|
sumber: 9hand.deviantart.com |
Pasar Tradisional seringkali digunakan untuk menggambarkan kegagalan sistem tradisional melawan modernisasi. Di sisi lain keberadaannya juga sering digunakan sebagai simbol perlawanan rakyat miskin terhadap industri kapitalis dewasa ini.
Banyak pihak telah berusaha untuk membangun kembali Pasar Tradisional agar bisa bersaing dengan pasar modern. Pembangunan secara fisik maupun pemberdayaan masyarakat terus dikuatkan agar Pasar Tradisional bisa tetap bertahan dalam menghadapiu modernisasi. Akan tetapi seringkali kebijakan modernisasi yang diambil justru menghancurkan Pasar Tradisional itu sendiri.
Pasar untuk Apa
Lha orientasine bisnis kok, yo makane bubrah
Kata-kata tersebut meluncur dalam obrolan santai di sebuah bengkel bersama seorang kakek tua. Pada saat itu, diskusi mengalir kepada keberadaan sebuah pasar tradisional di sekitaran Kraton Yogyakarta yang baru-baru ini mengalami sedikit perombakan.
Kalau kita cermati sebenarnya kata-kata tersebut cukup aneh. Selama ini pasar sebagai pusat perdagangan selalu kita asosiasikan dengan kegiatan ekonomi untuk mencari keuntungan. Maka seharusnya sangatlah wajar jika pengembangan pasar berorientasi pada bisnis.
Saya mencoba mencermati kehidupan pasar tradisional. Disana saya menemukan sebuah fenomena yang cukup mengejutkan. Pasar sejatinya bukan hanya sebagai tempat kegiatan ekonomi. Namun di sisi lain pasar tradisional juga memiliki nilai sosial dan historis yang cukup tinggi. Seseorang pergi ke pasar tidak hanya untuk membeli sesuatu, ada hal lain yang dicari oleh orang-orang tersebut.
Pertimbangan seseorang untuk pergi ke pasar tradisional tidak hanya dari sisi ekonomi saja. Ada faktor-faktor lain yang sama pentingnya. Namun sayangnya pengembangan pasar tradisional dewasa ini gagal untuk menangkap faktor-faktor tersebut sehingga pembangunan justru menghancurkan pasar itu sendiri.
Pasar untuk Siapa
Tuna sathak bathi sanak
Kita tentu tidak akan sukses menjual kondom kepada anak SD, begitu juga kita akan mengalami kesulitan menjual permen kepada para lansia. Intinya bahwa setiap produk memiliki pangsa pasar masing-masing. Lalu bagaimana dengan pangsa pasar tradisional?
Jika kita tengok di lapangan, maka dapat dikatakan bahwa mayoritas pengunjung pasar tradisional berasal dari golongan menengah ke atas dari segi usia. Jika kita tilik dari segi budaya, itu artinya para pengunjung pasar tradisional sebenarnya juga merupakan orang-orang degan nilai budaya yang masih tradisional pula.
Masyarakat tradisional ini memiliki keunikan terendiri. Salah satunya adalah adanya kebutuhan yang besar akan hubungan sosial. Kebutuhan inilah yang salah satunya dapat mereka penuhi dan memang mereka cari di pasar tradisional.
Berbeda dengan pasar modern (supermarket) yang cenderung menawarkan kebebasan dan privasi dalam berbelanja, pasar tradisional justru menawarkan kehangatan dan perhatian kepada para pembelinya. Jika kita cermati dari obrolan yang terjadi tidak hanya sebatas tema ekonomi, tetapi juga menyangkut keluarga, politik dan tema sosial lainnya.
Bukan hal yang aneh jika para penjual mengenali (tidak hanya sebatas nama) para pembelinya. Begitu juga para pembeli biasanya memiliki langganan sebagai rujukan mereka dalam membeli. Langganan ini tercipta tidak hanya dengan satu dua kali interaksi saja namun terbentuk secara lama dan berkelanjutan sehingga mengakar kuat.
Inilah sebabnya seringkali kita jumpai beberapa pelanggan yang rela menempuh jarak yang cukup jauh untuk membeli barang tertentu yang sebenarnya dapat juga mereka dapatkan di pasar tradisional lain di dekat rumah mereka. Kepercayaan, kehangatan, dan hubungan sosial menjadi kunci terpenting dalam interaksi ekonomi yang terjadi.
Kumuh, Kotor, dan Sesak
Ketika mendengar kata pasar tradisional, seringkali yang terlintas dalam pikiran kita adalah keadaan fisiknya yang kumuh, kotor, becek dan penuh sesak. Hal-hal ini seringkali ditengarai menjadi faktor yang menyebabkan pasar tradisional perlahan ditinggalkan oleh masyarakat. Hal ini sagat wajar mengingat perkembangan penyakit dewasa ini yang semakin mengerikan membuat tuntutan akan kebersihan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan.
Berangkat dari hal tersebut, pengembangan pasar tradisional mencoba untuk menghilangkan hal-hal tersebut. Pasar dibangun dengan cukup terbuka dan jalanan dibikin cukup lebar. Bahkan dalam kasus di Kabupaten Bantul pasca gempa pasar tradisional dibangun lebih besar dengan tujuan agar pedagang tidak berdesak-desakan.
Namun langkah tersebut justru menjadi buah simalakama. Keadaan pasar tradisional yang rapi dan lenggang justru mengesankan bahwa pasar tersebut semakin sepi. Hal ini tentunya sangat mengecewakan para pelanggan pasar tradisional karena pada dasarnya mereka menginginkan keramaian.
Keramaian yang seringkali dianggap sebagai faktor negatif, di satu sisi juga menjadi faktor positif ketahanan pasar tradisional. Hal ini dikarenakan bahwa pelanggan pasar tradisional yang berasal dari masyarakat tradisional tersebut mengharapkan pemenuhan kebutuhan sosial mereka di pasar. Kondisi pasar yang terkjesan sepi memunculkan anggapan bahwa pasar tradisional tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan sosial mereka. Pada akhirnya mereka menjadi semakin enggan berkunjung.
Melawan Modernisasi
Perkembangan zaman dewasa ini mengarahkan pada spesialisasi manusia. Orang diarahkan untuk memiliki kemampuan khusus dibandingkan kemampuan umum. Hal ini juga merambah dalam dunia rumah tangga.
Rumah makan misalnya, kini kian menawarkan beragam produk masakan dan makanan yang sebelumnya harus dimasak sendiri di rumah. Pada akhirnya hal ini menawarkan kepraktisan, orang tidak lagi harus membuat sendiri makanan yang mereka inginkan. Cukup membeli saja praktis tersedia.
Dampaknya pengunjung pasar tradisional kian berkurang. Di sisi lain rumah makan dan restoran semacam ini biasanya telah memiliki distributor tersendiri. Distributor ini seringkali (dalam skala besar) membeli langsung dari petani tanpa melalui pasar tradisional.
Tantangan lain yang dihadapi pasar tradisional adalah adanya pasar swalayan. Pasar swalayan atau supermarket ini menawarkan produk yang lebih bersih dan higienis. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri terutama bagi masyarakat modern yang sangat mementingkan faktor kebersihan. Ditambah lagi seringnya tayangan dan adanya oknum pedagang nakal yang seringkali merusak reputasi pasar tradisional sehingga mengarahkan masyarakat untuk beralih ke pasar modern.
Di sisi lain pedagang keliling semakin banyak. Dalam dunia yang serba sibuk waktu menjadi sangat penting sehingga pedagang keliling menjadi alternatif yang praktis dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Meski demikian seringkali produk yang mereka tawarkan tidak begitu lengkap sehingga masyarakat tetap harus pergi ke pasar untuk membeli produk-produk tertentu.
Mari ke Pasar
Dahulu pemandangan dimana anak-anak ikut bersama orang tua mereka untuk pergi ke pasar merupakan pemandangan yang wajar. Namun kini dunia menjadi semakin sibuk bahkan untuk anak-anak. Mereka terlalu disibukkan dengan televisi dan pendidikan usia "terlalu dini" yang marak di kota-kota besar. Terlebih seringkali pembantu mereka lah yang ke pasar dan bukan orang tua mereka.
Sehingga wajar jika generasi mendatang nantinya tidak lagi berkunjung ke pasar. Pasar tradisional sebagai sebuah struktur sosial seharusnya memiliki sistem regenerasi yang baik agar bisa tetap bertahan. Regenerasi ini meliputi pedagang maupun konsumen itu sendiri.
Oleh karena itu perlulah mengajak generasi muda untuk berkunjung kembali ke pasar tradisional. Kunjungan ini bisa diprakarsai dari diri sendiri maupun dari institusi pendidikan mulai dari yang terkecil hingga yang tertinggi. Terlebih jika dalam kunjungan ini dapat terjalin interaksi sosial dan tidak hanya sekedar melihat-lihat layaknya berkunjung ke kebun binatang. Akan tetapi kunjungan kecil saja dapat membuah perubahan besar.
Pasar sebagai pusat interaksi sosial hendaknya juga turut dikembangkan menjadi sebuah keunggulan tersendiri bagi pasar tradisional dibandingkan pesaingnya yaitu pasar modern. Keunggulan ini menjadi kunci pengembangan pasar ke depan dalam menghadapi modernisasi sehingga tercipta sebuah akulturasi yang memantapkan kedudukan pasar tradisional dalam kehidupan modern.
=======================================================