Berawal dari berita beberapa waktu yang lalu dan
tulisan seorang teman mengenai perbedaan dan perbedaan jalur sarjana dan diploma maka saya menjadi tergerak untuk menuliskan gagasan yang telah lama tertanam dalam benak saya. Gagasan ini sebenarnya telah saya singgung sedikit dalam tulisan saya
sebelumnya namun saya ingin mengungkapkan gagasan tersebut dalam bentuk lain yang lebih terfokus (karena tulisan sebelumnya saya tulis untuk mengkritisi sebuah kebijakan waktu itu).
Masyarakat awam banyak yang kurang memahami tentang alur pendidikan kita. Semua pendidikan dianggap berjenjang dalam satu alur yag tidak bercabang. Mulai dari playgroup yang paling rendah hingga Doktor. Padahal dalam prakteknya terdapat percabangan pada tingkatan-tingkatan tertentu yang mengarah pada spesialisasi dan spesifikasi keahlian tertentu.
Ketidaktahuan ini berdampak pada kesalahpahaman terhadap tujuan pendidikan yang kita alami selama ini. Sehingga mucul anggapan bahwa pendidikan seringkali tidak sesuai dengan dunia kerja (meskipun perbedaan itu ada, namun tidak sebesar anggapan masyarakat yang salah kaprah). Selain itu muncul penyalahan terhadap sistem padahal kita sendiri yang salah masuk sistem. Ibarat kata kita menyalahkan supir bis karena tidak mengantar kita ke tempat yang kita inginkan, padahal kita sendiri yang salah naik jalur.
Dalam tulisan ini saya akan membahas berbagai bentuk pendidikan formal beserta tujuannya sehingga dapat memberikan gambaran kepada kita akan arah pendidikan kita nantinya.
|
bagan pendidikan |
Taman Kanak-Kanak
Sebenarnya tingkatan pendidikan formal dimulai dari tingkat sekolah dasar. Akan tetapi dewasa ini di lingkungan perkotaan TK sendiri seolah menjadi bagian pokok dari pendidikan anak-anak. Bahkan tidak jarang TK dan playgroup dewasa ini memasukkan unsur-unsur akademis dengan sangat kental. Mulai dari bahasa Inggris, menulis, dan sebagainya.
Padahal TK sendiri merupakan jenjang peralihan dari kehidupan anak di rumah menuju kehidupan sosial sekolah. TK mengajarkan anak untuk bersosialisasi dengan orang lain. Jika sebelumnya sosialisasi anak hanya kepada keluarga dan kerabat di rumah, di TK anak diajarkan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya dan orang asing. Itulah tujuan utama dari TK.
Sedangkan pendidikan mengenai baca tulis dan sebagainya sebenarnya hanya merupakan ekstra atau tambahan saja. Sayangnya kemajuan anak dewasa ini memaksa anak-anak balita untuk melakukan lebih dari itu. Orang tua seringkali memasukkan anaknya ke dalam TK tertentu agar pandai berbahasa Inggris, baca tulis dan sebagainya. Dalam taraf tertentu hal ini justru menjadi beban bagi anak tersebut.
Sekolah Dasar & Madrasah Ibtidaiyah
Dari sinilah seharusnya anak mulai belajar nilai-nilai akademis. Di SD anak diajarkan baca tulis dan dikenalkan dengan pengetahuan-pengetahuan yang sifatnya umum. Pengetahuan ini masih sangat mendasar dan hanya bersifat mengenalkan.
Namun akibat akselerasi zaman dewasa ini terjadi salah kaprah bahwa anak belajar baca tulis dari TK. Bahkan kemampuan baaca tulis menjadi syarat masuk sekolah dasar. Kemampuan yang seharusnya baru diajarkan pada tingkatan ini. Efek lainnya pengetahuan yang diajarkan di SD tidak lagi sebatas memperkenalkan tetapi lebih dari itu. Ini tentaunya menjadi beban bagi anak tersebut.
Selain SD dikenal juga Madrasah Ibtidaiyah pada tingkatan yang sama. MI sendiri merupakan jenjang yang sama dengan SD, hanya saja memiliki penekanan pada agama lebih dominan. Tujuannya tentu menciptakan ahli-ahli agama, ustad dan ulama. Mi sendiri berada di bawah Departemen Agama berbeda dengan SD yang berada di bawah Departemen Pendidikan. Hal yang sama juga dikenal pada tingkatan selanjutnya yang dikenal dengan MTS dan MAN.
Meski demikian pada prakteknya penekanan ini seringkali kurang tampak. Beberapa MI tetap lebih mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama itu sendiri. Sehingga yang nampak bukan sekolah agama tetapi lebih kepada sekolah umum bernuansa agama.
Sekolah Menengah Pertama & MTS
Pada tingkatan ini pengetahuan diajarkan secara utuh. Berbagai cabang ilmu utama diajarkan kepada para siswa. Tujuannya adalah mengantarkan siswa pada jenjang pendidikan berikutnya. Semua cabang utama diajarkan dan dikenalkan namun tidak secara mendalam.
Disinilah para siswa seharusnya mulai menentukan masa depannya. Pekerjaan apa yang dia inginkan, ilmu apa yang ingin dia pelajari, dan sebagainya sebaiknya sudah dipikirkan. Hal ini mengingat pada jenjang berikutnya telah terjadi percabangan dan spesifikasi.
Sekolah Menengah Kejuruan
Pada jenjang ini pendidikan formal mulai mengalami percabangan. Pada model SMK siswa diarahkan pada pendidikan mengenai keterampilan-keterampilan praktis dalam bekerja. Keterampilan ini pun terspesifikasi dengan sangat jelas terbentuk dalam jurusan-jurusan. Tiap-tiap jurusan mewakili keahlian-keahlian tertentu yang terspesifikasi. Lulusannya merupakan tenaga kerja terampil yang siap bekerja. Mereka memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Hanya saja seringkali melekat stigma negatif pada jenjang pendidikan ini. SMK seringkali dicap sebagai sekolah untuk masyarakat menengah ke bawah. Penjelasan mengenai stigma ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya.
Sekolah Menengah Atas & MAN
SMA & Man memiliki tingkatan yang sama dengan SMK. Hanya saja instanti-instansi ini memiliki tujuan yang berbeda. Jika SMK mendidik siswa sebagai tenaga kerja terampil, SMA dan MAN sendiri hanya memperdalam ilmu yang diajarkan di SMP & MTS. Tujuannya hanya sebatas menyiapkan siswa untuk menuju jenjang pendidikan berikutnya.
Inilah yang sering tidak dipahami oleh masyarakat umum bahwa SMA memang tidak mendidik siswanya menjadi tenaga kerja. Jadi suatu hal yang sangat wajar jika lulusan SMA seringkali kurang siap menghadapi dunia kerja karena memang jenjang ini tidak mengarahkan siswanya menjadi tenaga kerja.
Diploma
Program pendidikan ini juga seringkali dianggap sama dengan prodi Sarjana dan hanya dibedakan oleh lamanya masa studi (bahkan dalam program D4 masa studinya sama). Padahal keduanya memiliki tujuan yang sangat berbeda. Diploma sendiri sedikit banyak mirip dengan jenjang pendidikan SMK. Dimana pada program pendidikan ini mengarahkan siswanya menjadi tenaga-tenaga kerja ahli terutama berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya teknis.
Lulusan dari jenjang pendidikan ini memiliki kemampuan dan keterampilan kerja yang sangat memadai dalam bidang teknis. Keahlian yang diajarkan lebih bersifat praktis dan dapat langsung diterapkan dalam kehidupan nyata. Dalam perusahaan-perusahaan dan instansi-instansi besar lulusan diploma dipercayakan untuk menangani hal-hal yang bersifat praktis atau langsung.
Sarjana
Lain halnya dengan Diploma, tujuan utama dari program pendidikan ini adalah menyiapkan siswa-siswanya menuju jenjang yang lebih tinggi lagi yaitu Master (S2). Selain itu dalam beberapa ilmu tertentu lulusan jenjang ini dapat mengambil program profesi.
Jika dalam program Diploma ilmu-ilmu yang diajarkan bersifat praktis dan langsung dapat diterapkan, maka program Sarjana justru mengajarkan ilmu-ilmu yang bersifat teoritis. Hal ini dikarenakan program ini mengajarkan siswanya untuk mendalami suatu ilmu tertentu dan diharapkan untuk dapat mengembangkannya.
Meski demikian program ini mendidik siswanya untuk dapat melakukan analisa-analisa terhadap suatu permasalahan yang ada. Keahlian inilah yang seringkali dibutuhkan oleh instansi-instansi dan perusahaan untuk mengatasi masalah mereka. Oleh karena itu lulusan Sarjana biasanya ditempatkan sebagai analis dan tugasnya kurang begitu praktis dibanding program Diploma.
Persepsi yang Salah
Kesalahan persepsi juga terjadi dalam dunia kerja. Seringkali muncul anggapan bahwa pekerjaan terbaik adalah pekerjaan di balik meja dan bukan pekerjaan yang menggunakan keterampilan kasar. Anggapan ini memunculkan adanya satu pekerjaan terbaik di dunia ini dan di sisi lain ada satu pekerjaan terburuk. Semakin banyak keterampilan kasar yang digunakan maka semakin buruk pekerjaan tersebut, begitu pula sebaliknya. Pada akhirnya semua orang bercita-cita untuk mendapatkan pekerjaan di balik meja.
Gejala ini sangat tampak terutama pada petani. Para petani ramai-ramai menyekolahkan anaknya agar bisa mendapatkan pekerjaan yang "lebih baik" dan menjadi orang orang kantoran. Sebaliknya sangat jarang kita jumpai petani yang menyekolahkan anaknya agar dapat membantu meningkatkan hasil panen ayahnya.
Padahal tidak ada pekerjaan yang paling baik di dunia ini. Setiap orang memiliki karakter yang berbeda yang masing-masing memiliki kecocokan pada pekerjaan tertentu. Pada akhirnya pertanyannya bukanlah apa pekerjaan kita melainkan seberapa baik kita bekerja.
Jangan berpikir bahwa pekerjaan di balik meja selalu mendapatkan hasil berupa uang yang lebih besar. Tentu kita bisa saksikan berapa banyak pelukis, seniman, mekanik, pembuat kerajinan, ahli dekorasi, yang hampir semuanya lebih banyak menggunakan keterampilan kasar mendapatkan hasil yang jauh lebih banyak terhadap mereka yang duduk di belakang meja.
Maka yang harus kita lakukan adalah pahami sistem yang ada kemudian pilihklah jalan yang kita inginkan. Dan ingatlah bahwa yang terbaik adalah berada di tempat kita sendiri dan menjadi diri kita sendiri.