Senin, 26 Maret 2012

Bensin Naik Lagi

Bensin: Making the World Turn (officemr1980.deviantart.com)

Beberapa hari terakahir isu kenaikan BBM menjadi semakin panas. Berbagai aksi demonstrasi marak bermunculan di berbagai tempat. Bahkan beberapa pihak menuding adanya upaya makar. Di satu sisi TNI pun terpaksa keluar barak membackup POLRI dalam mengatasi demonstrasi yang jumlahnya semakin banyak. Ketidakpastian akan kebijakan itu sendiri dan berbagai macam spekulasi turut memperkeruh keadaan. Terlebih dengan adanya bumbu dari media massa dan partai oposisi yang sedang naik daun sehingga situasi politik menjadi  kian memanas. Namun entah mengapa Pak Presiden kita malah plesir ke negeri Komunis yang sedang mencoba menggenggam dunia.

Udah Pernah
Sebenarnya kenaikan BBM bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. Beberapa kali kenaikan pernah terjadi namun tidak sepanas kali ini. Pada era Megawati masyarakat cukup maklum BBM dinaikkan karena situasi ekonomi sedang mengalami kesulitan. Sebuah hal yang tidak dapat dipungkiri mengingat saat itu Indonesia sedang mengalami keterpurukan pasca krisis moneter 1998. Bukan itu saja, pada era SBY-JK harga BBM juga pernah naik. Hal itu dilatarbelakangi melambungnya harga minyak dunia. Maka saat itu masyarakat menjadi maklum dengan kenaikan tersebut.

Di sisi lain adalah bagusnya manajemen pengumuman kebijakan. Pada kenaikan-kenaikan sebelumnya pengumuman kebijakan tersebut langsung disampaikan secara gamblang dan tegas. Dilanjutkan dengan pelaksanaan yang dilakukan dalam waktu yang tidak berselang lama. Hal ini menyebabkan berbagai spekulasi dan penolakan tidak sempat tumbuh dan berkembang dengan liar. Sebuah ketegasan dari seorang pemimpin yang memberikan jaminan dalam bentuk kepastian masa depan, bukan keragu-raguan.

Memahami Oposisi
Mari kita kembali untuk memahami sebenarnya apa itu subsidi BBM. Subsidi BBM pada awalnya adalah selisih keuntungan hasil penjualan minyak Indonesia dengan pembelian minyak untuk konsumsi. Prinsip model seperti ini sebenarnya semi-sosialis dimana negara memberikan rakyatnya kemudahan dalam berbagai sektor termasuk BBM. Namun sayangnya selisih keuntungan tersebut semakin lama semakin menipis mengingat sumber daya alam minyak Indonesia yang juga semakin habis. Maka pada akhirnya subsidi tersebut justru membebani APBN karena harus diambilkan dari sektor penerimaan lain. (Lebih lanjut baca: Sedikit Mengenal Minyak Indonesia)

Namun dalam kondisi ekonomi Indonesia yang sedang sehat saat ini, pihak oposisi mempertanyakan alasan menaikkan harga BBM. Ketika APBN Indonesia sedang gemuk mengapa bisa muncul anggapan bahwa subsidi BBM membebani APBN? Jika anggaran yang direncanakan untuk subsidi kurang, mengapa tidak ditambah saja porsinya?

Selama ini BBM dianggap sebagai barang konsumsi saja. Padahal menurut pihak oposisi, BBM di satu sisi juga merupakan barang modal. Dengan adanya BBM murah maka perekonomian menjadi semakin maju dan berkembang. BBM murah juga memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Jadi mengapa tidak mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk subsidi BBM yang pada akhirnya akan dinikmati masyarakat banyak?

BBM sendiri juga telah menjadi salah satu barang pokok dalam kehidupan. Kenaikan harganya akan memiliki efek domino dan berpengaruh pada komoditi-komoditi lainnya. Inflasi akan meningkat, selain itu dikhawatirkan kenaikan harga ini akan memperburuk kondisi ekonomi dan meningkatkan jumlah orang miskin di Indonesia.

Terlebih dengan adanya tuduhan kepentingan asing di balik pengurangan subsidi ini, maka isu kenaikan harga BBM ini menjadi semakin panas. Kenaikan harga BBM akan membuat selisih harga BBM pemerintah (yang dikelola pertamina) menjadi semakin tipis dengan BBM swasta (semisal Shell, Petronas, dsb) yang tentunya akan menguntungkan pihak swasta asing tersebut. Ditambah dengan adanya isu neoliberalisme yang bertujuan menghapus berbagai macam subsidi demi pasar bebas yang kurang memihak negara berkembang dan kurang sesuai dengan grand design negara Indonesia.

Sisi Lain
Di sisi lain anggaran subsidi BBM selama ini dianggap sebagai sebuah pemborosan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa BBM kebanyakan dinikmati kendaraan-kendaraan pribadi dibanding kendaraan umum atau pegangkut barang. Terlebih dengan banyaknya pasaran kendaraan murah di Indonesia membuat konsumsi BBM menjadi semakin mengganas. Konsumsi BBM untuk kendaraan pribadi menunjukkan bahwa selama ini BBM lebih banyak digunakan oleh kalangan menengah atas, yang notabene dianggap mampu secara ekonomi untuk membeli BBM tanpa subsidi.

Begitu juga dengan meningkatnya konsumsi BBM dan tidak diimbangi dengan produktivitas BBM Indonesia maka anggaran yang dibutuhkan semakin meningkat. Hal ini diperparah dengan adanya embargo Iran yang melambungkan harga minyak dunia sehingga beban APBN menjadi semakin besar. Anggaran sebesar itu dan lebih banyak dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas, menjadi pertanyaan tersendiri apakah sudah tepat kebijaksanaan tersebut.

Maka dari itu sebagian ahli menyatakan bahwa alangkah lebih bermanfaatnya jika anggaran yang selama ini digunakan untuk membayar subsidi BBM dialihkan untuk hal-hal lain semisal pendidikan dan kesehatan. Hal inilah yang menguatkan dorongan untuk mengurangi anggaran yang dihabiskan pemerintah untuk mensubsidi harga BBM. Terlebih masyarakat kini mulai menyadari bahwa pendidikan dan kesehatan merupakan hal utama yang seharusnya dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Bijaksana
Perubahan memang kata-kata yang indah, namun bukan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan (baca: Perubahan #2). Perubahan selalu menimbulkan gejolak sosial, ibarat sebuah mangkuk berisi air yang dipindahkan (baca: Analogi Mangkuk). Terlepas dari prinsip mana yang anda pegang dalam menyikapi kenaikan BBM, maka ada hal-hal lain yang juga kita perlu cermati.

Satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah adanya kenyataan bahwa konsumsi BBM di Indonesia terlalu berlebiha. Terlebih karena kebanyakan BBM tersebut digunakan untuk kendaraan pribadi, dimana sebenarnya hal tersebut dapat ditekan. Misalnya saja dahulu ketika BBM mencapai angka enam ribu per liter, orang menjadi lebih bijaksana dalam menggunakan BBM. Aktivitas-aktivitas yang tidak perlu dihindari. Semisal sekedar membeli makanan dalam jarak dekat maka lebih disarankan untuk berjalan kaki atau bersepada.

Namu tidak saat ini. Jarak yang sangat dekat pun terkadang ditempuh dengan kendaraan bermotor karena kita terlalu malas. Pergi sendirian lebih memilih menggunakan mobil padahal sudah tentu mobil jauh lebih boros daripada BBM. Kita terlalu malas, dan kita terlalu manja. Kita menggunakan BBM dengan borosnya tanpa berpikir bahwa uang yang kita hamburkan dapat kita gunakan untuk kepentingan lain.

Maka dimana para aktivis lingkungan dadakan yang menyuarakan keselamatan lingkungan? Entah kenapa saya menjadi berpikir mungkin ada baiknya jika BBM dinaikkan. Sama seperti halnya terkadang kita harus mendapatkan sakit agar dapat bersyukur terhadap kesehatan yang kita dapatkan selama ini. Bijaksanalah. Bukan impian muluk untuk menyingkirkan kendaraan bermotor, tetapi hematlah semampu kita.

0 comments: