Jumat, 23 Januari 2009

Menilik Fatwa Berhala Sembilan Senti


Beberapa hari ini masyarakat sedang hangat-hangatnya membahas tentang MUI yang sedang menilik fatwa tentang beberapa hal, antara lain masalah rokok. Salah satunya yang menarik adalah bahwa perusahaan rokok adalah salah satu penyumbang pemasukan Negara dan merupakan salah satu industri (yang konon) padat karya yang berpengaruh pada hajat hidup orang banyak. Itulah mengapa MUI selama ini terkesan ragu-ragu dalam mengeluarkan fatwa tersebut.

Ada yang sangat saya sayangkan dalam sebuah diskusi yang ditayangkan dalam sebuah stasiun televisi swasta pada hari jumat, 23 januari 2009. Dalam acara tersebut menghadirkan dua narasumber, satu dari MUI dan satunya lagi katanya adalah dari cedekiawan muslim.

Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Narasumber yang mengaku cendekiawan muslim tersebut kurang setuju terhadap adanya fatwa haram rokok.

Salah satu yang sering dikatakan untuk menolak gagasan haram tersebut adalah mengapa MUI “mencampuri” urusan ini. Mengapa tidak mengurusi hal-hal lain semisal prostitusi atau semacamnya. Menurut saya alasan ini sangatlah kekanak-kanakan untuk dibahas. Ini sama halnya seorang anak ditangkap basah nyontek terus dia berkata, “tuh si A juga nyontek, Pak Guru marahin si A dulu aja baru marahin aku.” Intinya, menunjuk kesalahan orang lain agar kesalahan dirinya tidak diributkan. Tetapi esensinya adalah tetap saja bersalah. Begitu juga dalam hal ini. Menyuruh MUI fokus pada hal lain tetap tidak akan mengubah esensi dari hukum yang ada. Jika memang haram hukumnya maka tetaplah haram dan tidak akan menjadi halal. Cuma sekedar menunda waktunya saja. Tetapi masalahnya adalah, sebagai seorang ulama (MUI) yang ditanya pendapatnya tentang suatu permasalahan maka ulama tersebut memiliki kewajiban untuk menjawab pertanyaan tersebut. Adalah berdosa jika ulama tersebut diam saja padahal umat sudah meminta pertimbangannya.

Hal yang sangat membuat saya marah adalah ketika narasumber dalam acara tersebut berkata bahwa MUI hanya dalam kapasitas mengurusi agama, sedangkan untuk hal-hal yang bersifat duniawi diserahkan kepada ahlinya. Bagaimana mungkin orang yang berkata seperti itu mengaku sebagai seorang cendekiawan muslim. Hal ini sangat menunjukkan betapa dangkalnya pemahaman dia dalam Islam.

Islam adalah pedoman hidup meliputi segala aspek, bukan sekedar tata cara aturan menyembah Tuhan. Tanyakanlah pada Muhammad adakah dia tidak ikut campur dalam urusan berniaga/berdagang? Tanyakanlah Muhammad adakah dia tidak peduli dengan kebersihan dan kesehatan? Tanyakanlah Muhammad adakah dia tidak peduli denganh hal-hal yang sifatnya duniawi? Jika sebuah arak yang tidak ada hubungannya dengan peribadahan bisa diharamkan mengapa rokok tidak? Islam mengatur segala aspek dalam hidup kita. Mulai dari cara berpakaian hingga bersenggama. Mulai dari kelahiran hingga kematian. Dan sebagainya. Jika sesuatu itu berpengaruh terhadap hidup kita maka sudah sepantasnyalah kita mempertanyakan hukumnya dalam Islam. Karena di dalam Islam segala sesuatu tidak bisa lepas dari hukum/aturan.

Selain itu, dia juga mengatakan seharusnya tentang hal itu sebaiknya ditanyakan pada orang yang lebih ahli (misalnya dokter) daripada ulama. Ini semakin membodohkan saja. Tentunya MUI sebelum memutus sesuatu juga telah berkonsultasi dengan para ahlinya. MUI tidak sebodoh itu kan.

Selain itu alasan kontra yang paling sering dikemukakan adalah sektor ekonomi. Katanya hal ini akan berpengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia dan pengangguran yang sangat besar. Pada kenyataannya dalam sebuah penelitian pada tahun 2003 disebutkan bahwa industri rokok tidak sebesar itu pengaruhnya. Industri ini hanya menyumbang 1,1% dari pendapatan Negara dan menyerap tenaga kerja hanya sekitar 1%, jauh di bawah sektor pertanian sayur mayur dan buah-buahan. 

