merah, biru, kuning
kemanakah mereka?

apakah kini mereka telah menentukan warna mereka sendiri?
ataukah mereka masih diam dan menunggu?

atau salah satu, atau warna lain
menyilaukan mereka sehingga mereka
tak lagi tampak?

kemanakah engkau wahai putih sang pemenang??
rimbamu kini dipertanyakan

Jumat, 19 Juni 2009

merah putih dan layar kaca


Iseng-iseng, akhir-akhir ini beberapa televisi swasta kembali memutar film-film India. Bukan masalah artis-artisnya yang seksi atau jogednya yang aduhai, ada satu hal yang membuatku miris. Dalam film itu, meskipun terkadang setting tempatnya di luar negeri, sering kali mereka digambarkan sebagai sosok nasionalis. Mereka menggambarkan diri mereka sendiri yang cinta pada negara mereka sendiri. Sangat tidak jarang bendera mereka berkibar di film-film mereka. Bahkan terkadang diceritakan pula mereka (orang India) melawan orang-orang ras kaukasian dan mereka menang. Sungguh mengharukan, andaikan kita punya film seperti itu.

Bukan cuma India, coba kita lihat film-film Barat dari Amerika misalnya. Seringkali kita melihat film-film yang menggembor-gemborkan kehebatan negara mereka. Bahkan tidak jarang dalam film fiksi (semisal film superhero) mereka menyisipkan nilai-nilai nasionalisme kebanggaan mereka terhadap mereka, meski hanya sekedar bendera mereka yang berkibar (dalam film Spiderman misalnya). Bendera berkibar? Apa pentingnya? Dalam ilmu Psikologi (dan mungkin juga ilmu komunikasi) kita mengenal adanya subliminal message, dan menurut saya, bendera yang berkibar di sebuah film adalah sebuah subliminal message yang mempengaruhi rasa nasionalisme.

Namun apa yang terjadi pada perfilman kita? Seberapa sering kita melihat merah putih berkibar dalam film kita? Atau seberapa banyak film yang menyampaikan pesan nasionalisme? Saya rasa hal itu sangatlah sedikit. Sebut saja Nagabonar, Denias, dsb adalah contoh film-film yang menggugah rasa nasionalisme.

Ambil sebuah contoh film Indonesia yang mengambil setting tempat di luar negeri misal dalam eiffel i'm in love. Dari judulnya saja patut dipertanyakan mengapa mereka lebih suka menggunakan bahasa asing daripada bahasa persatuan, bahasa Indonesia (telah lupakah mereka pada sumpah pemuda?). Lalu apa yang mereka sajikan dalam film tersebut? Bila dibandingkan dengan film India yang saya ceritakan sebelumnya, sungguh miris. Yang ada hanyalah gambaran kehidupan hedonis orang-orang yang "cukup beruntung" bisa mondar-mandir di luar negeri sementara petani kiyta kesulitan mencari pupuk. Lalu dimana bendera merah putih? Jangan bermimpi, disebut nama Indonesia pun itu sudah untung. Tiidak perlu saya lanjutkan, saya rasa masyarakat sudah cukup pintar mencari dimana merah putih dalam perfilman di Indonesia.

Contoh lain adalah dunia periklanan. Berapa banyak yang mengangkat tema nasionalisme?? Saya rasa hanya beberapa perusahaan rokok (karena mereka bingung mau beriklan seperti apa) dan beberapa lainnya. Yang lebih miris lagi, di masa kampanye ini, iklan partai/capres yang berisikan semangat nasionalisme sangat sedikit. Padahal seharusnya momen ini tentu momen yang tepat untuk menggugah rasa nasionalisme. Tetapi kebanyakan partai dan capres lebih sibuk bernarsis-ria dibanding memberikan pendidikan nasionalisme kepada masyarakatnya. Dan anehnya, masyarakat kita sendiri juga lebih suka kepada iklan yang narsis daripada iklan yang menggugah.

Jika nasionalisme adalah sesuatu hal yang penting untuk ditumbuhkan, maka saya rasa layar kaca adalah salah satu media efektif. Ajaklah nonton saudara, teman, anak, keluarga, dsb anda untuk menonton film-film yang menggugah semisal Nagabonar, Denias, Laskar Pelangi, Garuda di Dadaku, King, dsb daripada sekedar genderuwo vs tuyul. Jika anda adalah orang yang bekerja di industri perfilman, maka cobalah sisipkan merah putih dalam film anda. Atau mungkin yang lebih mudah adalah sisipkan merah putih dalam blog anda. Dan semoga dunia layar kaca kita nantinya akan lebih sering dihiasi merah putih.

Rabu, 17 Juni 2009

manusia bukan sumber daya




Saya sebenarnya membuat tulisan ini terispirasi oleh tiga hal, pertama adalah tulisan seorang teman saya (http://www.facebook.com/notes.php?ref=sb#/note.php?note_id=85665998149) dan yang kedua adalah komentar seorang cawapres tentang TKI serta (yang ketiga) saya hubungkan dengan pendapat salah seorang dosen saya. Jadi pertama kali yang akan saya ucapkan adalah terima kasih kepada mereka.

Dari tulisan teman saya tersebut, saya mulai memikirkan tentang apa itu TKI. Namun ntah kenapa ketika berdiskusi dalam notes tersebut apa yang ada dalam pikiran saya hanyalah masalah untung-rugi, konteks ekonomis, dsb. Betapa biadabnya saya melihat manusia hanya sebagai sebuah objek ekonomi.

Inspirasi kedua seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya adalah komentar seorang capres dalam sebuah tanya jawab di sebuah televisi swasta (saya yakin karena saya jarang sekali nonton televisi pemerintah). Saat itu beliau ditanyai tenntang pendappatnya tentang banyaknya TKI yang disiksa di luar negeri. Hal ini tentunya sangat kontroversial mengingat saat ini TKI mendapat julukan dari pemerintah sebagai "pahlawan devisa". Kembali kepada sang capres, jawaban yang diperdengarkan sungguh membuat pikiran saya berkecamuk, beliau menjawab (seingat saya saja) bahwa beliau pernah melakukan sebuah "survei" dengan menanyakan kabar dari para TKI yang berada di bandara. Kesimpulannya adalah bahwa sebenarnya kasus penyiksaan TKI sebenarnya tidak sebesar yang diberitakan di media massa (jumlahnya kecil) dan itu adalah sesuatu yang wajar akan tetapi pemerintah tetap berkewajiban melindungi mereka. Beliau sendiri menggap TKI sebagai "pahlawan devisa" (mengingat istilah ini belum lama muncul saat pemerintahan beliau).

Ada dua hal yang membuat saya berpikir. Pertama apakah "survei" tersebut mengambil sampel secara benar mennginngat mereka yang bisa kembali ke tanah air tentu saja adalah mereka yang "sukses" dan mereka yang teraniaya tentunya tidak akan bisa pulang ke Indonesia, jadi apakah survei yang menngambil sampel "TKI sukses" bisa merepresentasikan keadaan TKI secara keseluruhan? Hal yang kedua adalah terkait berapa pun jumlahnya, sedikit atau banyak, mereka tetap saja manusia. Apakah karena hanya sedikit dan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat sehingga tidak terlalu dipersoalkan?? Bayangkan yang sedikit itu adalah kamu, saudaramu, ibumu, bapakmu, temanmu, apakah kita masih bisa berbicara seperti itu??

Dosen saya pernah mengatakan (seingat saya juga, ini inspirasi yang ketiga) bahwa yang menjadi masalah adalah adanya istilah Sumber Daya Manuisa sehingga seringkali manusia disamakan dengan Sumber Daya Alam. Contoh nyata adalah perusahaan yang memberikan intensif pada karyawannnya demi tujuan meningkatkan produktivitas perusahaan, memecat karyawan karena efektifitas perusahaan, penggunaan karyawan outsourcing, pemikiran TKI sebagai sumber devisa, dsb.

Bagi saya, meskipun manusia bisa menngeluarkan daya, tetapi tidak sepantasnya kita menggunakan dan menganggap manusia sebagai sumber daya. Sama halnya dengan lampu yang meskipun mereka mengeluarkan panas, tetapi tentu tidak sepantasnya kita menyamakan lampu dengan kompor atau memasak dengan lampu. Manusia bukanlah sebuah objek mati yang bisa kita eksploitasi seenaknya. Lantas dimana yang disebut manusiawi ketika kita melihat manusia hanya sebatas sumber daya??

Namun pada kenyataannya adalah adanya HRD, PSDM, dan sebagainya secara filosofis menunjukkan adanya anggapan semacam itu. Meskipun kini lembaga tersebut sudah mulai memikirkan memanusiakan manusia dan tidak hanya sekedar kepentingan perusahaan dan organisasi.

BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. ****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)

Sekali lagi yang perlu saya katakan dan inti dari semua tulisan ini adalah janganlah kita menganggap manusia hanya sebagai objek ekonomis, janganlah menganggap manusia hanya sebagai sumber daya. Jika ingin memberikan kenaikan upah maka lakukanlah atas dasar kekeluargaan, bukan demi meningkatkan produktivitas pekerja. Dan yang terakhir, marilah bersama kita Hakarya Gora Anggatra Nagara

Senin, 15 Juni 2009

belajar dari Iran: pilpres dua putaran


Dari judulnya pun sudah tau apa inti dari tulisan ini. Sebenarnya isu ini sudah banyak dibahas sebelumnya dalam berbagai artikel dan berbagai sudut pandang. Terlepas dari kepentingan politik apapun, kali ini saya mencoba melihat dari sisi keamanan.

Apa yang terjadi di Iran baru-baru ini adalah sebuah cerminan apa yang mungkin bisa terjadi di Indonesia. Meskipun Ahmadinejad menang mutlak, toh banyak yang tetap tidak terima. Apalagi mengingat rekam jejak pada pemilu legislatif yang cukup "parah" dan banyak masalah.

Anggap saja kita mengambil asumsi dari hasil survei akhir-akhir ini yang menyatakan kemenangan SBY satu putaran dalam populer vote. Maka pasti akan terjadi banyak pro kontra terhadap hal ini mengingat beberapa alasan.

Pertama, terkait isu penyelenggaraan PEMILU itu sendiri. Seperti yang sudah diketahui banyak orang bahwa pemilu legislatif sendiri menuai banyak kontroversi dan secara keseluruhan mengutip pendapat BEM se-Jabotabaek bahwa PEMILU 2009 adalah pemilu terburuk selama masa demokrasi (yah karena selama demokrasi baru terjadi 3x pemilu). Tentu hal ini akan menjadi isu pertama yang sangat mudah terbakar dalam keadaan yang ada. Ini juga menjadi sumber tenaga utama bagi mereka yang menolak hasil PEMILU.

Kedua adalah sengtimen anti-SBY yang kian menguat akhir-akhir ini. Apalagi mereka kebanyakan justru kebanyaka dari para pendukung SBY yang murtad dan banyak dari mereka yang berasala dari golonngan terpelajar (pengamat politik dsb). Ketakutan terburuk adalah meskipun SBY berhasil melenggang ke istana maka tekanan dari kelompok oposisi yang selama ini hanya berasal dari PDIP maka semakin kuat bukan hanya dari kalangan partai politik tetapi juga dari para anti-SBY tersebut dan tentunya pemerinntahan akan semakin rawan untuk dikudeta di tengah jalan.

Untuk alasan ketiga kita menggunakan sebuah pendekatan skenario lain (yang jika berdasar hasil survei tampaknya cukup mustahil) yaitu PEMILU satu putaran dengan pemenang bukan SBY. Tentu hal ini juga akan menimbulkan kontroverssi yang lebih hebat lagi mengingat kemenangan PD di PEMILU legislatif dan berbagai survei akhir-akhir ini. Terlepas dari benar atau tidaknya hasil-hasil survei tesebut, bisa dibilang opini yang tebentuk di masyarakat adalah SBY masih mendapat dukungan penuh dari mayoritas masyarakat secara keseluruhan.

Itu tadi merupakan beberapa skenario tentang Pilpres satu putaran. Sedangkan gambaran ideal saya tentang pilpres adalah pilpres putaran pertama dimenangkan SBY dan satu orang capres lain (bisa JK atau Mega) dengan perolehan suara yang tidak berbeda terlalu jauh tetapi tetap SBY unggul diantara kedua capres lainnya. Apapun hasilnya pilpres putaran kedua nanti, masyarakat pasti akan sudah "capek" mengurusi hal ini jadi siapapun yang kalah dan protes terhadap hasil pilpres tidak akan memiliki banyak kekuatan dan hanya akan dianggap angin lalu. Terlepas dari adanya isu pilpres dua putaran SBY akan kalah dsb, saya rasa jika memang SBY adalah pilihan rakyat (dan melihat hasil survei yang ada) maka berapa putaran pun maka dia akan tetap menang.

Satu lagi yang tentunya tidak lepas dari isu ini adalah masalah dana. Tentu saja pilpres dua putaran akan menghabiskan dana yang tidak sedikit dibanding pilpres satu putaran (kalau tidak salah sekitar selisih 9M, saya kurang pintar dalam ingatan tekstual). APakah hal ini tiidak mubadzir?

Saya jadi teringat jawaban seorang cawapres dalam acara Kick Andi beberapa waktu lalu ketika ditanyai mengapa dia mensponsori ekspedisi ke Everest (tulisannya bener gag ya??) dan menghabiskan dana yang tidak sedikit menngapa hal itu tidak digunakan untuk membeli bebek atau ddiberikan pada orang miskin saja? Maka dia menjawab,"berapakah harga diri Indonesia?! Ini masalah harga diri tidak bisa dibandingkan dengan uang"

Jadi menurut saya, ini semua demi persatuan dan kesatuan NKRI apalah arti uang 9M?? Apakah dengan uang 10M anda bisa membeli persatuan?? tentu tidak karena persatuan tidak ada yang menjual Belum lagi jika terjadi kerusuhan hinngga menimbulkan korban jiwa apakah jiwa dan keamanan dapat dibeli??

Semoga siapapun yang terpilih nanti adalah karena benar-benar mampu bukan karena popularitas semata. Amin

Sabtu, 13 Juni 2009

liberalisasi pancasila?


Pada zaman Soekarno, kita tidak perlu memperdebatkan dan bertanya-tanya apa itu Pancasila dan bagaimana menerapkannya. Karena mereka yang menciptakan Pancasila masih hidup dan mereka jugalah yang menjalankan bangsa ini. Pada zaman Soeharto, definisi Pancasila diseragamkan dalam bentuk nyata antara lain P4 dan sebagainya, meskipun pada prakteknya banyak pihak yang menilai bahwa saat itu Pancasila hanya dterjemahlkan sebagai instrumen pendukung kekuasaan presiden pada saat itu.

Setelah zaman reformasi, Pancasila agak dilupakan karena dalam semangat pembaharuan yang diusung reformasi, terdapat pula semangat untuk mengusung ideologi baru pula. Namun pada kenyataannya Pancasila meruppakan harga mati dan tidak dapat digantikan dalam konteks NKRI ini.

Setelah terlupakan selama euforia reformasi, maka Pancasila bagi sebagian orang direnungkan kembali. Kini wacana yang menguat adalah bahwa Pancasila itu fleksibel dan dapat ditafsirkan dalam berbagai pengertian dan dapat disesuaikan dengan trend ideologi yang ada saat ini. Misal saat ini yang ngetrend adalah ideologi Sosialis maka Pancasila akan diterjemahkan dalam konteks condong ke sosialis, atau jika trend saat ini adalah ideogi liberal maka yang terjadi adalah Pancasila yang condong ke liberalis??

Adalah sebuah kata-kata dari seorang ketua partai politik yang membuat saya merenungkan apa sesungguhnya yang terjadi. Dia dalam sebuah acara ngobrol ringan di pagi hari di sebuah televisi swasta mengatakan, "ketika terciptanya swasembada pangan, ketika perekonomian meningkat, ketika....dst maka sebenarnya itulah Pancasila".

Alhamdulillah saya memiliki pandangan yang cukup negatif terhadap komplotan pedagang Indomi ini sehingga saya lebih termotivasi untuk kritis terhadap mereka. Saat itu dikepala saya langsung terlintas pikiran saya, "apakah sedangkal itu dia mengartikan Pancasila? apakah Pancasila diartikan sebagai perut kenyang hidup senang? Alhamdulillah saya tidak memilih partai ini." Memang trend saat ini adalah adanya kecenderungan bagi partai baru (partai reformasi) untuk mengusung angin perubahan. Meskipun mereka tidak mengubah Pancasila dan UUD 1945, mereka mencoba menerjemahkan Pancasila sesuai perkembangan zaman dan tentu saja dengan membawa phobia Pancasila Soeharto. Sebagai koontra dari partai-partai tersebut adalah partai-partai yang berusaha mengembalikan UUD1945 dan Pancasila sebagaimana mestinya.

Kembali kepada penerjemahan, seperti yang telah saya utarakan sebelumnya, sebagian dari menerjemahkan Pancasila sesuai perkembangan zaman menerjemahkannya denngan memasukkan nilai-nilai liberal dan kapitalis yang konon katanya sedang ngetrend saat ini (meskipun krisis ekonomi 2008 membuktikan sebaliknya). Wajar saja jika mereka dalam menerjemahkan Pancasila memasukkan nilai-nilai tersebut karena pendidikan kita lah yang mencekoki nilai-nilai tersebut.

Pertanyaan yang mendasar adalah sebenarnya bagaimanakah kita harus menerjemahkan Pancasila? Apakah benar Pancasila dapat digunakan dalam bentuk multitafsir sehingga dapat tercipta Pancasila-Kapitalis? Ataukah kita yang tidak mampu menerjemahkan Pancasila tersebut? Sayang mereka yang mencipta tidak sempat menjelaskan kepada kita sebelum mereka meninggalkan surga ini.

Selasa, 09 Juni 2009

balada kios di pinggir jalan (3): obrolan orang nomer dua

DI suatu sore di sebuah angkringan, tiga orang tokoh utama kita sedang dduduk bersama. Mereka adalah Ranti, Bowo, dan Budi.
Bowo: Rant, gimana kabarmu ma uJe??
Ranti: Alhamdulillah baik-baik saja,, seperti biasa
Budi: wah kalian (uJe-Ranti) tuhenak ya,, cocok dan serasi,,
Ranti: yah,, kalo diibaratkan pernikahan,, kami itu ibarat pernikahan yang didasari rasa cinta dan saling cocok,, apalagi kami sebelumnya pernah bersama dalam waktu yang lama,,
Bowo: wah aku kalo diibaratkan pernikahan apa ya??
Ranti: kamu tuh kawin paksa,, terpaksa kawin setelah negosiasi yang alot dan panjang,, akhirnya kawin dengan berbagai syarat,,
Bowo: wahahaha,, bisa saja kaw,, Budi tuh,, perkawinan tanpa ridho orang tua,,
Budi: lah kok bisa??
Bowo: lah karena baru dikenalin aja udah menuai kontroversi dari banyak pihak,, ampe dikawinin pun masih menuai banyak kontroversi,,
Ranti: kalian itu,, mbok tirulah kami ini loh,, saling melengkapi,,
Budi: melengkapi gimana??
Ranti: yah misalnya uJe tu pinter bertindak,, kalo aku pinter ngomong,, jadi aku yang ngomong dia yang bertindak,,
Bowo: weh,, aku juga saling melengkapi lho,,
Ranti: kok bisa??
Bowo: lhaiya,, Wati gag bisa apa-apa,, terus aku bisa macem-macem,, jadi saling melengkapi donk,, hehe,, :p
Ranti: wahahahaha,, bisa aja kaw,, mbok kayak Budi tu lo adem-ayem,,
Budi: lah aku kan gak kayak kalian,, aku tuh nrimo aja,, aku kan cuma ajudan utamanya Tuan Indomi,, aku kan gag paham apa-apa tentang kios,, taunya cuma sambel inflasi ma toko Makro,,
Ranti: wah kalian tuh harus banyak niru kami,, kami tu bener-bener pasangan yang pas,, segala tugas dibagi dengan adil,, soal "tanggung jawab" misalnya,, uJe kebagian yang "tanggung" aku kebagian "jawab"-nya,,
Bowo: wah hebat juga yah,, kalo aku mah dikasih tanggung jawab ngurusi ekonomi,, kalo soal lainnya,, aku juga yang ngurusin paling,, tanggung jawab gagtaw deh siapa,, harusnya si Wati yang tanggung jawab,, dia kan yang nyewa kios,, :p
Budi: wah kalo saya gagtaw,, paling itu semua diurusi Tuan Indomi,, aku taunya cuma ngitung duid dan suku bunga,, gagtaw apa-apa tentang kios,,

(sekali lagi, cerita ini hanyalah fiktif semata)

Senin, 08 Juni 2009

balada kios dipinggir jalan (2): ribut

Tuan Indomi: bung, kalo nyewa kios jangan nyambi jadi lurah dong,, nntar gag bisa fokus trus kiosnya terlantar,,
uJe: loh,, apa hubungannya?? saya emang lurah tapi bukan berarti saya tidak boleh nyewa kios kan??
Tuan Indomi: yah kan nanti kamu gag fokus,, nanti kamu berpotensi mencampuradukkan urusan kelurahan ma kios,, jangan2 ntar kalo mo bikin KTP gag di kelurahan tapi di warung mu,,
uJe: yah gag gitu lah,, bukan berarti potensi itu pasti terlaksana kan?? lagian sejarah membuktikan yang sering mencampuradukkan -zamannya Pak Soeharyo dulu-, justru malah orang kayak kamu itu,,
Tuan Indomi: tapi secara logika kan kamu yang lebih berpotensi!!!
uJe: tapi sejarah membuktikan justru orang macam kamu itu yang mencampuradukkan kepentingan,, Pak Haryo dulu emang bukan politikus tapi setelah keluarganya nyewa kios terus malah jadi politikus dan mencampuradukkan kepentingan!!! Lagian sapa sih yang suka pamer2in keluarga??
Tuan Indomi: Loh sapa yang pamer? aku tu menunjukkan kalo aku tu bisa mengatur keluarga dengan baik,, berarti aku juga bisa mengatur kios dengan baik. Lagian setelah aku yang nyewa kios toh nyatanya kiosnya jadi tambah BERSIH. tetapi tetap saja orang macam kamu punya potensi yang besar
uJe: gag semua orang macam kami kayak gitu
Tuan Indomi: gag semua orang macam kami juga kayak gitu
(tiba-tiba wati datang dengan MegaPro-nya)
Wati: kalian tu tokoh panutan og malah saling berantem
Tuan Indomi & uJe: NGACA!!!! dulu pas pemilu legislatip sapa yang suka ribut?!!! sapa yang nolak BLT tapi malah mengawal?!
Wati: jadi malu (tersipu malu)
uJe: btw kamu kok sekarang jadi pendiem??
Wati: lah aku bingung mo ngomong apa,, tar kalo salah ngomong bisa berabe malah,, apalagi kalo ditanyai pertanyaan sulit-sulit,, makanya mending si Bowo tu yang tak suruh ngomong,,
uJe: yah ngomong gagpapa asala berbobot,, ngomongin Joe Bidden misalnya,, ato sepatu cibaduyut,, daripada cuma nyanyi-nyanyi doank,,
Tuan Indomi: sirik aje lu!!! kalo gag bisa nyanyi gag usah komentar,, kalo cuma pernah ngobrol ma bule aja bangga,, aku nih diakui jadi 100tokoh paling berpengaruh sama bule,, lebih keren kan??
Wati: (diem)
uJe: alaah,, itu akal2an si bule aja muji2 kamu supaya ntar dia dapet untung,,
Tuan Indomi: enak aje,, sirik aje lu,, pokoknya sekali indomi tetap indomi,, indomi presidenku!!!
Wati: (diem)
uJe: ikan kembung maen gadul,, gag nyambung dul!!!
Tuan Indonmi: weh kamu kok jadi ikut-ikutan aku maen pantun?? itu jatahku kale,,
uJe: yawdah aku maen yoyo aja,,
Wati: weh aku yang maenan yoyo duluan,, kamu jangan ikut-ikutan!!!
Tuan Indomi: iya tuh si uJe ikut-ikutan mulu,,
uJe: berisik,, udah ah aku maen ke tempet laen dulu,,
Tuan Indomi: kerja kok ditinggal-tinggal,, beresin dulu tuh kerjaanmu,,
uJe: aku kan kerjanya cepet,, terserah aku dong mo kampanye mulu,, yang penting kerjaan beres,,

situs yang terkait:
potensi campur aduk by tuan Indomi
bantahan potensi campur aduk by uJe
sepatu
joe biden
nyanyi

Minggu, 07 Juni 2009

balada kios dipinggir jalan (1)


Alkisah terdapatlah seorang juragan kaya pemilik sebuah kios dipinggir jalan. Kios tersebut sangatlah berpotensial dan letaknya sangat strategis. Kini hampir selesai kontrak 5tahun penyewaan kios tersebut dan saatnya pembaharuan kontrak untuk 5 tahun mendatang. Namun sang pemilik kios masih bingung akan menyewakan kiosnya tersebut kepada siapa.
Selama 5tahun ini, kios tersebut dikontrakkan kepada dua orang perantau dari pacitan dan dari makassar. Dan selama ini sebenarnya apa yang dilakukan mereka tidaklah buruk, mereka menggunakan kios tersebut untuk berjualan makanan. Mungkin jika mereka berdua memperpanjang kontrak mereka untuk 5 tahun ke depan sang juragan akan langsung menyetujuinya. Akan tetapi kenyataan berkata lain. Kini dia dihadapkan pada 3 penyewa yang berbeda.

Penyewa yang pertama adalah salah satu dari penyewa terdahulu yang berasal dari Makassar. Namanya uJe, kini dia berpisah dengan temannya dari Pacitan dan berniat menyewa sendiri dengan istrinya yang juga merupakan teman lamanya, atau boleh dibilang juga sebagai mantan pacarnya.
Selama lima tahun ini, dia merasa diperlakukan tidak adil oleh kawannya dari Pacitan tersebut. Betapa tidak, uang modal usaha usaha sebagian besar dari dirinya. Akan tetapi selama ini dia lah yang banyak memasak di dalam dapur sedangkan temannya dari Pacitan tersebut hanya asyik2an duduk di meja kasir. Jika ada pelanggan yang komplain, langsung saja uJe disuruh maju, jika ada pelanggan yang puas, maka temannya dari Pacitan tersebut datang tersenyum dan menyalam pelanggan tersebut. Sehingga tidak heran jika temannya-lah yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai pemilik warung makan tersebut, sedangkan si uJe yang notabene penanam modal yang terbesar hanya dianggap sebagai pegawai rendahan.
Hal ini lah yang menyebabkan mereka berpisah. Selain itu si uJe sendiri pengin segera kawin. Sehingga dia pengen punya usaha milik dia sendiri sebagai modal perkawinannya. Karena keburu pengen kawin inilah maka masyarakat sekitar memanggil uJe dengan sebutan uJe KaWIN (JeKaWin).
Kini dia dengan istrinya yang dulu sempat berpisah selama beberapa saat karena istrinya menginginkan untuk mendirikan partai sendiri berniat mengontrak kios tersebut untuk dijadikan warung makan seperti sebelumnnya dengan ditambahkan toserba di dalamnya yang disebut warung Nusantara. Kehadiran warung Nusantara ini tentu sangat diharapkan oleh para pedagang sekitar karena mereka yakin nantinya keberadaan warung ini akan membantu mereka dalam kulakan dan mereka tidak perlu repot-repot memasak karena mereka adalah orang-orang sibuk.

Penyewa kedua adalah seorang penjual sepeda motor Honda. Oleh masyarakat sekitar mereka sering dipannggil si MegaPro, bukan karena mengapa tetapi karena setiap kali berpergian mereka selalu menggunakan salah satu sepeda motor dagangan mereka yaitu MegaPro. Padahal nama asli merekaa adalah Wati dan Bowo. Wati sebelumnya sempat mengontrak kios ini namun hanya selama 3 tahun menggantikan pengontrak sebelumnya yang secara tidak sengaja terkena sakit mata. Wati sendiri telah lama menggeluti dunia ini sehinngga memiliki jaringan yang cukup luas dan pelanggan yang setia. Kini dia dibantu temannya seorang saudagar kaya mantan polisi ingin mencoba usaha mereka kembali di kios tersebut.
Mereka ini memang cukup berbeda dengan dua penyewa lainnya yang ingin menggunakan kios tersebut untuk berjualan sehari-hari. Mereka lebih membidik konsumen yang mementingkan harga diri daripada sekedar makanan karena mereka percaya, jika masyarakat memiliki sepeda motor sendiri maka mereka akan bisa mencari uang sendiri sehingga mereka bisa membeli makanan dari pekerjaan mereka itu. Tentu saja kedua orang ini sangat diharapkan oleh para masyarakat pengangguran dan masyrakat pecinta motor.

Sedangkan penyewa yang ketiga adalah penyewa yang sebelumnya. Dia adalah anggota dari PPIR (Persatuan Pedagang Indomi Rebus) dan dia sangat bangga dengan hal itu sehingga dia senang sekali mengidentikan dirinya dengan indomi. Dia biasa disebut Tuan Indomi. Sebenarnya Tuan Indomi ini tidak menyebutkan secara jelas mau menggunakan kios tersebut untuk apa nantinya, dia hanya berkata akan me-lanjutkan menyewa untuk 5 tahun kedepan. Kini dia ditemani pembantunya yang setia bernama Budi yang baru saja dia angkat baru-baru ini. Jujur selama ini dia menngaku kecewa dengan temannnya yaitu si uJe dalam menjalankan bisnis ini karenaa terkadang si uJe itu berbuat semaunya sendiri tanpa berembug denganya dahulu. Makanya kini dia lebih memilih seorang pembanntu untuk menemaninya daripada seorang partner bisnis.
Tuan Indomi ini di mata masyarakat umum terkenal sebagai orang yang "alon-alon waton kelakon", santun, murah hati, dan disenangi ibu-ibu karena ketampanan dan postur tubuhnya. Apalagi akhir-akhir ini dia rajin ke masjid sehingga banyak orang yanng makin bersimpati kepadanya. Secara umum, banyak orang bersimpatik padanya dan percaya padanya sehingga meskipun dia tidak mengatakan akan digunakan untuk apa kios itu nantinya tetapi ada semacam kepercayaan dari pemilik kios dan masyarakat sekitar bahwa si Tuan Indomi ini nantinya akan melanjutkan usahanya yang dahulu.

Kini pemilik kios ddsedang mempertimbangkan siapakah diantara mereka yang cocok menempati kios tersebut. Karena pemilik kios tersebut berharap kiosnya akan digunakan untuk yang terbaik.

Sabtu, 06 Juni 2009

bermain odol


Dalam sebuah acara ajang pencarian bakat (sebut saja "endosan odol") di sebuah stasiun televisi swasta beberapa bulan yang lalu, terdapat sebuah hal yang menarik. Dua kandidat yang sejak awal paling dijagokan (sebut saja Aji dan Aris), ternyata salah satunya gagal mencapai babak final. Padahal kedua orang ini sejak awal disebut-sebut sebagai calon kuat finalis ajang tersebut. Akan tetapi apa boleh dikata (dan sebaiknya tidak usah berkata-kata), Aji telah tereleminasi sebelum mencapai babak final. Hal seperti ini juga telah pernah terjadi dalam sebuah ajang pencarian bakat sejenis (sebut saja "akademi frustasi endonesa") di sebuah stasiun televisi lainnya.

Dalam ajang ini memang bukanlah kualitas yang utama, tetapi popularitas. Tiidak penting apakah suara anda merdu bagaikan suara kecapi yang indah ataupun bagai mesin bubut, yang penting adalah seberapa banyak sms yang mendukung kontestan. Anda juga tidak harus seorang yang benar-benar memahami bahwa notasi # (kres) merupakan tanda menaikkan nada dan C adalah sebuah nada bukannya vitamin (bener gag ya?) yang penting adalah anda memiliki HP dan ada pulsanya. Itulah ajang popularitas.

Kini gantilah lagu musik dengan politik, SMS dengan DPT, dan kontestan dengan capres, maka anda akan temukan sebuah ajang pencarian bakat terbesar di negara ini. Tidak perlu anda memiliki jiwa kepemimpinan yang hebat dan keahlian dalam berpolitik, yang penting hanyalah anda memiliki dukungan. Dan anda tidak harus menjadi orang-orang yang peduli dan memahami negara ini, yang pentiing anda adalah warga negara ini. Anda juga tidak harus seseorang yang benar-benar memahami segala sesuatu tentang negara dan politik, cukuplah anda menjadi nasionalis musiman dan pengamat politiikus karbitan untuk dapat menentukan pilihan.

Apakah tulisan saya ini bermaksud merendahkan demokrasi? Tentu saja tidak karena apa yang saya lakukan adalah menjalankan demokrasi dengan menghinanya. Anggap saja aku memukul seseorang dengan palu lantas saya katakan,"itu karena aku peduli padamu." Tapi ntah juga jika sebagian orang beranggapan bahwa kritik itu sesuatu yang tidak sopan.

Apa yang saya lakukan hanyalah melanjutkan tulisan saya sebelumnya yang berjudul "seberapa hebatkah demokrasi?" (http://gagdongemail.blogspot.com/2009/01/seberapa-hebatkah-demokrasi.html) dan menngaiitkannnya dengan apa yang terjadi saat ini. Saya sendiri percaya bahwa konsep demokrasi secara garis besar adalah sesuatu yang bertujuan baik, akan tetapi saya masih kurang setuju dengan penjabaran demokrasi ke dalam hal-hal yang lebih spesifik.

Jika demokrasi diartikan sebagai kebebasan seseorang dalam mengeluarkan pendapat, maka yang perlu disoroti adalah:
1. bahwa terdapat juga kebebasan seseorang untuk tidak berpendapat
2. apakah pendapat individu tersebut adalah sesuatu yang tepat
3. apakah pendapat tersebut perlu dijalankan

Maksud saya pada poin pertama adalah memang seseorang memiliki hak untuk berpendapat, tetapi perlu disoroti juga bahwa seseorang juga boleh untuk tidak berpendapat. Mungkin orang tersebut merasa kurang ahli dalam hal tersebut dan memilih percaya kepada orang yang lebih ahli. Sebuah contoh nyata yang terjadi dalam pemilu legislatif kemarin adalah ketika saya mencontreng partai dan bukan caleg. Mengapa? Karena saya tidak mengenal caleg-caleg tersebut (merasa kurang ahli dalam hal tersebut) sehingga saya memilih untuk mencontreng partai dengan anggapan bahwa partai lebih tahu mana kadernya yang terbaik dengan segala kekurangannya (percaya kepada orang yang lebih ahli).

Poin yang kedua adalah seberapa tepat pendapat tersebut. Apakah pendapat seseorang yang belajar di psikologi tentang sistem ekonomi adalah sesuatu yang tepat ataukah sebuah pendapat ngawur? Apakah pendapat para nasionalis musiman yang hanya peduli pada negaranya mendekati pemilu adalah sesuatu yang benar? Maka itu perlu direnungkan kembali. Bisa jadi pendapat yang ada hanyalah pendapat ngawur yang dilanndaskan perasaan iseng dan berharap untuk diluruskan tetapi bisa juga itu adalah sesuatu yang benar. Karena kita telah memiliki kepala masing-masing maka berpikirlah.

Poin yang ketiga adalah apakah pendapat tersebut perlu dilakukan. Baiklah memang seseorang bebas untuk berpikir dan berpendapat, akan tetapi bukan berarti setiap orang bebas untuk bertindak dan berbuat. Bukan berarti setiap pendapat yang ada harus ditindaklanjuti dan dilaksanakan. Alangkah perlunya untuk dikaji kembali.

Inilah beberapa alasan mengapa saya lebih menyukai sistem pemilihan presiden pada orde baru (dipilih DPR MPR) dibanding pada masa reformasi (pemilihan langsung) dalam beberapa hal. Yang pertama adalah jika dipilih oleh DPR MPR maka saya yakin bahwa mereka yang bermusyawarah disana harapannya adalah orang-orang yang benar-benar mengerti dan memahami megara ini dan bukanlah politikus karbitan ataupun nasionalis musiman meskipun terkadang antara harapn dan kenyataan tidak memiliki korelasi positif yang cukup signiifikan, tetapi sacara sistem itu lebih tepat menurut saya (toh dengan pemilihan langsung juga tidak menunjukkan perbedaan hasil yang cukup signifikan). Yang kedua adalah apakah masyarakat memiliki kemampuan yang cukup dalam hal ini untuk (minimal) menngetahui mana yang baik dan mana yang buruk untuk Indonesia. Dan bagian yang terakhir adalah apakah pendapat masyarakat ini adalah sesuatu yang tepat dan perlu dilakukan untuk kebaikan bangsa ini ataukah tidak.

Semoga idola yang terpilih kali ini adalah orang yang benar-benar mampu dan bukan hanya sekedar populer. Amin.

Rabu, 03 Juni 2009

orang nusantara


kami adalah orang-orang kulit berwarna
bukan kulit putih eropa

kami tinggal di surga
dimana semua orang berebut tanah ini

kami adalah orang-orang sederhana
bukanlah pemburu materi

kami adalah pelaut handal
pembuat Pinisi
pengarung samudra

kami bangsa pedagang
menyebrangi lautan sejak ratusan tahun silam

kami adalah orang-orang terhormat
mengakkan muka berdiri sejajar

kami hidup dengan senyuman
bukan dengan harta

kami pengolah tanah
menumbuhkan emas dari sawah-sawah kami

kami adalah orang yang ramah
tersenyum pada orang lain
memuliakan tamu

kami bukanlah bangsa Indonesia
karena itu hanya ilusi dan impian

kami bukanlah sebuah bangsa
tetapi puluhan, bahkan ratusan

jawa, batak, papua, maluku, sunda, badui,
dan ratusan lainnya

kami adalah keturunan Soedirman
yang memilih hutan sebagai rumah
daripada istana sebagai orang rendah

kami adalah orang Nusantara!!!

ratusan tahun lalu
kami berdiri di bawah panji Sriwijaya
dan berjaya!!!

ratusan tahun lalu
kami berdiri di bawah panji Majapahit
dan berjaya!!!

sekarang
kami berdiri di bawah panji Indonesia
dan berjaya?

sekali lagi,
kami adalah orang Nusantara!!!

kami bukanlah bangsa jajahan Belanda
bukan jajahan Inggris, Portugis,
bukan pula Jepang

kami orang Nusantara!!!
pelaut tangguh, petarung hebat, pedagang unggul
tinggal di negeri surga

kami orang yang hidup dengan hati dan perasaan
bukan dengan materi

kami orang merdeka yang berdiri tegak
bukan bangsa yang berhasil melarikan diri dari penjajahan
kami bangsa yang disegani dan terhormat

kini kami bercampur dalam panji Indonesia
bersama budak-budak sisa penjajahan
kami tetap berdiri tegak
melihat tajam ke depan
hidup dengan prinsip dan harga diri
diantara orang-orang yang hidup dengan makanan

inilah kami,
orang Nusantara!
lalu kamu?
dan aku?

negara emosi


Berteriaklah kau tentang kemerdekaan dan harga diri bangsa
maka kau akan mendapatkan dukungan dari kaum radikal

Berteriaklah kau tentang PANCASILA dan UUD 1945
dan kaum nasionalis akan berada disebelahmu

berteriaklah kau tentang perekonomian makro
dan para ekonom kelas atas akan setuju padamu

berteriaklah kau tentang harga pupuk
dan kau akan mendapat dukungan dari petani

berteriaklah kau tentang hak-hak buruh
dan mereka akan berbondong-bondong mendeklarasikan dukungannya untukmu

berteriaklah kau tentang pelegalan outsourcing
dan para pemilik pabrik akan memberimu dana kampanye

berteriaklah kau tentang pasar bebas
maka kau akan mendapat dukungan dari negara Barat

berteriaklah tentang otonomi daerah
dan kau akan didukung oleh orang-orang pedalaman

hapuslah UU BHP
dan aktivis mahasiswa akan meneriakkan namamu dalam demonstrasi mereka

tampillah sebagai orang yang teraniaya
lemparkan isu-isu negatif tentang dirimu
dan kau akan mendapat simpati dari rakyat

dan milikilah postur fotogenik
dan kau akan populer dikalangan masyarakat

saudaraku, semudah itulah mencari dukungan
kini aku akan maju sebagai presiden dan meneriakkan itu semua
dan semua orang akan memilihku
semudah itu

mereka berkata telah menggunakan otak mereka dalam memilih
tetapi aku tahu, perasaan lah yang berperan
maka sangat mudah mempermainkan perasaan

dan ketika orang-orang pintar berkata pada mereka
"kalian telah dipermainkan dengan sangat cerdik"
maka para pedukungku akan berkata
"sungguh engkau termasuk orang yang dzalim"
karena mereka telah aku butakan
dengan perasaan mereka sendiri

sungguh, Saudaraku
jika engkau masih saja menertawakan orang-orang di selatan fakultas hukum
maka engkau tidak akan pernah melihat secara objektif

sungguh, Saudaraku
jika engkau tidak memiliki keimanan
maka engkau tidak akan pernah menemukan kebenaran

Saudaraku,
memang mata kita ada dua
tetapi semua berada di depan
dan kita tidak akan bisa melihat
apa yang ada di belakang kita
jika kita tidak pernah berbalik

tapi ah,
kau tidak akan mendengarkanku
karena kamu suka dengan apa yang kau lihat saat ini
meskipun itu hanya tipuan mata


*terinspirasi dari sebuah artikel menarik dari ES ITO tentang bukan negara instan di http://esito.web.id/2009/05/bukan-negara-instan/comment-page-1/#comment-204