Senin, 05 Oktober 2009

ingin rasanya berhenti sejenak dan menengadahkan wajah ke atas..

Mungkin dia lelah berlari hingga ingin berhenti sejenak. Sungguh bukan karena dia tidak mau berlari, sama sekali tidak. Dia senang berlari dan dia menikmati tiap detiknya, tiap langkahnya, tiap detak jantung yang memompa darahnya ke seluruh tubuhnya hingga kuat berlari. Atau bahkan dia sama sekali belum lelah. Hanya saja sebuah kejadian mengingatkanya akan sesuatu yang selama ini telah dilupakannya yang membuatnya ingin berhenti sejenak.

Jangan pernah berkata pernah merasakan sebuah ketenangan yang hakiki sebelum pernah merasakan apa itu ketakutan. Tidak perlu menodongkan senjata dimukanya untuk merasakan sebuah ketakutan. Bahkan bunyi jarum jatuh pun telah cukup untuk membuatnya menggigil ketakutan.

Tapi dia sadar ke mana seharusnya dia beranjak. Dia tahu dimana mendapatkan ketenangan. Dan itulah yang membuatnya sadar apa yang selama ini telah dia lupakan. Bunyi jarum jatuh telah membuatnya mendongak ke atas dan merasakan apa yang telah lama tidak dia rasakan.

Perasaan yang bahkan tidak dia rasakan di hari-hari 29 dimana hujan deras menerpa tubuhnya. Saat dimana harusnya dia menggigil namun dirinya merasa kering. Tapi lebih dari itu, sebuah bunyi jarum jatuh telah membuatnya merasa seakan-akan dibenamkan dalam samudra yang dalam.

Dia menemukan yang selama ini dia cari. Sesuatu yang bahkan tidak dia dapatkan di hari-hari 29 itu. Dan dia temukan dari sebuah bunyi jarum dan sedikit rasa ketakutan. Benar kata orang, penguasa itu bersahabat dengan teror/ketakutan. Karena takut lah yang membuat kita mengingat siapa sebenarnya yang berkuasa dalam permainan ini.

Kini dia ingin berhenti sejenak untuk merasakan apa yang didapatnya dari teror itu lagi. Bukan terornya, tapi apa yang ada dibaliknya. Sesuatu yang menurutnya pantas dibayar dengan berhenti berlari. Karena mungkin dia terlalu asyik berlari sehingga tidak dapat merasakan air yang berada di tubuhnya.

0 comments: