Rabu, 17 Juni 2009

manusia bukan sumber daya




Saya sebenarnya membuat tulisan ini terispirasi oleh tiga hal, pertama adalah tulisan seorang teman saya (http://www.facebook.com/notes.php?ref=sb#/note.php?note_id=85665998149) dan yang kedua adalah komentar seorang cawapres tentang TKI serta (yang ketiga) saya hubungkan dengan pendapat salah seorang dosen saya. Jadi pertama kali yang akan saya ucapkan adalah terima kasih kepada mereka.

Dari tulisan teman saya tersebut, saya mulai memikirkan tentang apa itu TKI. Namun ntah kenapa ketika berdiskusi dalam notes tersebut apa yang ada dalam pikiran saya hanyalah masalah untung-rugi, konteks ekonomis, dsb. Betapa biadabnya saya melihat manusia hanya sebagai sebuah objek ekonomi.

Inspirasi kedua seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya adalah komentar seorang capres dalam sebuah tanya jawab di sebuah televisi swasta (saya yakin karena saya jarang sekali nonton televisi pemerintah). Saat itu beliau ditanyai tenntang pendappatnya tentang banyaknya TKI yang disiksa di luar negeri. Hal ini tentunya sangat kontroversial mengingat saat ini TKI mendapat julukan dari pemerintah sebagai "pahlawan devisa". Kembali kepada sang capres, jawaban yang diperdengarkan sungguh membuat pikiran saya berkecamuk, beliau menjawab (seingat saya saja) bahwa beliau pernah melakukan sebuah "survei" dengan menanyakan kabar dari para TKI yang berada di bandara. Kesimpulannya adalah bahwa sebenarnya kasus penyiksaan TKI sebenarnya tidak sebesar yang diberitakan di media massa (jumlahnya kecil) dan itu adalah sesuatu yang wajar akan tetapi pemerintah tetap berkewajiban melindungi mereka. Beliau sendiri menggap TKI sebagai "pahlawan devisa" (mengingat istilah ini belum lama muncul saat pemerintahan beliau).

Ada dua hal yang membuat saya berpikir. Pertama apakah "survei" tersebut mengambil sampel secara benar mennginngat mereka yang bisa kembali ke tanah air tentu saja adalah mereka yang "sukses" dan mereka yang teraniaya tentunya tidak akan bisa pulang ke Indonesia, jadi apakah survei yang menngambil sampel "TKI sukses" bisa merepresentasikan keadaan TKI secara keseluruhan? Hal yang kedua adalah terkait berapa pun jumlahnya, sedikit atau banyak, mereka tetap saja manusia. Apakah karena hanya sedikit dan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat sehingga tidak terlalu dipersoalkan?? Bayangkan yang sedikit itu adalah kamu, saudaramu, ibumu, bapakmu, temanmu, apakah kita masih bisa berbicara seperti itu??

Dosen saya pernah mengatakan (seingat saya juga, ini inspirasi yang ketiga) bahwa yang menjadi masalah adalah adanya istilah Sumber Daya Manuisa sehingga seringkali manusia disamakan dengan Sumber Daya Alam. Contoh nyata adalah perusahaan yang memberikan intensif pada karyawannnya demi tujuan meningkatkan produktivitas perusahaan, memecat karyawan karena efektifitas perusahaan, penggunaan karyawan outsourcing, pemikiran TKI sebagai sumber devisa, dsb.

Bagi saya, meskipun manusia bisa menngeluarkan daya, tetapi tidak sepantasnya kita menggunakan dan menganggap manusia sebagai sumber daya. Sama halnya dengan lampu yang meskipun mereka mengeluarkan panas, tetapi tentu tidak sepantasnya kita menyamakan lampu dengan kompor atau memasak dengan lampu. Manusia bukanlah sebuah objek mati yang bisa kita eksploitasi seenaknya. Lantas dimana yang disebut manusiawi ketika kita melihat manusia hanya sebatas sumber daya??

Namun pada kenyataannya adalah adanya HRD, PSDM, dan sebagainya secara filosofis menunjukkan adanya anggapan semacam itu. Meskipun kini lembaga tersebut sudah mulai memikirkan memanusiakan manusia dan tidak hanya sekedar kepentingan perusahaan dan organisasi.

BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. ****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)

Sekali lagi yang perlu saya katakan dan inti dari semua tulisan ini adalah janganlah kita menganggap manusia hanya sebagai objek ekonomis, janganlah menganggap manusia hanya sebagai sumber daya. Jika ingin memberikan kenaikan upah maka lakukanlah atas dasar kekeluargaan, bukan demi meningkatkan produktivitas pekerja. Dan yang terakhir, marilah bersama kita Hakarya Gora Anggatra Nagara

0 comments: