Sabtu, 03 Oktober 2009

Islam dan Penguasa

Beberapa saat yang lalu, ketika televisi sedang gencar-gencarnya memberitakan drama penggrebekan di Temanggung dan mengatakan bahwa Nordin M. Top terbunuh, saya langsung tidak percaya. Bukan karena apa, tapi saya punya teori tersendiri bahwa meskipun Nordin M. Top memang benar-benar terbunuh, pasti pemerintah akan merahasiakannya karena sebenarnya Nordin M. Top adalah senjata rahasia yang bisa digunakan pemerintah untuk kepentingannya.

Pemerintah dan Penguasa


Saya pernah berpikir apa sih sebenarnya fungsi dari negara di zaman modern ini? Kemudian saya mencoba berpikir merenung dari zaman masa lalu awal mula adanya suatu Negara. Zaman dimana masih berbentuk kerajaan.

Mengapa masyarakat membutuhkan atau tunduk pada raja? Menurut saya bukan jawaban yang idealis yang bisa menjawabnya. Mudah saja, salah satu dosen saya pernah berkata bahwa Penguasa itu bersahabat dengan teror. Zaman dahulu masyarakat tunduk pada raja mereka agar mereka dilindungi oleh Raja mereka dari terror-teror maupun serangan-serangan. Jadi jawabannya adalah masalah keamanan. Dan saya rasa memang itulah pentingnya suatu Negara yaitu untuk memberi keamanan.

Zaman dahulu tentunya permasalahan keamanan adalah sesuatu yang sangat penting karena begitu banyaknya perang di dunia ini. AKan tetapi, di zaman sekarang ini dimana dunia relatif damai dan peperangan yang terjadi bukanlah perang fisik tetapi pperang ekonomi, maka peran pemerintah mulai dipertanyakan.

Sedangkan campur tangang pemerintah dalam bidang ekonomi pun juga dipertanyakan. Maka wajar jika zaman sekarang muncul ide-ide penyatuan dunia dalam sebuah pemerintahan bersama atau kemerdekaan dari para penguasa itu sendiri. Maka bukan hal yang aneh jika suatu Negara bersahabat dengan terror, karena terror itulah yang membuat Negara masihberdiri dan dibutuhkan oleh rakyatnya.

Masa Orde Baru


Pada masa orde baru, pemerintah sengaja memelihara sebuah teror yang bernama PKI. Dengan alas an PKI itulah pemerintah bebas menahan dan menghukum pihak-pihak kontra pemerintah dan mereka yang dianggap tidak sejalan denngan pemerintah serta mengganngu stabilitas.

Segala bentuk pengamanan ini dilakukan oleh ABRI. Makan bukan suatu hal yang mengherankan ketika orang-orang menghilang dan mati secara tiba-tiba. Jangan heran juga jika dalam setiap kutbah dan seminar intelejen berkeliaran dalam ruangan dan tiba-tiba pembicara diculik dan tidak pernaah kembali. Itu semua dianggap sebagai suatu hal yang wajar oleh masyarakat karena mereka berpikir itu semua juga demi keamanan mereka.

Demokrasi dan Islam


Pasca lengsernya Soeharto, Islam di Indonesia berkembang semakin pesat. Apalagi dengan adanya dalih demokrasi yang digembor-gemborkan sendiri oleh pemerintah kita. Dan perkembangan ini bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang makin menngkhawatirkan. Maka tidak heran ketika dosen saya pernah berkata bahwa Islam saat ini adalah Islam yang cukup agresif. Umat Islam kini bebas mengatakan setuju dan tidak setuju terhadap suatu hal tanpa perlu takut diberangus lagi.

Pergerakan Islam pun semakin pesat, tidak hanya sekedar dalam forum-forum pengajian, tetapi sudah masuk ke semua sektor ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan, sosial, dsb. Pergerakan-pergerakan pun makin banyak macamnya mulai dari yang lembut hingga yang keras. Dan pemerintah pun tidak bisa mengatur perkembangan ini karena telah termakan oleh demokrasi yang telah mereka ciptakan sendiri.

Angin segar muncul ketika terorisme menjadi tren tersendiri. Semenjak penyerangan WTC oleh Osama bin Laden maka kata terorisme menjadi komoditi tersendiri bagi seluruh Negara di dunia. Salah satunya di Indonesia semenjak tragedi bom bali. Dan beberapa saat yang lalu tren ini muncul kembali dengan adanya kejadian bom Marriot jilid 2.

Ustad Abu Bakar Ba’asyir pernah mengatakan bahwa sesungguhnya terorisme adalah sesuatu yang diciptakan untuk memberangus pergerakan Islam saat ini. Dan kini hal itu makin nampak masuk akal. Semenjak kejadian Bom Marriot jilid 2 mulai tampak kegiatan pemerintah memperketat pengawasan perkembangan Islam. Mulai dari isu penggunaan outbound oleh Saefudin Jaelani sebagai bentuk perekrutan teroris, anjuran dari TNI agar melaporkan pendatang yang menggunakan sorban (apdahal para teroris justru tidak menggunakan sorban dalam penyamaran mereka), hingga yang terakhir ini adalah dimulainya lagi kegiatan intelejen dalam setiap kutbah-kutbah di masjid oleh pihak kepolisian.

Sekarang coba bandingkan dengan zaman orde baru, saya rasa hampir sama. Bedanya jika dahulu pekerjaan ini dilakukan oleh ABRI aka sekarang dilakukan oleh Polisi. Jika dahulu pemerintah tidak perlu repot-repot memberikan alasan kepada masyarakat maka kini cukuplah terorisme untuk melakukan tindakan-tindakan yang dirasa perlu.

Penutup


Tulisan ini bukan bermaksud mendukung terorisme atau menjelek-jelekkan pemerintah, hanya saja ketika pemerintah menggembor-gemborkan demokrasi maka kami umat Islam juga menuntut hal yang sama. Jika terorisme bisa dilakukan oleh siapa saja mengapa hanya kami umat Islam yang diawasi? Mengapa seminar-seminar dan kutbah-kutbah di gereja atau pun Pura tidak diawasi? Ataukah memang terorisme adalah sebutan lain bagi kami umat Islam? La khaula wa la kuwata illa bi illah.

0 comments: