Senin, 22 Februari 2010

terasing

Kakek dari kakek kakek dari kakek buyut kami telah lama tinggal disini. Kami telah tinggal disini bahkan sebelum sebuah prasasti dibuat. Orang asli atau pribumi, begitulah kalian menyebut kami.

Dan kini tidak sejengkal pun kami beranjak dari tempat tinggal leluhur kami. Tetapi kami telah terasing. Bah, macam mana pula dunia ini. Makin tidak karuan saja.

Kau tahu? Kami hidup dengan kebahagiaan kami sendiri. Kami bahagia hidup sederhana bersahaja. Namun semenjak orang-orang datang menggunakan kapal berbendera selain merah dan putih itu, ntah kenapa kami mulai terasing.

Hidup kami sederhana. Buat apa kami mengumpulkan lembaran kertas bergambar wajah yang hanya disimpan. Buat apa juga kami menjajakan harta kami untuk barang-barang baru yang sebentar lagi akan ketinggalan zaman. Tapi kau tahu? Perilaku kami ini dianggap sebuah kesalahan. Kesederhanaan dianggap sebagai kemiskinan dan ketinggalan zaman.

Kami hidup menggunakan ilmu padi, makin berisi makin merunduk. Bagi kami orang pintar tidak perlulah banyak bercakap. Tanpa bercakap pun orang sudah tahu bahwa kami pintar. Tapi kini kami yang merunduk dianggap bodoh dan terbelakang. Sedangkan mereka yang pandai membual merekalah yang pandai. Semakin hebat bualan mereka semakin pandailah mereka tampak. Ckckck, memang orang bodoh tidak paham apa pula arti pandai.

Kami dahulu hidup dengan semangat saling memberi dan memahami. Tanpa berkata pun kami akan menawarkan makanan pada tamu kami yang kelaparan. Dan tamu kami pun tahu diri, dia tidak akan meminta. Karena kami akan memberinya sebelum dia berniat untuk meminta. Namun kini ketika kami bertamu bahkan dengan tulang berbalut kulit tak ada bahkan segelas air putih pun terhidang.

Mereka bilang kami tidak asertif. Apa pula itu kami tidak paham. Bagi kami adalah sesuatu hal yang memalukan untuk meminta. Lebih memalukan lagi orang-orang disebelah kami yang tidak tanggap hingga kami terpaksa meminta. Karena kami hidup dengan semangat memberi.

Tapi kini mereka yang tidak meminta tidak akan mendapatkan apa-apa. Bahkan mereka yang telah dimintai pun enggan memberikan. Dunia macam apa ini.

Kami dianggap sebagai orang-orang malas yang tidak pandai bekerja. Siapa bilang kami pemalas? Kau tahu bahwa kami rela menahan lapar dan bepergian jauh sekali hanya untuk bertemu teman kami? Ah kami tidak malas. Hanya saja kita memiliki ketertarikan berbeda. Engkau bersemangat dalam bekerja, dan kami bersemangat dalam menyambung persaudaraan. Bagi kami kalian lah para pemalas, kalian malas sekali menjalin persaudaraan.

Terserah kalian mau menganggap apa kami. Kalian boleh menilai kami sekumpulan pemalas, golongan rakyat miskin, orang-orang polos, tukang becak, masayarakat desa, dan sebagainya. Kalian ini memang budak perut. Memandang kami hanya dari apa yang kami makan.

Tapi sungguh entah berada dimana kami saat ini. Kaki kami tidak beranjak namun sekeliling kami telah berubah. Kami bagai orang asing yang berada di dunia yang salah. Kami yang salah, atau dunia yang salah?

Kalian bilang peradaban kami tertinggal 100 tahun dari kalian. Siapa bilang? Peradaban kami jauh lebih maju 100 tahun dari kalian. Peradaban kami adalah peradaban hati, bukan peradaban perut macam kalian.

1 comments:

Yahoo Vs Google mengatakan...

kata kata terakhir mu ki lho kim, nice lah... gud job sob.. bdw mohon bantuannya di vosma ya.. :D
moga benar nulisnya