Selain itu, jika memang alasan ekonomi yang menyebabkan sesuatu yang haram menjadi makruh atau halal adalah suatu hal yang tidak masuk akal. Ini sama saja uang berada di atas segalanya, bahkan di atas Tuhan. Bukan hal yang tidak mungkin jika suatu saat nanti prostitusi menyumbang pemasukan yang besar maka hukum zina menjadi makruh atau halal. Bukankah ini tidak masuk akal?

Permasalahan lain mengapa fatwa tentang rokok selama ini selalu terkesan “dilupakan” adalah karena masih banyak ulama yang merokok. Bahkan salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia ada yang ikut memiliki perusahaan rokok. Jadi wajar saja mengapa fatwa rokok terkesan dilupakan. Seperti dalam puisi berjudul Tuhan Sembilan Senti karya Taufiq Ismail (saya ambilkan penggalannya saja): 

Di sebuah ruang siding ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat
Merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sebuah fatwa
Mereka ulama ahli hisap
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban
Bukan ahli hisab ilmu falaq,
Tapi ahli hisap rokok

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
Terselip berhala-berhala kecil
Sembilan senti panjangnya
25 penyakit ada dalam Khamr. Khamr diharamkan
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Namun untung saja sekarang ini mulai banyak ulama-ulama dan uztadz-uztadz dari golongan terpelajar yang memahami bahaya rokok. Generasi inilah yang kita harapkan. Golongan terpelajar yang benar-benar bisa menempatkan segala sesuatunya secara objektif.

Sebenarnya fatwa itu sendiri hanyalah sebuah pendapat atau anjuran. Masalah mau dilakukan atau tidak itu tergantung pribadi masing-masing. Kewajiban kami hanyalah menyampaikan atau berdakwah. Bahkan jika tidak ada seorangpun yang mau mengikuti kami maka itu tidaklah menjadi suatu masalah.

Dan Ingatlah ketika suatu umat diantara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu dan supaya mereka bertaqwa” (QS.Al-A’raaf:165)

Wallahu’alam. Kewajiban kami hanya menyampaikan masing-masing individu lah yang menentukan. Mintalah fatwa pada hatimu.

10 comments:

Anonim mengatakan...

aku juga lihat itu qim. hm, rada nggak setuju sama faktor ekonomi yang kamu tulis. mungkin benar industri rokok cuma menyerap 1% tenaga kerja.
tapi fakta lain yang menyebutkan bahwa 6,4 juta penduduk Indonesia sangat bergantung pada industri rokok yang mempunyai spreading effect sampai 20 juta orang atau sama dengan 8,4%. kalo industrinya tutup gimana nasib mereka? dilemma yang LUAR BIASA.

Khusni Mustaqim mengatakan...

apapun alasanya,,
seberapa pengaruhnya,,
hukum Allah harus berada di atas segalanya,,
seperti yang udah saysa bilang di atas:
"Selain itu, jika memang alasan ekonomi yang menyebabkan sesuatu yang haram menjadi makruh atau halal adalah suatu hal yang tidak masuk akal. Ini sama saja uang berada di atas segalanya, bahkan di atas Tuhan. Bukan hal yang tidak mungkin jika suatu saat nanti prostitusi menyumbang pemasukan yang besar maka hukum zina menjadi makruh atau halal. Bukankah ini tidak masuk akal?"
seharusnya para ulama bisa lebih objektif dalam berpikir,,

Anonim mengatakan...

Sekarang kita lihat . Apabila fakta hanya 1,1% pengaruhnya dalam bidang ekonomi , seharusnya negara juga harus bertindak kan . apalagi telah dikeluarkan fatwa haram merokok . biar para perokok berhenti membeli . selain itu mengurangi polusi udara juga . apalagi sesuai artikelmu tadi untuk penyerapan tenaga kerja juga gada 2% kan . biar yang tenaga kerja berpindah profesi sekalian . kalo begitu mari berhenti merokok !

Alfrian Sonny mengatakan...

Merokok = membeli rokok . hhahaha

Khusni Mustaqim mengatakan...

Sebenarnya negara sudah melakukan langkah pencegahan yang disebut dengan "bea cukai",,
konsep dari bea cukai adalah membolehkan barang-barang yang seharusnya tidak boleh dan menyebabkan harga barang tersebut menjadi mahal sehingga masyarakat berpikir kembali untuk membelinya,,
tetapi bea cukai di Indonesia untuk rokok cukup rendah yaitu hanya di bawah 50%,,
padahal seharusnya bisa saja bea cukai dinaikkan sebesar 100%,,

Yang terpenting adalah kesadaran dari diri sendiri (lihat artikel sebuah renungan dalam kegelapan http://gagdongemail.blogspot.com/2009/01/sebuah-renungan-dalam-kegelapan.html)

Zadok Elia mengatakan...

Planet Asap Rokok
Ini ada fakta lain tentang rokok.

Aku sering menyimak diskusi-diskusi di radio tentang ini. Kayaknya sangat sulit kalau rokok diban secara langsung. Mesti ada proses bertahap yang bertahun-tahun lamanya. Selain mempersiapkan rakyat, juga mempersiapkan pemerintah supaya bisa menggantikan pendapatan yang diperoleh dari rokok.

Selain itu, tak cukup hanya dengan fatwa MUI. Mesti ditulis juga dalam hukum resmi di undang-undang, supaya punya kekuatan yang lebih besar.

Khusni Mustaqim mengatakan...

sebenarnya dok, fatwa MUI bukan bertujuan mencegah rokok, hanya merupakan penjelasan tentang hukum rokok di mata agama,,
lagipula fatwa hanya berupa himbauan, mau ikut atau enggak itu terserah masing2 individu,,
tapi aku setuju juga si ada undang2 tentang rokok,,

Anonim mengatakan...

"Hal yang sangat membuat saya marah adalah ketika narasumber dalam acara tersebut berkata bahwa MUI hanya dalam kapasitas mengurusi agama, sedangkan untuk hal-hal yang bersifat duniawi diserahkan kepada ahlinya."

--> Mungkinkah kehidupan agama dapat dipisahkan dari kehidupan dunia sedangkan pemeluk agama itu sendiri juga tdk bisa ujug2 menjalani kehidupan akhirat dgn melewatkan satu fase kehidupan yaitu kehidupan dunia? (hanya sebuah retorika)
Lbi jauh, bukankah Allah sendiri telah berpesan melalui surat cinta-Nya:

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri AKHIRAT,dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) DUNIAWI dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS Al-Qashash:77)

Jadi,memang Islam pun mengatur hal2 yg duniawi^^

. .ttg ulama vs (yg katanya) cendekiawan muslim itu,uzzy jg agag miris dgnnya.Tak jauh berbeda dgn debat antara 2 pemuka partai berbasis Islam beberapa pekan lalu di TV**tuuut**.Begitu mudah umat Islam diusik oleh hal2 yg kasuistis yg menyebabkan salah satu (atw keseluruhannya saling) menjatuhkan. .-_-"


. .ttg rokok sendiri,uzzy pernah bc buku "Jangan Tanya Kenapa Pengusaha Rokok Untung Besar",dan disana diungkapkan fakta yg berupa data statistik jmlh perokok di Indonesia yg ternyata notabene org2 dgn kehidupan ekonomi menengah-bawah.Alasannya macem2:u/ menghabiskan waktu drpd nganggur n ngelamun,penghilang penat (sungguh stigma yg sgt sesat--red),dll dsb dst.klu yg orang2 kaya,motifnya beda lagi:u/ gengsi (karena ternyata,,,rokoknya orang kaya dgn yg blun kaya tuh gag sama) .


. .Nhaaa,,dr situ dapat kita tarik benang merah antara rokok & ekonomi (mlalui sdut pandang yg berbeda dr yg tlh disebutkan taqim).Ternyata kemiskinan yg menjerat Ibu Pertiwi turut andil juga dlm menjamurnya kebiasaan mematikan ini. .T_T


. .Menguatkan fakta yg sudah ditulis Tqm ttg rokok yg tdk berdampak besar pd pertumbuhan ekonomi negeri ini:keuntungan rokok sebenarnya adlh hny u/ pengusahanya (pemilik saham2 pabrik rokok dkk).Bea cukai?Ah,tak seberapa.Buruh2nya?ada yg hny dibayar 50 perak per gelintirnya!ck ck. .


. .Dan salah 1 alasan knapa sebagian besar rakyat Ina bgitu addicted to rokok: IKLAN rokok yg GILA-GILAAN.Di TV, di jembatan penyeberangan, di banner2 pinggir jalan,di kaos2,di acara2 gede (sbg sponsor utamanya),di mana2!Mau gmn lg,tiap hari dicekoki gmbr & anjuran u/ merokok (yg membuat himbauan pemerintah di bungkus2 rokok terasa begitu tak berasa) tiap waktu di setiap tempat,pasti pengaruhnya juga kuat.Kekuatan persuasi,teman2. .


. .Solusi? Tak ada yg instan krn menyangkut kehidupan ekonomi negeri serta moral dan watak rakyat Indonesia sendiri. .


. .Yah,seperti kata Taqim...fatwa bukanlah paksaan.namun alangkah baiknya jika kita menghindari hal2 yg mendatangkan byk kemudharatan bg diri kita (terlebih) juga pada orang lain ternyata. .


. .Allahu a'lam bis shawab. .

Anonim mengatakan...

. .eh,Qim.ternyata kumenku nyaingi artikelmu ik! hhee.'afwan gag nyadar. .

Khusni Mustaqim mengatakan...

hehehe,, gagpapa,,
disini kita berdiskusi bebas mengemukakan pendapat,,