Ayah, aku pergi dulu yah untuk menuntut ilmu.
Loh, nak,emang ilmu punya salah apa sama kamu kok pakai dituntut segala?
Ada sebuah cerita menarik. Seseorang yang tinggal di suatu wilayah di Indonesia merasa dirinya mengalami masalah dengan pendengaran dan penglihatannya. Kemudian dia memeriksakan dirinya ke seorang dokter umum. Setelah diperiksa secara seksama dokter tersebut tidak bisa menemukan penyakit pasien tersebut hingga dirujuklah ke dokter THT. Pasien tersebut beralih ke menemui dokter THT, namun tetap saja dokter tersebut tidak dapat menemukan penyakit yang diderita pasien tersebut hingga kemudian dirujuklah ke dokter spesialis mata. Sialnya meskipun telah diperiksa dengan berbagai peralatan canggih, dokter mata pun tidak bisa menemukan penyakit yang diderita pasien tersebut. Hingga suatu saat pasien tersebut putus asa. Kemudian dirinya oseng menceritakan penyakitnya ini kepada temannya. Akan tetapi temannya tersebut justru malah tertawa. “Aku tahu masalahmu, Kawan. Di negeri ini memang apa yang kau lihat tidak pernah sama dengan apa yang kau dengar.”
Ketika SD, saya sering kali diberitahu bahwa kita harus berhenti ketika lampu merah. Namun mata saya melihat bahwa tiap harinya pengendara motor tetap saja berjalan meski lampu berwarna merah. Bagi anak yang normal mungkin saya akan berpikir bahwa pengendara motor tersebut buta warna atau tidak pernah sekolah di SD.
Apa yang kita dengar memang jarang sekali kita lihat. Guru kita mengajarkan akan sebuah makhluk bernama Myrmeleon sp. Namun mungkin kita tidak akan pernah menjumpainya dalam hidup kita. Karena dalam kehidupan kita menyebutnya undur-undur.
Kalau saya boleh bermimpi, saya ingin pendidikan kita nantinya adalah mengajarkan apa yang ada di sekeliling kita dan berhubungan langsung dengan kita sehingga tidak ada lagi orang yang sakit mata dan telinga seperti cerita di atas.
Ajarkanlah anak-anak petani itu bagaimana bertani yang baik dan benar dalam sekolah formal mereka sehingga mereka nantinya bisa ikut membangun kesuksesan keluarga mereka. Ajarkanlah anak-anak nelayan itu tentang laut, alam, cuaca, ikan dan sebagainya bukan tentang kecepatan cahaya dimana perahu-perahu mereka tidak akan lebih cepat dari 20 knots.
Ajarkanlah pada anak-anak bagaimana cara mereka mencari ilmu dan mengamalkannya, bukan sekedar menuntut ilmu dan mendiskusikannya tanpa pernah dilakukan. Negeri ini sudah cukup pintar dalam berdiskusi namun belum cukup pintar dalam mengamalkan. Jika apa yang telah mereka diskusikan mereka lakukan niscaya negeri ini sudah menjadi negeri super power.
Ajarkan juga tentang budaya kita dan harga diri. Sehingga para akademisi nantinya bukan hanya berisi orang-orang yang mencacimaki negerinya sendiri dan menyanjung-nyanjung negeri orang lain. Bukan kumpulan orang yang gemar membanding-bandingkan untuk mencari kejelekan negeri sendiri.
*) ditulis untuk Departemen Akademi dan Profesi LM Psi 2010 untuk diterbitkan di buletin PERSONA edisi bulan Mei 2010
0 comments:
Posting Komentar