Beberapa waktu yang lalu saya mendengar (atau lebih tepatnya membaca) tentang adanya pembantaian anjing di suatu daerah di Yogyakarta. Sebenarnya hal tersebut merupakan suatu yang jamak terjadi. Sudah menjadi rahasia umum dimana sering terjadi pembunuhan atau pembantaian terhadap anjing-anjing yang biasanya tidak sengaja lewat di suatu perkampungan muslim.
manusia lawan anjing (bountylist.deviantart.com) |
Pada akhirnya hal tersebut menjadi suatu bentuk sentimen anti-muslim dimana seolah-olah orang Islam sangat sadis terhadap anjing. Padahal fenomena ini terjadi bukan sebagai bagian budaya Islam. Lalu bagaimana sebenarnya Islam sendiri memandang anjing dan bagaimana kita sebagai muslim harus menyikapinya?
Anjing dalam Islam
Satu hal yang selalu diasosiasikan terhadap anjing dalam agama Islam adalah sifatnya yang haram. Anjing seringkali disejajarkan dengan babi dimana disebutkan bahwa anjing haram untuk dimakan. Meski demikian anjing sendiri tidak seperti babi yang disebutkan secara gamblang dalam al qur'an tetapi hanya dimaktub dalam hadis. Hadis itu sendiri pun tidak menyebutkan anjing secara langsung melainkan disebutkan secara implisit sebagai bagian dari hewan yang bertaring.
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim no. 1934)
Tetapi perlu diingat secara jelas bahwa sifat haram dari anjing hanya muncul dalam kasus untuk dimakan. Bukan berarti keberadaan anjing sendiri menjadi sesuatu yang haram. Jika tidak untuk dimakan, maka anjing sama seperti hewan lainnya yang tidak memiliki sifat apapun.
Hal lain yang selalu diasosiasikan terhadap anjing adalah najis. Anjing memang memiliki najis, namun itu hanya sebatas air liurnya saja dan bukan seluruh bagian dari tubuhnya. Najis sendiri adalah suatu kotoran yang harus dibersihkan jika ingin bersembahyang dalam ajaran Islam.
Sama seperti keharamannya, perihal tentang kenajisan air liur anjing tidak disebutkan langsung dalam al quran tetapi melalui sebuah hadis. Hadis tersebut menceritakan bagaimana sebuah bejana berisi air yang jika telah terkena air liur anjing harus dibersihkan terlebih dahulu. Dari hadis tersebut maka disimpulkan bahwa air liur anjing sifatnya najis.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila seekor anjing minum dari wadah milik kalian, maka cucilah 7 kali. (HR Bukhari 172, Muslim 279, 90).
Meski demikian hendaklah tidak perlu berlebihan dalam menyikapi kenajisan tersebut. najis memang sesuatu yang kotor namun hal tersebut dapat disucikan. Sama halnya dengan tinja misalnya yang bersifat najis. Meskipun tinja najis, bukan berarti kita lantas menahan buang air seumur hidup untuk menghindari najis. Begitu pula dengan air liur anjing yang bersifat najis, yang perlu kita lakukan hanyalah membersihkannya.
Muslim memelihara Anjing
Banyak orang beranggapan bahwa seorang muslim tidak sepantasnya memelihara anjing. Hal ini disebabkan adanya hadis yang menyebutkan bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing. Keberadaan malaikat sendiri bukan sesuatu hal yang mutlak (malaikat harus ada), namun dipercaya bahwa keberadaan mereka dapat membantu mendoakan kita kepada Allah SWT.
Rasulullah bersabda: “ Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing (2), juga tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar (patung)” [Hadits sahih Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah]
Namun sebenarnya bukan berarti seorang muslim tidak boleh memelihara anjing. Memelihara anjing untuk berburu dan menjaga rumah misalnya adalah sesuatu yang jamak dilakukan di semua negara termasuk di jazirah arab dengan mayoritas muslim di dalamnya.
Rasulullah sendiri sebenarnya memperbolehkan sahabat untuk memelihara anjing untuk keperluan-keperluan tertentu semisal menjaga ladang dan berburu. Namun ada konsekuensi tertentu ketika kita memelihara anjing untuk keperluan diluar yang telah disebutkan yaitu berkurangnya pahala.
“Barangsiapa memanfaatkan anjing, bukan untuk maksud menjaga hewan ternak atau bukan maksud dilatih sebagai anjing untuk berburu, maka setiap hari pahala amalannya berkurang sebesar dua qiroth.” (HR. Bukhari no. 5480 dan Muslim no. 1574)
Lalu bagaimana dengan keberadaan anjing untuk menjaga rumah? Sebagian ulama berpendapat hal tersebut dibolehkan sedangkan sebagian lain berpendapat tidak boleh. Namun demikian keberadaan anjing di rumah sudah barang pasti menjauhkan keberadaan malaikat dan bahaya akan najisnya yang berkeliaran menjadi tanggung jawab tersendiri yang barang pasti bukan suatu hal yang mudah.
Itu berarti dalam Islam memelihara anjing untuk menjaga ladang dan berburu diperbolehkan selama anjing tersebut tidak berada di dalam rumah. Oleh karena itu sebaiknya jika ingin memelihara anjing untuk keperluan tersebut maka perlu dibuatkan tempat tersendiri.
Membunuh Anjing
Lalu bagaimana dengan hukum membunuh anjing seperti yang jamak terjadi di beberapa kampung muslim? Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa anjing sendiri sama seperti hewan-hewan lainnya kecuali dagingnya yang haram, air liurnya yang najis, dan keberadaannya di rumah yang mengganggu malaikat. Meski demikian pembunuhan terhadap anjing tidak dibenarkan.
Anjing memang salah satu hewan yang boleh dibunuh bahkan di tanah suci sekalipun namun sebatas jika anjing tersebut mengganggu dan membahayakan manusia. Jika bukan dari kedua hal tersebut maka tentunya haram membunuh makhluk Allah SWT dengan sia-sia.
"Lima jenis hewan yang harus dibunuh, baik di tanah haram maupun di tanah biasa, yaitu : ular, kalajengking, tikus, anjing buas dan burung rajawali" (H.R. Abu Daud)
Namun sekali lagi pembunuhan terhadap anjing bukanlah sesuatu hal yang dibenarkan kecuali ada alasan tertentu semisal membahayakan manusia. Perlu diingat juga tentang sebuah riwayat yang menceritakan bagaimana seorang wanita masuk neraka hanya karena membunuh kucing. Maka sudah tentu membunuh makhluk Allah SWT merupakan suatu dosa besar termasuk di dalamnya adalah membunuh anjing.
Ketakutan Berlebihan
Sebagai seorang muslim yang tumbuh besar di lingkungan muslim juga, saya menyadari betapa seringnya anjing dibicarakan dalam Islam bahkan dalam taraf tertentu saya menilainya sebagai sesuatu yang berlebihan. Anjing seringkali disamakan dengan babi, muslim-muslim ditanamkan tentang pentingnya isu anjing secara berlebihan sehingga dalam alam bawah sadar tertanamkan akan bahayanya anjing sebagai penyebab terhalangnya barokah dari Allah SWT.
Penanaman yang berlebihan hingga merasuk alam bawah sadar ini pada akhirnya menimbulkan suatu ketakutan atau kebencian terhadap anjing itu sendiri. Dalam istilah psikologis hal ini mungkin bisa disebut sebagai phobia.
Bagi sebagian orang mungkin akan menyangkal hal tersebut, namun gejala nyatanya tampak dalam perilaku sehari-hari muslim ketika berhadapan dengan anjing. Bahkan phobia ini seringkali dimanfaatkan oleh tentara-tentara AS dalam melakukan teror psikologis terhadap tahanan muslim, caranya dengan menghadirkan anjing di dekat mereka.
Keberadaan anjing sendiri pada akhirnya menimbulkan keresahan dan ketakutan yang berlebihan bahkan jika anjing tersebut tidak melakukan sesuatu apapun. Ketakutan ini sering diasosiasikan dengan ketakutan karena terkena najis dari air liurnya dan juga karena kebuasan anjing tersebut. Padahal tidak semua anjing buas dan membahayakan manusia.
Ketakutan inilah yang menurut pendapat saya mengarahkan berbagai pembantaian dan pembunuhan anjing atas nama agama. Pembunuhan dibenarkan atas dasar membahayakan manusia padahal belum tentu demikian yang terjadi.
Introspeksi
Maka perlu menjadi introspeksi diri kita sendiri dalam menghadapi anjing. Anjing tidak berbeda dengan makhluk Allah SWT lainnya. Kita boleh saja membelai atau memeluk hewan tersebut. Anjing tidak akan menjadi haram selama kita tidak memakannya dan jika pun karena suatu hal kita terkena liurnya maka tinggal dibersihkan saja.
Ingatlah cerita tentang bagaimana seorang pelacur dengan dosanya yang menumpuk bisa masuk surga karena memberi minum seekor anjing. Ingat juga bagaimana seorang wanita masuk neraka karena membunuh seekor kucing. Pada akhirnya itu semua menunjukkan bahwa bukan makhluk itu, tetapi perbuatan kita terhadap makhluk tersebut yang mengantarkan kita kepada surga atau neraka.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (99:7-8)