Kamis, 26 Mei 2011

Pe-ubah-an

Mungkin kita hanya membutuhkan sekejap saja ketika memutuskan untuk berubah, tetapi butuh waktu yang lama untuk melakukannya.

dalam kenangan
Satu tahun lalu, tanah subur ini masih elok dipandang mata. Hijau memenuhi pandangan di segala sisi dengan cahaya menyupu di antara dedaunan. Dingin udara menambah khidmat suasana. Oksigen berkeliaran dengan bebas tanpa disesaki oleh asap kehitaman dari kota.

Dan sekejap malam itu semua sirna. Abu dan abu abu, itu lah yang tampak sejauh mata mampu menjangkau. Malam yang mencekam itu mengubah segalanya. Berubah yang sering digadang-gadang oleh mereka pengejar mimpi sebagai suatu harapan dan kepastian pada nyatanya tidak seindah itu.

berubah
Kita seringkali lupa, berubah terkadang juga berarti meninggalkan apa yang telah ada. Berubah bukan sekedar menambah tetapi juga menghapus yang lalu. Tiap perubahan itu memerlukan pengorbanan.

Berubah juga bukan hanya tentang keputusan. Berubah adalah tentang apa yang kita lakukan setelahnya. Biarlah yang lalu terhapus dan gantikan dengan yang baru. Percayalah dan berusahalah agar yang esok lebih baik dari yang lalu.

Selasa, 24 Mei 2011

Salah Siapa?

Salah Siapa? Pertanyaan retorika yang biasa bersarang di ujung sebuah narasi panjang tentang permasalahan. Mengajak pembaca untuk berpikir lebih dalam mengenai masalah.

Salah Siapa? Frase yang terdiri dari dua kata menunjuk pihak, inidividu, atau kelompok atas suatu permasalahan. Sebuah bentuk pelemparan tanggung jawab dari permasalahan. Menimbulkan rasa permusuhan.

Salah Siapa? Kata-kata egois yang menunjukkan bahwa diri sendiri tanpa cacat dan kesalahan sejatinya hanya milik orang lain. Bukan manusia setengah dewa seperi dirinya. Arogansi memandang diri tercampur narsistik. Karena pada akhirnya ujung jari kita lebih condong terarah kepada orang lain daripada diri sendiri.

Salah Siapa? Membuat para pembaca terbenam dalam ke dalam permasalahan. Terkurung dalam masa lalu permasalahan bukan menatap solusi masa depan. Keadaan stagnan, bahkan mungkin ke belakang.

Tidaklah penting siapa bersalah atas apa, tapi apa yang mampu kita lakukan untuk memperbaiki kesalahan tersebut dan tidak lagi mengulanginya.

Sabtu, 21 Mei 2011

Tantangan Reformasi

asiantribune.com
Beberapa hari yang lalu sebuah lembaga survey Indonesia mempublikasikan sebuah hasil yang mengejutkan. Orde Baru yang selama ini seringkali dihina-hina pasca reformasi ternyata menurut hasil survey justru lebih disukai masyarakat. Hasil ini menjadi tamparan keras bagi bagi masyarakat anti orde baru dan para aktivis reformasi.

Reformasi yang pada menjanjikan perubahan yang lebih baik pada prakteknya berbeda dengan pendapat masyarakat. Orde Baru justru dianggap memberikan keadaan yang lebih baik disbanding reformasi yang digadang-gadangkan selama ini. Apa penyebabnya?


BANDUL

Jika kita mau menengok kembali sejarah kita, sebenarnya hal ini bukanlah sesuatu yang baru dan luar biasa. Sejarah mencatat bagaimana masyarakat begitu membenci Presiden Soekarno ketika beliau lengser. Soekarno yang pada kala itu dianggap gagal membangun Indonesia lebih dari sekedar monument-monumen begitu dibenci masyarakat hingga menimbulkan beberapa aksi demonstrasi. Namun beberapa tahun setelah itu, Presiden Soekarno kembali dipuja-puja dan dianggap sebagai pahlawan di mata masyarakat.

Peristiwa semacam ini juga terjadi pada masa Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Maka bukan tidak mungkin hal ini juga terjadi pada Presiden Soeharto. Ibarat Bandul yang mengayun dari suatu keadaan akan beralih ke keadaan lain yang sebaliknya. Namun pada akhirnya bandul tersebut akan kembali di tengah setelah sekian lama berayun.

Begitu juga dengan Presiden Soeharto yang pada masa orde baru begitu dipuja-puja. Lalu pada masa reformasi bandul tersebut beralih ke keadaan sebaliknya dimana beliau diinjak-injak. Berikutnya seperti apa yang terjadi pada bandul keadaan ini akan terus berubah hingga pada akhirnya nanti berada di tengah atau pada posisi netral.


KETEGASAN

Salah satu kekurangan terbesar dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang paling mencolok adalah kurangnya ketegasan. Celakanya Presiden Soeharto justru terkenal karena ketegasannya. Bisa jadi inilah yang menyebabkan masyarakat justru menilai orde baru jauh lebih baik daripada masa reformasi.

Hasil survey ini bisa jadi adalah bentuk protes masyarakat untuk menuntut ketegasan dari pemimpin mereka. Masyarakat menginginkan seorang pemimpin yang tegas dalam memimpin mereka. Keinginan ini memenuhi pikiran masyarakat hingga muncul anggapan bahwa ketegasan adalah segala-galanya. Ketidaktegasan menjadi indikator utama penilaian dan mempengaruhi keseluruhan anggapan masyarakat.


KENYATAAN ATAU KEBAHAGIAAN

Masa Orde Baru seringkali dianggap juga adalah resim penuh kepalsuan. Dimana semua informasi yang ada diatur dan sebagian dimanipulasi supaya tampak menjadi lebih baik. Ini juga yang mendasari munculnya reformasi. Masyarakat menginginkan sebuah kenyataan bukan lagi tipuan-tipuan penguasa. Namun seringkali kita lupa bahwa kita justru berbahagia dibalik tipuan-tipuan tersebut dan menderita di dalam kenyataan. Lalu manakah yang lebih penting antara kebahagiaan dan kenyataan?

Sebuah penelitian menarik dilakukan oleh Raj Raghunathan, Ph.D. menunjukkan bahwa ternyata manusia lebih memilih kebahagiaan daripada kebenaran. Ini bukanlah suatu hal yang mengejutkan karena memang bagi sebagian ilmuwan psikologi menganggap tujuan utama dari perilaku manusia adalah untuk mencari kebahagiaan. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa manusia akan lebih memilih kenyataan daripada kebahagiaan setelah kebahagian tersebut tercukupi. Maka anggaplah bahwa pada masa orde baru kita memperoleh sebuah keadaan yang membahagiakan kita. Lalu orientasi kita berubah pada kebenaran. Celakanya setelah kita menemukan kebenaran yang tidak membahagiakan tersebut orientasi kita kembali beralih pada kebahagiaan itu sendiri dengan menganggap Orde Baru lebih baik.


BONGKAR

Keontjaraningrat (1974) pernah menjelaskan keadaan sosial yang terjadi pada masa revolusi. Dalam proses tersebut terjadi penjebolan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dari suatu rezim untuk kemudian digantikan dengan nilai-nilai yang baru. Namun seringkali penjebolan nilai-nilai tersebut menjadi yang utama dan pembangunan nilai-nilai baru justru terabaikan.

Reformasi sebagai revolusi ketiga dalam sejarah Indonesia juga mengalami hal demikian. Kita terlalu asik menjebol rezim orde baru sehingga lupa bahwa tujuan kita adalah membangun sebuah tatanan masyarakat baru. Reformasi tidak terjadi pada tahun 1998 tetapi jauh lebih dari itu reformasi adalah saat ini. Reformasi adalah ketika kita membangun suatu tatanan masyarakat yang baru bukan saat kita menghancurkan tatanan yang lama. Karena reformasi bukanlah apa yang kita hancurkan tetapi apa yang akan kita bangun.

Jumat, 20 Mei 2011

Menuntut

menuntut tuntut menu nuntut buntut menun nuntu untut untu kentut!

Ketimpangan Sosial dan Pancasila

blog.man5marabahan.co.cc
Ketimpangan yang terjadi akibat tidak meratanya pembangunan telah menimbulkan berbagai bentuk protes dalam masyarakat. Mulai protes berupa pernyataan tertulis atau pernyataan terbuka seperti yang sedang marak akhir-akhir ini dalam bentuk sorotan tajam terhadap pemborosan anggaran yang dilakukan oleh lembaga legislatif, hingga aksi-aksi destruktif misalnya pencurian, perampokan, dan sebagainya. Tidak jarang pula kita jumpai kasus-kasus semisal anak SD yang gantung diri karena tidak memiliki seragam baru atau siswi SMP yang menjual dirinya demi mengikuti gaya hidup teman-temannya yang hedonis. 

Padahal Pancasila sebagai sebuah cita-cita mendambakan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan yang tercantum pada sila kelima. Maka kini kita bertanya-tanya, apakah gerangan yang terjadi pada Pancasila? Pancasila sering diagung-agungkan sebagai sebuah sistem nilai ideal bagi masyarakat Indonesia. Namun kenyataannya hingga saat ini dimanakah letak keadilan?

Keadilan 
Salah satu cerita klasik tentang keadilan adalah Robin Hood. Kisah ini menceritakan tentang seorang bangsawan yang pada akhirnya mendedikasikan dirinya menjadi seorang yang mencuri dari mereka yang kaya dan dibagikan kepada mereka yang miskin. Adilkah? 

Deddy Mizwar dalam sinetronnya Para Pencari Tuhan membuat sebuah anekdot lain dari kisah ini. Diceritakan seorang yang berusaha menjadi Robin Hood dengan mencuri dari orang yang kaya dan dibagikan kepada mereka yang miskin. Namun ternyata mereka yang dirampok kaya adalah karena hasil jerih payah usaha mereka sendiri. Di satu sisi mereka yang dibagikan hasil rampokan tersebut miskin karena tidak mau berusaha. Lalu dimana letak keadilan dari Robin Hood ini? 

Ada berbagai macam bentuk keadilan. Keadilan Substantif misalnya yang mendefinisikan keadilan sebagai suatu keadaan sama rasa sama rata. Jika ini yang dijadikan acuan, maka Robin Hood merupakan seorang pahlawan. Keadilan semacam ini biasanya dianut oleh negara-negara komunis sosialis dimana pemerintah mencoba untuk melakukan pembatasan kepada masyarakatnya untuk kaya dengan memeratakan pendapatan. 

Lain halnya dengan Keadilan Prosedural, keadilan ini mendefinisikan keadilan sebagai keadaan yang memberikan kesempatan yang sama pada tiap individu. Sehingga keadilan tidak harus dicapai dalam kondisi dimana semua orang menjadi kaya atau miskin. Tetapi hak dari tiap-tiap individu untuk menjadi kaya atau miskin tergantung dari usaha mereka sendiri. Keadilan semacam ini biasanya dianut oleh negara-negara kapitalis liberalis. 

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 
Pada masa orde baru, pemerintah berusaha mengejawantahkan Pancasila sebagai tatanan nilai ke dalam butir-butir perilaku yang kemudian biasa dikenal sebagai Butir-Butir Pancasila atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Meski prakteknya ini menjadi sebuah bentuk indoktrinasi tanpa kompromi bagi penguasa saat itu, tetapi jika kita mau jujur apa yang tercantum dalam butir-butir tersebut bukanlah suatu hal yang salah. Butir-butir tersebut lahir dari pemikiran para cendekiawan-cendekiawan masa itu. Hanya saja cara penyampaiannya yang tidak tepat dan adanya pemanfaatan yang tidak sesuai pada tempatnya membuatnya menjadi melenceng dari maksud yang sebebarnya. 

Dalam butir-butir sila kelima disebutkan beberapa poin antara lain adalah Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. Poin ini menjelaskan sebuah bentuk keadilan yang berbeda dengan konsep keadilan substantif maupun porsedural. Individu boleh saja kaya tetapi di atas haknya untuk menjadi kaya tersebut ada sebuah kewajiban lain yaitu untuk menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar. Kekayaan tidak berarti kita boleh melakukan segala sesuatunya karena itu hak, tetapi kita harus juga menjaga perasaan agar tidak terjadi kesenjangan sosial seperti yang terjadi saat ini. Dalam perilaku nyata yaitu kita tidak boleh menggunakan kekayaan kita untuk hal-hal yang bersifat pemborosan terlebih di saat masyarakat di sekitar kita masih banyak yang miskin. 

Lebih dari itu kita juga dituntut untuk dapat melakukan pemberdayaan terhadap orang lain agar mereka dapat merasakan kekayaan atas hasil usaha mereka seperti yang tercantum dalam butir Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. Kita tidak hanya sebatas memberi ikan kepada mereka yang kurang beruntung tetapi juga mengajari bagaimana mereka memancing agar dapat merasakan hidup makmur. 

Jika ini benar-benar diterapkan oleh seluruh lapisan masyarakat mulai dari pejabat hingga rakyat biasa saya yakin ketimpangan sosial yang terjadi tidak akan separah ini. Ini hanyalah sebuah contoh bagaimana Pancasila sebagai suatu sistem nilai menjawab tantangan-tantangan masa kini. Masih banyak hal yang dapat kita gali dari Pancasila. 

Pasca Reformasi muncul sikap anti Pancasila karena pada masa orde baru seringkali Pancasila dijadikan alat melanggenggkan kekuasaan. Namun yang justru terjadi kekacauan semakin merajalela pada semua tingkatan masyarakat. Maka sudah saatnya kita kembali pada Pancasila, produk asli Indonesia daripada sibuk berdebat mana yang lebih baik antara liberalis kapitalis maupun sosialis komunis. Pancasila sebagai nilai yang kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari demi mencapai terwujudnya Pancasila sebagai gambaran ideal masyarakat Indonesia.

Rabu, 11 Mei 2011

Petunjuk

Hikmah itu datangnya dari berbagai jalan, bahkan dari yang buntu sekalipun. Alhamdulillah.

Kamis, 05 Mei 2011

Pedang

Jikalau kita diberikan sebuah pedang yang paling tajam di dunia akankah kita rela untuk hanya menyimpannya atau kita lebih memilih untuk menggunakannya meski itu hanya akan menyakiti?