Kamis, 09 Juli 2009

nasib oposisi

Pilpres belum berakhir, namun hasil dari quickcount beberapa lembaga survey telah menunjukkan bahwa pilpres hanya akan satu putaran. Bahkan joke bahwa SBY dipasangkan dengan sandal jepit pun tetap akan menang kini mulai banyak dipercaya. Saya tidak akan membahas banyak mengenai pemilu tetapi bagaimana nasib Negara ini ke depannya.

Seperti telah diketahui bahwa pada pilpres 2009 ini SBY berhasil membangun sebuah koalisi raksasa yang terdiri dari partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, PKB, serta beberapa partai nol koma lainnya yang jika ditotal semuanya berjumlah lebih dari 50% dari kursi di legislatif.

Belum lagi melihat hasil pilpres kemarin dimana Jusuf Kalla yang merupakan representasi partai Golkar meengalami kekalahan telak. Ini menunjukkan adanya perpecahan yang sangat besar dalam tubuh partai Golkar sendiri sehingga komitmen Partai Golkar yang telah dibangun sebelumnya oleh PDIP untuk bersama-sama menjadi oposisi makin dipertanyakan. Apalagi melihat sejarah partai Golkar yang selama ini selalu menempel pada pihak penguasa serta sikap dari sebagian petinggi partai Golkar yang dari jauh-jauh hari telah menunjukkan dukungannya kepada SBY. Maka tidak heran jika nantinya dalam perjalanannya Golkar justru merapat pada Demokrat.

Sedangkan partai yang sudah dapat dipastikan akan menjadi opossi adalah PDIP melihat dari sikapnya selama 5 tahun pemerintahan yang lalu pasti juga akan melakukan hal yang sama, dan Partai Gerindra dimana sejak jauh-jauh hari salah satu tokoh utama partai tersebut, yaitu Prabowo Subianto telah menyatakan anti terhadap kubu Cikeas. Sedangkan Hanura sendiri masih dipertanyakan sejauh mana Wiranto akan mengambil sikap dalam pemerintahan ke depan. Namun kemungkinan sikap Hanura tidak akan jauh berbeda dari nasib Golkar dalam mengambil posisi.

Ini tentunya akan berpengaruh banyak dalam jalannya pemerintah ke depan dimana kemungkinan tiap kebijakan pemerintah akan lebih mudah disetujui oleh legislatif. Permasalahannya adalah ketika legislatif dipenuhi oleh partai pendukung pemerintah ditakutkan oleh sebagian pihak bahwa nantinya legislative hanya akan menjadi tukang stempel terhadap segala kebijakan pemerintah dan kurang bisa melaksanakan tugasnya sebagai pengkritisi kebijakan pemerintah. Dan melihat kenyataan yang terjadi selama ini memang begitulah kenyataannya.

Ini tentunya akan sangat berbhaya ketika eksekutif memiliki kekuasaan penuh terhadap NKRI tanpa adanya legislatif yang menyeimbangkannya. Bukan hal yang mustahil akan muncul neo orde baru (sudah pake baru masih neo?) dimana Presiden memliki kewenangan penuh. Apalagi sebagian pihak juga menilai tindakan SBY akhir-akhir ini terkesan terlalu jumawa dan mulai menunjukkan sikap otoriternya.

Jadi melihat realita dan beberapa prediksi yang ada, kemungkinan besar DPR nantinya kurang optimal dalam mengkritisi setiap kebijakan pemerintah mengingat jumlah oposisi yang sedikit yang tentunya akan kalah suara.

Meskipun pihak oposisi di dalam lembaga legislatif melemah, namun saya melihat semakin menguatnya oposisi dalam masyarakat kita yang vokal. Jika kita cermati, menjelang pilpres kemarin masyarakat kita yang sering vokal terhadap keadaan bangsa (para penngamat dsb) banyak yang murtad dari yang sebelumnya mendukung SBY menjadi berbalik arah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tulisan dan tayangan yang mengkritik kebijakan pemerintah. Sebagian masyarakat inilah yang memiliki potensi untuk menjadi pihak oposisi nantinya.

Meskipun jumlah mereka relatif cukup sedikit dibanding jumlah masyartakat Indonesia secara keseluruhan yang mayoritas mendukung SBY, namun posisi mereeka cukup strategis dalam membentuk opini publik. Sebab sebagian dari orang-orang yang murtad tersebut adalah figur publik. Sebagai sebuah contoh lihatlah para pengamat politik (diluar tim sukses SBY) yang mengatakan bahwa kemenangan SBY lebih karena pencitraannya, secara tidak langsung mereka mengatakan bahwa kualitas SBY tidak sebagus pencitraannya.

Selain itu ada lagi golongan oposisi yang selama ini terlupakan. Mereka adalah golongan putih yang dalam pileg kemarin mencapai angka 40%. Jadi bisa dikatakan bahwa pendukung SBY yang riil hanyalah 60% dari 60% sisanya setelah jumlah seluruh penduduk dikurangi angka golput yaitu sekitar 36%. Tentu saja mereka yang Golput adalah mereka yang kecewa terhadap pemerintahan selama ini. Maka dapat dikatakan angka riil para pendukung pemerintah sebenarnya hanya berkisar 36% atau tidak lebih dari 40%.

Dengan bertambah banyaknya pihka anti SBY di kalangan figur masyarakat kita tentunya mereka berpengaruh besar dalam menggerakkan massa anti pemerintah yang jumlahnya banyak. Jadi secara umum, menurut ke depan pemerintah akan lebih banyak dikritisi langsung oleh masyarakat dibandingkan oleh lembaga legislatif. Jadi pemerintah jangan jumawa dahulu, bisa jadi jika mereka membuat kesalahan fatal tidak hanya dikritisi oleh legislatif, namun bisa jadi lanngsung digulingkan oleh rakyatnya. Berhati-hatilah.

Blogged with the Flock Browser

0 comments: