Senin, 12 April 2010

the journalist can do no wrong?

Jika dahulu kala kita sering mendengar ada istilah The King can do no wrong mungkin istilah tersebut tidak berlaku lagi saat ini. Di zaman yang konon katanya kita bebas berpendapat ini media massa menjadi salah satu kekuatan terbesar.

Bagaimana tidak kita dapat melihat bagaimana media memberikan kepada kita informasi-informasi dan cekokan  secara tidak langsung mengenai apa yang benar dan apa yang salah.
Namun yang patut menjadi perhatian apakah apa yang selama ini kita terima merupakan kebenaran yang sebenar-benarnya atau tipuan dari mata kita sendiri. Apakah informasi yang kita terima itu berimbang sehingga kita dapat menentukan kebenaran yang ada dengan objektif atau hanya berat sebelah.

Kita dapat lihat bagaimana media massa membela diri ketika tersangkut kasus Luna Maya beberapa waktu yang lalu. Namun bolehlah kita bertanya apakah media massa memberikan porsi yang sama kepada Luna Maya untuk melihat kasus tersebut dari sudut pandangnya?

Ketika media massa lebih suka memuat berita tentang perusakan pagar oleh Mahasiswa dibanding memberitakan aspirasi mahasiswa untuk Indonesia yang lebih baik, maka kita patut bertanya apakah maksud dari pemberitaan tersebut.

Kami hanya mengabarkan fakta yang ada di lapangan. Ya memang itu mungkin sebuah fakta. Tapi fakta tersebut hanyalah sebuah fakta tidak penting yang mungkin masih multitafsir dibanding fakta lain yang lebih penting yang tidak dikabarkan.

kesalahan media bukan pada apa yang mereka sampaikan, tetapi pada apa yang tidak mereka sampaikan

Bukan hal yang aneh juga ketika sebuah televisi menayangkan sebuah doalog tentang pembunuhan yang mencengangkan. Dan ketika narasumber berkata bahwa mungkin penyebabnya adalah karena belajar dari apa yang ada di media massa maka presenter acara tersebut manggut-manggut. Dan setelah itu kembali menayangkan reka ulang alias tips&trik membunuh yang ditonton oleh anak-anak dan masyarakat lain.

Sadar atau tidak, media massa bukan hanya menjadi sekedar sarana penyaluran informasi. Namun juga sarana pendidikan dan pembentukan budaya. Dengan media massa masyarakat bisa menjadi senang, bahagia, atau bahkan muak dan membenci terhadap suatu hal tertentu.

Hal inilah yang terkadang kurang disadari. Bahwa media massa sebagai sarana pendidikan memiliki tanggung jawab kepada masyarakat bukan hanya sekedar menginformasikan fakta, tetapi mendidik masyarakat dengan fakta-fakta tersebut. Jangan menjadi orang bodoh yang menyampaikan cerita seram kepada anak kecil yang penakut dan berkata, “Memang itu kenyataannya” sehingga anak tersebut tidak bisa tidur dan mengompol.

Bagaimanapun juga kita tidak dapat memenjarakan sebuah senapan karena benda itu telah membunuh orang. Yang dapat kita persalahkan adalah orang yang menggunakan senapan tersebut. Senapan hanyalah alat, tergantung dari siapa yang menggunakannya. Begitu pula dengan media massa. Media hanya sebuah alat. Namun saya yakin sebagian dari mereka masih memiliki apa yang mereka sebut idealisme dan itu menjadi sebuah harapan akan dunia yang lebih baik.

*) ditulis untuk Buletin SIKLUS yang diterbitkan oleh Psikomedia edisi bulan April dan sebagai kado untuk mereka yang menyebarkan berita

1 comments:

tari mengatakan...

WAHHHHH.... rasanya semua yang terendap di otak saya mengendai beberapa media terungkapkan dengan artikel ini!!..

MUST READ EVERYONE! NICE POST! :)