Kamis, 16 Juni 2011

Kita Mahasiswa #2

Mahasiswa bergantung pada dosennya. Mereka menerima ajaran dosen, padahal isinya hanya ulangan dari pengetahuan yang itu-itu juga. Mereka tidak dilatih untuk berpikir, hanya menghapal. Kadang mereka menggunakan buku ajar terbitan Amerika -yang tidak mereka pahami- yang diterima sebagai kebenaran mutlak, seperti kebenaran Alquran, yang semua contohnya benar-benar mencengangkan. Tapi, tidak mengapa. Sejumlah orang bahkan berpendapat bahwa buku-buku semacam itu berisi rumus untuk bisa maju. Amerika identik dengan kemajuan.

Jelas cara ini tidak menuntun orang untuk berpikir kritis, untuk bernalar dan menggali pikiran sendiri. Jika semua melakukan itu, berpikir kritis dan sebagainya itu, mahasiswa akan tampak mencolok seperti jempol yang luka. Melakukan semua itu akan menunjukkan sikap tidak sependapat dengan dosen, bahkan mungkin membuatnya tampak bego. Tetapi hal seperti itu tidak terjadi, ajaran dosenlah yang benar dan seminar hanyalah basa-basi belaka. Orang tertua atau yang paling terpandang di antara hadirinlah yang akan menjadi orang pertama yang memberikan komentar., baik komentarnya itu relevan atau benar-benar melenceng. Lalu, secara hierarkis, pemberi komentar berangsur-angsur menurun sampai ke mahasiswa yang, karena kendala waktu, boleh dikatakan tidak akan pernah dipedulikan.

Saya kutip dari buku Di Jawa karangan Niels Mulder, tampaknya cukup penting.

0 comments: