Selasa, 12 April 2011

Layar Moral

Ketika retsleting celana dibuka, keluarlah nafsu dari sangkarnya. Ibarat orang kelaparan yang kemudian memakan seluruh isi dunia. Kita mungkin jarang merasakan kebebasan, bukan berarti lantas kita menuhankan kebebasan.

Masih ada dalam ingatan ketika negeri ini dipimpin oleh Jendral yang selalu tersenyum di hadapan layar kaca. Itu sekitar sepuluh tahun yang lalu. Ketika apa yang kita lihat penuh dengan kepalsuan. Kepalsuan yang indah.

Kata orang, sepahit apapun kenyataan lebih baik daripada kebohongan. Entahlah, kupikir mereka yang berkata demikian belum pernah merasakan kenyataan yang benar-benar pahit dalam hidupnya.

Mengapa kita tidak hidup saja dalam kepalsuan? Toh setelah kita lama tinggal disana kita akan menganggapnya kenyataan. Jika kita bisa bahagia dengan kepalsuan.

Atau kita lebih suka dengan kenyataan, justifikasi atas tindakan tidak bermoral kita yang masih saja ditampakkan dalam layar dunia. Hak Asasi Manusia yang membolehkan kita berbuat tidak bermoral atas nama pribadi, melarang orang lain mengajarkan kebajikan pada orang lain dengan dalih pemaksaan dan kebebasan.

Jika moral adalah sebuah kepalsuan dan mitos masa lalu, maka lebih baik tinggal dalam mimpi daripada kenyataan.

0 comments: