Namun biru, telah memberi nuansa tersendiri selama satu dekade terakhir. Dimulai dari sebuah warna dengan intensitas yang cukup kecil di tahun 2004 sebuah siratan kecil yang tidak akan disangka menjadi dominan dalam dua kali lima tahun. Akan tetapi di bawah tangan dingin dari Bapak yang sering disebut sebagai ahlinya pencitraan, biru mampu menjadi dominan dan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Sebuah demokrasi tidak berjalan dengan tenang, namun disitulah demokrasi. Banyak hiruk pikuk selama sepuluh tahun terakhir, namun itu justru menguatkan arti demokrasi yang sesungguhnya. Demokrasi yang memberikan ruang atas ketidaksetujuan, tanpa mengganggu perjuangan yang sedang dilakukan. Bukan demokrasi yang saling menumbangkan kekuasaan ataupun mengkudeta kemakmuran suatu bangsa.
Sebuah pertumbuhan tidak berjalan dengan mudah, namun itulah arti dari perjuangan. Ekonomi kita tidak melesat menjadi yang terbaik, tetapi tumbuh konsisten menuju yang terbaik. Semua butuh proses. Siapa sangka di tahun 2008 dunia mengalami krisis namun kita hampir tidak merasakannya? Dan kini negara dunia ketiga yang selama ini dipandang sebelah mata mulai bangkit seiring perpindahan poros dunia yang tidak lagi terpusat kepada negara persatuan.
Sebuah keadilan yang hakiki hanya akan terwujud pada hari pembalasan, namun kita bisa berusaha mewujudkannya saat ini. Keadilan bukan berarti tidak ada penjahat, namun keadilan adalah tentang memberikan hukuman kepada yang berlaku jahat dan penghargaan kepada yang berlaku baik. Pada satu dekade ini banyak kasus korupsi bermunculan, namun itu berarti bahwa pengadilan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya intervensi dari penguasa yang ada.
Sebuah pemimpin yang baik bukanlah yang sempurna, namun yang melahirkan pemimpin-pemimpin lain yang lebih sempurna. Pada dekade ini pula mulai muncul tokoh-tokoh nasional yang disegani dalam bidangnya masing-masing. Seolah rakyat Indonesia yang pemalas mendadak menjadi ahli di bidangnya masing-masing. Semua memiliki kesempatan untuk berusaha menjadi yang terbaik, dan berhasil. Impian itu belum terwujud, tetapi seolah memberikan kepastian bahwa itu pasti akan terwujud.
Maka terima kasih, semua pemimpin pasti memiliki kekurangan. Namun bukan berarti kita berhak untuk tidak menghargainya di kemudian hari. Kita harus berterima kasih kepada Soekarno atas kepemimpinannya di awal kemerdekaan, namun kita boleh tidak setuju dengan sikap otoriter dan kegemarannya menghamburkan kekayaan untuk monumen. Kita boleh marah atas sikap koruptif Soeharto beserta kroni-kroninya, namun kita harus tetap berterima kasih atas perjuangan pada awal masa orde baru dalam membuat rencana pembangunan yang berorientasi jangka panjang. Kita boleh tidak setuju dengan sikap Gus Dur yang sesuka hati, namun kita harus menghargai bahwa pada masanya semua orang merasa diterima dan setara dinegeri ini. Semua pemimpin memiliki tinta emas dan corengan arang dalam masa kehidupannya.
(source: zimbio.com) |
Dan kepada Bapak, kami mengucapkan terima kasih atas stabilitas negeri selama satu dekade ini. Sebuah perjuangan yang tidak mudah mengingat banyak saudara kita yang mengalami berbagai pemberontakan dan kudeta dalam satu dekade terakhir. Terima kasih atas stabilitas ekonomi yang dibangun, dimana kita mampu terus merangkak ke atas di saat yang lain jatuh terkena gelombang krisis. Terima kasih atas demokrasi yang berhasil dijaga, dimana semua orang berhak menyampaikan kesetujuannya maupun ketidaksetujuannya tanpa adanya konsekuensi negatif atas tindakannya. Terima kasih atas keadilannya yang berhasil ditegakkan, meskipun korupsi masih banyak terjadi (bahkan di lingkaran terdekatnya) namun penegakan hukum tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Dan terakhir pada saat biru tidak lagi dapat bertahan di merah putih, Bapak memberikan pendidikan politik terbaik. Kemauan untuk memberikan kesempatan kepada semua pihak ketika putra mahkota terperosok ke lubang hitam, sikap kesatria untuk tidak mengemis namun memilih bersikap netral. Terima kasih.
update: netral? cuih... #shameOnYouSBY