Jumat, 19 Juni 2009

merah putih dan layar kaca


Iseng-iseng, akhir-akhir ini beberapa televisi swasta kembali memutar film-film India. Bukan masalah artis-artisnya yang seksi atau jogednya yang aduhai, ada satu hal yang membuatku miris. Dalam film itu, meskipun terkadang setting tempatnya di luar negeri, sering kali mereka digambarkan sebagai sosok nasionalis. Mereka menggambarkan diri mereka sendiri yang cinta pada negara mereka sendiri. Sangat tidak jarang bendera mereka berkibar di film-film mereka. Bahkan terkadang diceritakan pula mereka (orang India) melawan orang-orang ras kaukasian dan mereka menang. Sungguh mengharukan, andaikan kita punya film seperti itu.

Bukan cuma India, coba kita lihat film-film Barat dari Amerika misalnya. Seringkali kita melihat film-film yang menggembor-gemborkan kehebatan negara mereka. Bahkan tidak jarang dalam film fiksi (semisal film superhero) mereka menyisipkan nilai-nilai nasionalisme kebanggaan mereka terhadap mereka, meski hanya sekedar bendera mereka yang berkibar (dalam film Spiderman misalnya). Bendera berkibar? Apa pentingnya? Dalam ilmu Psikologi (dan mungkin juga ilmu komunikasi) kita mengenal adanya subliminal message, dan menurut saya, bendera yang berkibar di sebuah film adalah sebuah subliminal message yang mempengaruhi rasa nasionalisme.

Namun apa yang terjadi pada perfilman kita? Seberapa sering kita melihat merah putih berkibar dalam film kita? Atau seberapa banyak film yang menyampaikan pesan nasionalisme? Saya rasa hal itu sangatlah sedikit. Sebut saja Nagabonar, Denias, dsb adalah contoh film-film yang menggugah rasa nasionalisme.

Ambil sebuah contoh film Indonesia yang mengambil setting tempat di luar negeri misal dalam eiffel i'm in love. Dari judulnya saja patut dipertanyakan mengapa mereka lebih suka menggunakan bahasa asing daripada bahasa persatuan, bahasa Indonesia (telah lupakah mereka pada sumpah pemuda?). Lalu apa yang mereka sajikan dalam film tersebut? Bila dibandingkan dengan film India yang saya ceritakan sebelumnya, sungguh miris. Yang ada hanyalah gambaran kehidupan hedonis orang-orang yang "cukup beruntung" bisa mondar-mandir di luar negeri sementara petani kiyta kesulitan mencari pupuk. Lalu dimana bendera merah putih? Jangan bermimpi, disebut nama Indonesia pun itu sudah untung. Tiidak perlu saya lanjutkan, saya rasa masyarakat sudah cukup pintar mencari dimana merah putih dalam perfilman di Indonesia.

Contoh lain adalah dunia periklanan. Berapa banyak yang mengangkat tema nasionalisme?? Saya rasa hanya beberapa perusahaan rokok (karena mereka bingung mau beriklan seperti apa) dan beberapa lainnya. Yang lebih miris lagi, di masa kampanye ini, iklan partai/capres yang berisikan semangat nasionalisme sangat sedikit. Padahal seharusnya momen ini tentu momen yang tepat untuk menggugah rasa nasionalisme. Tetapi kebanyakan partai dan capres lebih sibuk bernarsis-ria dibanding memberikan pendidikan nasionalisme kepada masyarakatnya. Dan anehnya, masyarakat kita sendiri juga lebih suka kepada iklan yang narsis daripada iklan yang menggugah.

Jika nasionalisme adalah sesuatu hal yang penting untuk ditumbuhkan, maka saya rasa layar kaca adalah salah satu media efektif. Ajaklah nonton saudara, teman, anak, keluarga, dsb anda untuk menonton film-film yang menggugah semisal Nagabonar, Denias, Laskar Pelangi, Garuda di Dadaku, King, dsb daripada sekedar genderuwo vs tuyul. Jika anda adalah orang yang bekerja di industri perfilman, maka cobalah sisipkan merah putih dalam film anda. Atau mungkin yang lebih mudah adalah sisipkan merah putih dalam blog anda. Dan semoga dunia layar kaca kita nantinya akan lebih sering dihiasi merah putih.

0 comments: