Sabtu, 07 Februari 2009

Akankah yang haram menjadi halal?


Perkembangan hidup, teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya melahirkan banyak hal-hal baru yang dipertanyakan manfaat keberadaannya dalam keimanan kita. Hal-hal tersebut tidak dijelaskan secara gambling sejelas-jelasnya dalam ajaran yang kita anut selama ini. Hanya dijelaskan tentang hukum-hukum dari inti-inti yang ada. Hal inilah yang menimbulkan penafsiran tentang hukum  atas sesuatu.

Permasalahannya adalah terkadang kita sering menerima sesuatu tanpa memahami apa yang sebenarnya terjadi. Kita terima begitu saja bahwa sesuatu itu haram atau halal dari orang lain tanpa kita pertanyakan apa yang menyebabkan benda itu haram atau halal. Padahal haram halal yang dikatakan orang lain itu hanyalah sebuah pendapat dan bukan ketetapan yang mutlak.

Sebuah contoh adalah diharamkannya khamr adalah sesuatu yang mutlak dan hukumnya telah dijelaskan secara langsung. Dan khamr sendiri tidak akan pernah menjadi halal. Misalnya ketika suatu saat manusia telah berhasil menciptakan khamr yang tidak memabukkan, maka kita tidak perlu bingung memikirkan apakah khamr tersebut menjadi halal ataukah tetap haram. Karena esensi yang doicari dari orang meminum khamr adalah untuk mabuk, ketika khamr sudah tidak memabukkan lagi karena zat-zat yang ada telah banyak dihilangkan, maka saat itu khamr berganti nama menjadi air putih (karena semua unsur yang membedakan khamr dengan air putih telah dihilangkan). Begitu pula dengan zina dan sebagainya.

Permasalahannya adalah bagaimana dengan televisi, internet, musik, demokrasi, dan sebagainya? Hal-hal tersebut tidak dijelaskan secara langsung dan gamblang oleh Rasulullah dan hanya dijelaskan inti-intinya yang menyebabkan munculnya berbagai macam penafsiran.

Saya ambil sebuah contoh tentang pendapat beberapa kalangan tentang haramnya televise. Pertanyaannnya adalah mengapa televisi itu haram? Apakah karena banyak mudharatnya daripada keuntungannya?

Memang jika kita lihat tayangan televisi saat ini lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Tapi tidak menutup sebuah kemungkinan bahwa televisi bisa diisi dengan hal-hal yang banyak manfaatnya seperti pendidikan, berita, dan sebagainya. Sekarang pertanyaannya jika sutu saat nanti tayangan televisi  banyak berisi hal-hal yang bermanfaat seperti berita, siaran pendidikan, ajakan beriman, dan bertaqwa kepada Allah SWT, dan sebagainya, apakah orang-orang yang berpendapat televisi itu haram akan tetap mengharamkannya atau menghalalkannya?

Meskipun dunia televisi saat ini masih jauh dari harapan (terutama karena banyaknya sinetron-sinetron yang tidak bermutu dan cenderung menyesatkan) tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa televisi dapat menjadi sarana dakwah yang sangat efektif. Lihatlah berapa banyak orang yang dapat dipengaruhi oleh benda segi empat tersebut. Pikirkan betapa efektifnya benda tersebut jika berhasil dikuasai oleh orang yang tepat. Apakah ketika benda tersebut telah berada di pihak yang benar maka benda tersebut masih haram?

Pertanyaan serupa juga bisa kita tanyakan pada hal-hal lain semacam musik, internet, sinetron, dan sebagainya. Atau mungkin dapatkah kita terapkan hal serupa pada paham-paham Barat yang disebut komunis, demokrasi, liberalisme, dan sebagainya?
Selama ini kita selalu berpikiran bahwa liberalisme menyebabkan kemungkaran bebas berkembang dengan pesat, tetapi di sisi lain ada sebuah kemungkinan bahwa dengan liberalisme juga menyebabkan kebaikan dapat berkembang dengan bebas pula.

Selama ini kita sering berpikir bahwa demokrasi menyebabkan keburukan karena semua tergantung kehendak rakyat, bahkan yang haram dapat menjadi halal karena kehendak rakyat. Tetapi jika suatu ketika kita dipmpin oleh orang yang dzalim dengan demokrasilah kita bisa mengingatkan pemimpin kita agar tidak berbuat lalimmkepada rakyatnya. Apakah bagian dari demokrasi yang ini juga haram?

Itu semua menjadi sebuah pertanyaan besar yang harus kita cari tahu jawabannya. Kewajiban kita mencari tahu adalah karena kita diberi akal oleh Allah SWT untuk digunakan. Semoga Allah SWT senantiasa menuntun kita ke dalam kebenaran dan membuka mata kita untuk dapat melihat mata kita. Wallahu’alam.

7 comments:

Anonim mengatakan...

yang diharamkan dari khamr itu adalah memabukannya(sifatnya) bukan zatnya, karena alkohol yang termasuk khamr itu adalah salah satu pelarut dalam dunia kedokteran dan itu sangat penting. banyak obat yang baru bereaksi jika dilarutkan dalam alkohol(tentunya alkohol kadar rendah, 1% misalnya)
alkohol ketika diusap kekulit tidaklah haram karena tidak memabukkan namun orang dencerung ht2 karena alkohol mudah menguap apalagi alkohol>70% maka kemungkinan cepat menguap dan akan terhirup sehingga banyak parfum yang non alkohol

Anonim mengatakan...

bukan dengan cara demokrasi sendiri kita mengingatkan para pemimpin yang lalim.
rasulullah SAW sendiri sudah mengajarkan untuk menasihati pemimpin secara langsung dibalik tabir.
bukan dengan demokrasi yang terkenal dengan demo-nya

jika pemimpin tetap saja lalim maka kewajiban kita sudah selesai karena sudah mengingatkan para pemimpin, tetapi kita tetap harus mematuhi pemimpin
begitulah yang diajarkan generasi tabiin tabiittabiin ketika mereka dipimpin oleh seorang yang lalim selama kelalimannya itu tidak melanggar perintah Allah
karena nabi SAW pernah bersabda
tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan terhadap Allah...
waallohua'lam

Anonim mengatakan...

kalo musik jelas haramnya
nabi SAW pernah bersabda yang isinya secara garis besar mengatakan bahwa uamatku diakhir jaman nanti akan menghalalkan beberapa hal yang haram salah 2nya musik, zina.
nasyid bukanlah pelarian untuk menghalalkan musik, karena nasyid sendiri masih menggunakan alat musik.
pada zaman nabi dulu yang ada adalah nida' atau syair yang sedikit diberi irama(ini terjadi ketika perang khondaq) nabi membacakan nida' untuk meningkatkan semangat juang sahabatnya.wallohua'lam

Anonim mengatakan...

syair dengan sedikit irama???
Apa bedanya sama musik coba???
irama kan unsur musik...
Musik akan tetap musik jika itu tanpa syair
Sedangkan musik tanpa irama bukan lah sebuah musik...

Saya adalah seorang dengan kadar iman yang lemah...Tapi saya setuju bahwa Tuhan menciptakan yang halal dan yang haram tu demi kebaikan umatnya...kalo banyak mudharatnya ya haram, kalo banyak manfaatnya ya insya Allah halal, walopun belom tentu halalan thayyiban...
Insya Allah

Bimo Endro Satrio

Khusni Mustaqim mengatakan...

wah kalo soal musik saya tidak tahu menahu dan saya belum pernah lihat hadistna dan juga belum pernah mengkajinya,,
untuk saat ini tentang hal-hal yang disebut musik, tipi, internet dan sebagainya saya masih beranggapan bahwa itu adalah pedang bermata dua yang bisa digunakan untuk menebas musuh dan menebas diri kita sendiri tergantung yang memegangnya,,
kalo saya salah semoga Allah SWT memberikan petunjuk pada saya,,

Anonim mengatakan...

beda untuk musik itu jelas full irama, sedangkan nida' itu yang dinikmati lebih ke syairnya seperti kayak wong jowo bicara. walaupun ngakunya pas nikmati nasyid katanya yang dinikmati adalah bait dalam lagunya tapi mesti antum pernah liat orang melagukannya tidak dengan baitnya tapi cukup dengan na...na....na...
itu berarti yang dinikmati bukan lagi baitnya tapi yang dinikmati adalah iramanya.
mudhorotnya jelas
menyia-nyiakan waktu
membuat lupa mengingat Allah
membuat hati mati dan sulit untuk menerima kebenaran
membuat lupa untuk membaca qur'an karena terlalu menikmati.

Anonim mengatakan...

mudhorotnya jelas
menyia-nyiakan waktu
membuat lupa mengingat Allah (tergantung musiknya,, kalo nyanyi asmaul husna itu apa ya masih lupa sama Allah?)
membuat hati mati dan sulit untuk menerima kebenaran (wah yang ini saya bingung)
membuat lupa untuk membaca qur'an karena terlalu menikmati. (kalo ini tergantung orangnya)